Laman

Rabu, 13 Agustus 2014

ISTIQOMAH


“Ilmu ini bisa kalian hapal dalam semalam, ilmu dari awal suluk sampai kaji suluk terakhir bisa kalian dapatkan hanya dalam semalam, akan tetapi untuk bisa duduk ilmu itu dalam diri kalian, memerlukan waktu yang lama, kalian harus istiqamah dalam mengamalkannya”. (Guru Sufi)
Tulisan ini saya tulis untuk menyambut malam jum’at yang penuh berkah, penuh dengan kemulyaan di mana para hamba Allah dengan suka cita mendatangi Lingkaran Zikir yang dinamakan oleh Nabi sebagai “Taman-Taman Surga” di muka bumi. Mendatangi taman surga sama dengan mendatangi surga karena antara taman dengan surga tentu tidak terlalu jauh letaknya.
Kalau kita renungkan lebih dalam, kenapa kita harus rajin beribadah, rajin zikir, rajin bertawajuh terutama setiap malam Jum’at, sebenarnya apa yang kita cari dan harapkan? Motivasi apa yang membuat kita rajin melakukan semua itu? Mengharapkan pahala kah? Atau imbalan-imbalan duniawi yang di dapat akibat aktifitas-aktifitas tersebut.
Tentang hal ini, saya pernah ditanya langsung oleh Yang Mulia Guru saya tercinta, “Kenapa orang mau bersusah payah dzikir, ubudiah, sedekah dan segala amalan lain, padahal semua yang dilakukan itu tidak meng-enak-kan”. Saya terdiam dan tidak bisa menjawab, kemudian Beliau melanjutkan, “Dzikir itu tidak enak, ubudiyah itu tidak menyenangkan, puasa lebih lagi tidak menyenangkan, yang di cari oleh mereka yang melakukannya adalah KASIH SAYANG NYA!”.
Kasih Sayang Allah lah yang diharapkan oleh para pencari dan para pecinta, hanya Allah semata yang mereka harapkan, tidak lebih dari itu. Istiqamah mereka dalam dzikir dan ibadah adalah semata-mata mengharapkan kasih sayang Allah, menimbulkan rasa rindu dan cinta dalam hati dan itu tidak akan bisa dibeli dengan apapun.
Di awal tulisan ini saya mengutip ucapan Guru Sufi tentang istiqamah, bahwa amalan amalan dalam terekat itu mudah di dapat, sudah banyak ditulis baik dalam kitab tasawuf klasik maupun karya-karya modern, mengupas dengan tuntas amalan-amalan yang di lakukan mulai dari awal sampai akhir. Namun, apakah semua amalan itu bisa berbekas di hati, bisa “duduk” dalam diri si pengamal, ini yang menjadi persoalan.
Orang yang membaca semua kaji-kaji tarekat, mulai dari amalan suluk sampai dengan maqam-maqam yang harus dilewati oleh seorang murid, kemudian merasa sudah sampai kepada kaji dan amalan tersebut ibarat orang yang belum pernah mengandung tapi sudah merasa memiliki anak. Memberikan nama anak apa susahnya, tapi melewati proses anak itu hadir, mulai dari awal kandungan sampai proses melahirkan sangat sulit diceritakan dengan kata-kata.
Guru mengatakan, “Menghapal amalan suluk tapi belum sampai amalan itu dalam dirinya ibarat anak diberi nama dulu baru lahir dan lebih lucu lagi anak tersebut sudah diberi gelar sebelum anak tersebut lahir”.
Seorang anak belum ada, belum lahir bahkan belum berada dalam kandungan, kemudian diberi nama serta lengkap dengan gelar sarjana atau gelar professor, persis seperti itulah yang dilakukan oleh para pembaca ilmu tarekat atau belajar ilmu tawawuf dari buku tanpa berguru. Hasilnya anak imajiner, gelar imajiner dan semua imajiner, hanya ada dalam alam pikirannya.
Ilmu Tarekat atau Ilmu Tasawuf tidak bisa didapat hanya dengan membaca saja, inti dari tarekat adalah menjalankan metode yang telah dikenalkan oleh Rasulullah SAW dan telah terbukti bisa membuat umma di zaman itu bermakrifat, metode ini kemudian di ulang lagi seperti yang dilakukan oleh Rasul dan tentu hasilnya akan sama dengan syarat di bawah bimbingan Guru Yang Sudah mendapat izin dari Rasulullah SAW lewat Guru Sebelumnya sehingga dia bisa membimbing para murid sebagaimana Rasulullah SAW membimbing ummat di zaman Beliau hidup.
Kunci dari ilmu tarekat bukan pada hasil, bukan pada kehebatan dan kekeramatan, itu hanya efek samping dari pengamalan ilmu tarekat, kunci utama adalah ISTIQAMAH, amalan yang dilakukan secara berkesinambungan, dzikir pagi dan petang, mengingat Allah 24 jam tanpa putus, tentu setelah mendapatkan metode dan rahasinya, kalau belum mendapatkan rahasinya bagaimana mungkin bisa mengingat Allah 24 jam, kapan tidur, kapan pula makan dan bekerja. Maka Rasulullah mengatakan bahwa pekerjaan paling sulit (mustahil) adalah mengingat Allah (Bagi yang belum mengetahui Rahasia) dan perkerjaan paling mudah adalah mengingat Allah (bagi yang sudah mengetahui Rahasianya).
Jadi, aktifitas dzikir baik sendiri maupun berjamaah itu merupakan bagian dari istiqamah dan dengan istiqamah itulah kita akan mendapatkan kasih sayang Allah, mendapatkan makrifat kepada-Nya, abadi memandang wajah-Nya dari dunia sampai akhirat kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar