Laman

Kamis, 21 Mei 2015

MENJAGA HATI PARA GURU


Alloh berfirman menerangkan kisah Nabi Musa AS bersama Nabi Khidir AS :
قال له موسى هل أتبعك علَى ان تعلمني مما علمْت رشدا
Musa berkata kepada Khidir ,, “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar diantara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu ?” (QS Al-Kahfi 66)
Berkata Imam al Junaid, Ketika Nabi Musa AS ingin bersama Nabi Khidir AS, maka Nabi Musa AS disyaratkan untuk menjaga kesopanan yang telah disepakati dengannya. Syarat ini berkaitan dengan permintaan izin Nabi Musa AS untuk diperbolehkan bersahabat dengan Nabi Khidir AS, kemudian Nabi khidir AS memberikan syarat kepada Nabu Musa AS utuk tidak menentang atau memprotes keputusannya. Kemudian ketika Nabi Musa AS tidak menepati peraturan yang pertama dan kedua, maka kekeliruan Nabi Musa AS ini dimaafkan. Akan tetapi ketika pelanggaran itu sampai ketiga kalinya, tiga merupakan batas terakhir, maka Nabi Khidir AS memutuskan untuk berpisah dengannya seraya mengatakan,
هذا فراق بيني وبينك
“Inilah perjalanan antara aku dan kamu”. (QS Al-Kahfi 78).
RasuluLlah SAWW bersabda, “Tidaklah anak muda memuliakan seorang guru karena umurnya, melainkan Alloh akan mentakdirkannya di masa tuanya dengan dijadikan orang lain yang akan berganti menghormati (memuliakannya).”
Syaikh Abu Ali Ad-Daqaq RahimahuLlah berkata, “awal setiap perpisahan adalah karena adanya pelanggaran, yakni orang yang melanggar gurunya sehingga ia tidak lagi tetap pada thariqah (jalan) gurunya dan hubungan antara keduanya menjadi terputus, walaupun keduanya berada dalam satu tanah. Barang siapa yang bersahabat dengan seorang syaikh atau guru kemudian menentangnya dengan hatinya, maka ia telah merusak perjanjian hubungan murid dengannya, dan ia wajib bertobat”.
Berkata seorang Syaikh, “Menentang guru tidak ada taubatnya (secara sempurna)”.
Syaikh Abu AbdruRrahman As-Sulami berkata, “Saya pernah keluar menuju Marwa di saat guru saya Al-Ustadz Abu Sahal Ash-Sha’luki masih hidup. Sebelum saya keluar beberapa hari yang lalu, dia mengadakan majlis pembacaan Al-Qur’an dan khataman. Ketika pulang, saya melihat dia sedang menggantikan majlis ini dan mengadakan pembicaraan dengan Abul Ghaffani pada saat itu. Saat itu hati saya merasa tidak setuju dan bergumam dalam diri saya sendiri, “Dia telah menggantikan majlis khataman dengan majlis pembicaraan”. Di hari yang lain, guru saya berkata kepada saya, “Wahai Abu AbduRrahman, apa yang dikatakan orang-orang tentang saya ?” Jawabku, “Mereka mengatakan bahwa tuan guru telah menggantikan majlis khataman Al-Qur’an dengan majlis pembicaraan”. Lalu Ustadz Abu Sahal Ash-Sha’luki menjawab dengan menjelaskan, “Barang siapa yang berkata kepada gurunya dengan mengatkan mengapa atau untuk apa, maka ia tidak akan beruntung selamanya”.
Telah diketahui bersama bahwa Al-Junaid berkata, “Saya pernah datang kepada Sarry As-Saqthi di suatu hari. Dia menyuruh saya untuk mengerjakan sesuatu, dan saya melaksanakannya dengan cepat. Ketika saya kembali kepadanya, ia memberi saya selembar kertas dengan berkata,” Inilah tempat pelaksananamu tentang keperluan saya yang kamu laksanakan dengan cepat”. Kemudian saya membaca tulisan kertas tersebut yang ternyata tertulis : “Saya mendengar seorang penggiring onta mendendangkan lagu di lembah :
Saya menangis
Tahukah kamu apa yang menyebabkan aku mnangis ?
Saya menangis karena takut kamu akan meninggalkanku
Dan takut kamu akan memutuskan tali hubunganku
Serta kamu biarkan aku hidup sendiri.
Diriwayatkan dari Abul Hasan Al-Hamdani Al-Alawi yang berkata, “Di suatu malam saya berada di tempat Abu Ja’far Al-Khuldi, saya diperintahkan untuk menggantungkan burung di sangkar di rumah saya, maka saya mengikuti petunjuknya. Kemudian Ja’far berkata kepadaku,, ‘Bangunkanlah di waktu malam’. Maka sayapun mengajukan suatu alasan (pertanyaan kepadanya) kemudian pulang ke rumah dan mengeluarkan burung dari sangkarnya. Burung itu berhenti di hadapan saya. Tiba-tiba muncul seekor anjing yang masuk lewat pintu , membawa burung tersebut ketika orang-orang yang hadir lengah. Ketika pagi hari tiba, saya datang kepada Ja’far. ketika dia melihatku, dia berkata, “Barang siapa tidak menjaga perasaan para guru maka Alloh akan menyuruh anjing untuk menyakiti (mengganggunya).”
AbduLlah ar-Razy telah mendengar Abu Utsman Said Al-Hirri menerangkan sifat Muhammad bin Al-Fadhal Al-Balkhi dan memujinya. AbduLlah ingin sekali mengunjunginya. Ketika mengunjunginya, hati AbduLlah tidak terkesan dengan Muhammad bin Al-Fadhal sebagimana yang diduga sebelumnya karena itu, AbduLlah kembali kepada Abu Utsman.
“Bagaimana kamu dapati dia ?”Tanya Abu Utsman.
“Saya menemuinya tidak seperti yang saya kira”. Jawab AbduLlah
“Karena kamu menganggap kecil (meremehkannya) . ketahuilah tidak seorangpun yang meremehkan orang lain melainkan ia akan dihalangi faedah darinya, karena itu kembalilah kepadanya dengan penuh penghormatan”.
AbduLlah akhirny kembali kepada Muhammad bin Al-Fadhal Al-Balkhi, dan dalam kunjungnnya itu dia membawa banyak manfaat.
Ustadz Abu Ali Ad-Daqaq berkata, “Ketika penduduk Balkh mengusir Muhammad bin Al-Fadhal dari daerahnya, dia mendoakan mereka, “Ya Alloh hilangkanlah kejujuran dari mereka.” Maka di daerah Balkh sesudah itu tiada seorangpun yang bisa dipercaya’”.
Ahmad bin Yahya Al-Abiwardi rahimahuLlah berkata.”Barangsiapa yang diridhai gurunya maka sepanjang hidupnya tidak dibalas (kejelekan) oleh Alloh agar rasa ta’zimnya kepada gurunya tidak hilnag. Ketika guru itu telah meninggal, maka Alloh menampakkan balasan keridhaan gurunya. Barang siapa yang gurunya tidak meridhainya maka maka selama hidup guru itu tidak diberi balasan oleh Alloh agar guru tersebut tidak menaruh belas kasihan kepdanya. Sesungguhnya para guru diciptakan sebagai orang-orang yang mulia. Ketika guru itu telah meninggal, maka murid tersebut akan memperoleh balasannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar