Laman

Jumat, 08 Mei 2020

Guru Sejati(Dalam Tasawuf Jawa).


Dalam Tasawuf Jawa dijelaskan bahwa guru manusia itu adalah bersifat perantara untuk menuntun sang murid agar ketemu dengan guru sejatinya masing-masing. Guru Sejati adalah proyeksi dari rahsa(rasa/sirr) yang sumbernya adalah kehendak Tuhan; terminologi Jawa menyebutnya sebagai Rasa Sejati. Dengan kata lain rasa sejati sebagai proyeksi atas “rahsaning” Tuhan (sirrullah).
Sukma sejati atau dalam terminologi Arab disebut ruh al quds, dalam bahasa tasawufnya disebut sebagai an-nafs al-muthmainah, adalah sebagai “penasihat spiritual” bagi jiwa. Setiap Jiwa manusia perlu di dampingi oleh Guru Sejati karena ia dapat dikalahkan oleh nafsu yang berasal dari jasad (Raga dan Hawa Nafsu) manusia. Dalam Jiwa ini terjadi pertempuran tiap hari antara Hati Nurani dan hawa Nafsu.
Menurut ngelmu Kejawen, ilmu seseorang dikatakan sudah mencapai puncaknya apabila sudah bisa menemui wujud Guru Sejati. Guru Sejati benar-benar bisa mewujud dalam bentuk “halus”, wujudnya mirip dengan diri kita sendiri. Mungkin sebagian pembaca yang budiman ada yang secara sengaja atau tidak pernah menyaksikan, berdialog, atau sekedar melihat diri sendiri, seperti melihat cermin.
Itulah Guru Sejati anda. Guru Sejati memiliki sifat-sifat pancaran dari Cahaya Tuhan, maka segala nasehatnya akan tepat dan benar adanya.
Jika sang murid sudah bisa ketemu dengan sejatinya sendiri atau guru sejati, maka tugas guru manusia (dhohir) berikutnya hanya memantau agar sang murid bisa istiqomah dan bersatu dan manunggal dengan guru sejatinya. Oleh karena itu dalam tasawuf jawa sebelum meditasi tidak ada tawasul atau kirim fateha kepada para guru-guru sebelumnya. Karena dalam pandangan mereka hakekat guru sejati itu ada dalam diri setiap manusia.
Oleh sebab itu bagi yang dapat bertemu Guru Sejati, saran dan nasehatnya layak diikuti. Bagi yang belum bisa bertemu Guru Sejati, anda jangan pesimis, sebab Guru Sejati akan selalu mengirim pesan-pesan berupa sinyal dan getaran melalui Hati Nurani anda. Maka anda dapat mencermati suara hati nurani anda sendiri untuk memperoleh petunjuk penting bagi permasalahan yang anda hadapi.
Suatu hari ada orang datang ke rumah dengan membawa beras, ketika saya terima tangan saya terasa panas, gurusejati (sejatidiri) berkata, “beras itu hasil dari cara haram”. Lalu saya berpesan kepada ibu saya, agar beras ini jangan dimasak, karena dari cara haram, ibu saya tidak percaya, lalu bertanya langsung kepada yang memberi beras, ternyata beras tersebut berasal dari menang judi Pilkades.
Pernah juga ada orang datang mintak tolong katanya anaknya di rumah kerasukan Jin sudah satu bulan tidak sembuh, Guru sejati (hati Nurani) berkata, “ Jangan pergi, anak itu tidak kena Jin, tapi sakit typus, habis ini takdirnya mati”. Sayapun menjelaskan kepada orng tuanya kalau anaknaya tidak kena Jin, dia masih tetap tidak percaya. Lalu saya berkata, “saya tidak bisa menolong, ini sudah terlambat, anakmu sakit typus, harus ke rumah sakit.”
Satu jam kemudian anak tersebut meninggal dunia. Masih banyak lagi kisah-kisah yang saya alami berkaitan dengan nasehat dan bimbingan guru sejati.
Kenapa kalau sudah menemukan jadi diri dianggap aman dalam perjalanan spritual? Karena itu adalah dasar dalam makrifat kepada Allah, jika sudah berhasil menemukan jati diri, maka gurunya sudah bukan manusia lagi, melainkan guru sejati yang ada pada diri sendiri. Dalam istilah jawa disebutkan Guru Sejati Dumunung Ono Ing Telenging Ati, artinya guru yang akan kita tanya ataupun yang akan selalu mengingatkan kita adalah hati kita sendiri yang sudah kita kenali.
Bagaimana caranya guru sejati mengingatkan atau menjawab pertanyaan kita? Inilah misteri yang paling dicari dan paling dibutuhkan oleh semua orang. Guru sejati adalah roh yang memiliki wujud (tajalli) dan bisa diajak berdialog dengan kita, tidak bisa diajak dialog oleh orang lain, wajahnya juga seperti kita, yang bisa menemuinya hanya kita sendiri.
Nasehat dan suara guru sejati itu berasal dari hat nurani, dipancarkan ke atas di dada bisa di dengar oleh telinga atau dipancarkan ke atas di otak untuk diproyeksikan jadi sebuah gambar atau tulisan. Dalam tasawuf jawa dikenal dengan istilah, Suoro tanpo rupo(suara tanpa ada wujud), tulisan tanpo papan (tulisan tanpa dipapan tulis). Jika kita mendengar suara itu tepat disebelah telinga kanan atau kiri, maka itu adalah suara Jin, atau khodam anda. Jika sudah mengalami sendiri, maka akan bisa bedakan antara suara guru sejati atau Jin dan hawa nafsu.
Nah, bagaimana agar kita bisa bertemu atau dibimbing oleh guru sejati...? kita harus bisa mengalahkan nafsu atau jiwa Ammarah, Aluwamah, Mulhimah dengan berbagi macam laku dan tirakat. Kebanyakan metode tasawuf Jawa tirakatnya banyak yang berat, misalkan puasa mutih, ngebleng (didalam kamar/ruangan), melekan (tidak tidur dimalam hari), ngrowot (makan dedaunan), topo pendem (dikubur Hidup-hidup) dll. Tujuannya adalah agar dominasi tubuh jadi lemah dan menderita, sehingga guru sejati kasihan dan mau keluar untuk menemuinya dan membimbing orangnya.
Sebagian dari mereka ketika ketemu dengan guru sejati (sejatidiri) menganggap sudah sempurna perjalanan spritualnya, sehingga mereka meninggalkan Sholat, karena menganggap sudah makrifat, padahal ketika seseorang ketemu dengan guru sejati itu masih tahap dasar makrifat dan masih panjang perjalanan berikutnya.
Cukup sekian pembahasan tentang guru sejati, Insya Allah lain kali saya akan menulis tentang sholat dengan guru sejati, sehingga antara syareat dan hekekat bisa bersatu padu.
Salam🙏

Tidak ada komentar:

Posting Komentar