Laman

Rabu, 20 April 2016

MENINGGALKAN DERAJAT HEWANI (Kedai Sufi Kang Luqman)


Dulkamdi ngelamun panjang, sampai tak karuan. Betapa tidak? Sapi yang ia pelihara sejak setahun yang lalu, kini harganya tetap sama saja, gara-gara menjamurnya daging sapi import dari luar negri. Produk dalam negri anjlok lagi, sehingga harga sapi untuk ritual qurban sangat murah.
“Kamu mestinya bersyukur Dul, banyak orang yang berqurban berduyun-duyun. Alias dengan rombongan,,,,” tegur Pardi.
“Maksudmu?”
“Lah iya, kalau orang berqurban sapi kan bias dinaiki tujuh orang. Nah, sekarang harga sapi murah, berarti kamu turut menolong banyak ummat Dul.”
“Ya, tapi….?”
“Tapi? Tidak ada tapi-tapian Dul.”
Dulkamdi terdiam. Kang Saleh hanya senyum-senyum. Ada terbesit wajah gembira di raut mukanya.
“Idul Adha ini sampean qurban sapi juga Kang?”
“Kalau perlu semua binatang kita qurbankan Di. Nggak bias kambing, ayam juga boleh, burung juga boleh. Telor juga boleh….”
Dua sahabat kaget bukan main atas ucapan Kang Saleh.
“Masa qurban selain kambing dan sapi, kerbau, boleh Kang?”
“Menurut pendapat beberapa ulama boleh. Yang penting binatang halal. Dan yang lebih penting adalah ketaqwaan dibalik qurban itu sendiri. Karena nama-nama Allah, takbir dan tahmid berkumandang disana….”
“Wah, kalau begitu saya akan menyembelih rusa saja…ha…ha.,..ha…”
“Begini, kita renungi saja betapa binatang saja rela demi Allah untuk diqurbankan. Binatang itu ingin sekali naik derajatnya, karena bias saja para binatang itu sudah bosan hidup dalam kehewanan nafsunya. Ia rela dimakan manusia, ummat Islam, agar derajatnya naik dari binatang menjadi daging yang dimakan manusia, lalu nanti jadi daging manusia, kelak diakhirat dipanggil dengan panggilan manusia, bukan wedus, bukan kebo, bukan sapi….”
“Wah, jangan terlalu kontroversiallah kan, kalau berpendapat….!” Protes Pardi.
“Ya tidak controversial? Lah wong mereka disembelih dengan basmallah dan takbir. Mestinya kita belajar dari para binatang itu, kerelaan mereka untuk dialirkan darah kebinatangannya. Kenapa kita tidak? Kenapa kita simpan kebinatangan kita, syahwat kita, nafsu-nadsu kita? Sadisme kita? Bukankah itu semua merupakan kebinatangan kita? Nah, ayo ramai-ramai kita alirkan darah kebinatangan kita biar terkubur, dan kelak kita lahir menjadi hamba Allah yang merdeka bersama tasbih, takbir dan tahmid.”
Dulkamdi semakin bergairah, dan seketika hilang kelesuannya, bahkan kalau perlu sapinya akan dijual lebih murah, siapa tahu, ia turut membantu orang yang ingin menyembelih hawa nafsunya, dan seluruh derajat rendah hinanya.
Takbir bersahutan diangkasa, menusuk langit menggugah seluruh kealpaan. Kita memang terus-menerus menakbiri nafsu kita yang sombong dan egois. Kita menakbiri angkara murka dan kejahatan dalam diri kita. Kita meneriakkan takbis kebusukan demi kebusukan dalam sukma kita. Kita menakbiri segala hal selain Allah. Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahil hamb….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar