Laman

Kamis, 25 Mei 2017

MEMAHAMI HILAL, HISAB DAN RUKYAT SEBAGAI PENENTU AWAL BULAN HIJRIYAH

Alhamdulillah, sebentar lagi fajar Ramadhan akan kembali menyingsing. Mari kita sambut dengan suka cita bulan suci yang penuh dengan rahmat dan ampunan Allah azza wa jalla. Sujud syukur kita karena kita masih disampaikan-Nya pada Ramadhan tahun ini. Marhaban yaa Ramadhan.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, penentuan awal Ramadhan selalu menjadi trending topic dikalangan umat Islam dikarenakan seringnya terjadi perbedaan waktu yang ditetapkan oleh pemerintah melalui sidang Itsbat dengan beberapa ormas Islam (misalnya Muhammadiyah) yang telah terlebih dahulu menetapkan awal Ramadhan. Perbedaan waktu ini disebabkan oleh perbedaan cara menentukan waktu yaitu dengan metoda hisab dan rukyat. Sebagai umat Islam, sepatutnya kita mengetahui metoda-metoda penentuan waktu tersebut.

A. HILAL

Hilal adalah penampakan bulan yang paling awal terlihat menghadap bumi setelah bulan mengalami konjungsi/ijtimak.

Bulan awal ini (bulan sabit tentunya) akan tampak di ufuk barat (maghrib) saat matahari terbenam.

Ijtimak/konjungsi adalah peristiwa yang terjadi saat jarak sudut (elongasi) suatu benda dengan benda lainnya sama dengan nol derajat.
Dalam pendekatan astronomi, konjungsi merupakan peristiwa saat matahari dan bulan berada segaris di bidang ekliptika yang sama. Pada saat tertentu, konjungsi ini dapat menyebabkan terjadinya gerhana matahari.

Hilal merupakan kriteria suatu awal bulan. Seperti kita ketahui, dalam Kalender Hijriyah, sebuah hari diawali sejak terbenamnya matahari waktu setempat, dan penentuan awal bulan (kalender) tergantung pada penampakan hilal/bulan. Karena itu, satu bulan kalender Hijriyah dapat berumur 29 hari atau 30 hari.

“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal. Katakanlah: “Hilal itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji…” [QS. Al Baqarah (2):189]

B. HISAB

Secara harfiyah bermakna ‘perhitungan’.

Di dunia Islam istilah ‘hisab’ sering digunakan sebagai metode perhitungan matematik astronomi untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi.

Penentuan posisi matahari menjadi penting karena umat Islam untuk ibadah shalatnya menggunakan posisi matahari sebagai patokan waktu sholat.

Sedangkan penentuan posisi bulan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam Kalender Hijriyah. Ini penting terutama untuk menentukan awal Ramadhan saat orang mulai berpuasa, awal Syawwal saat orang mangakhiri puasa dan merayakan Idul Fithri, serta awal Dzulhijjah saat orang akan wukuf haji di Arafah (9 Dzulhijjah) dan hari raya Idul Adha (10 Dzulhijjah)

“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” [WS.Yunus (10): 5]

“Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.” [QS. Ar-Rahmaan (55): 5]

C. RUKYAT

Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang pertama kali tampak setelah terjadinya ijtimak. Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti teleskop.
Aktivitas rukyat dilakukan pada saat menjelang terbenamnya matahari pertama kali setelah ijtimak (pada waktu ini, posisi Bulan berada di ufuk barat, dan Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari). Apabila hilal terlihat, maka pada petang waktu setempat telah memasuki tanggal 1.

Perihal penentuan bulan baru, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberi perhatian khusus pada Sya’ban dan Ramadhan

Hadits dari Abi Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata :

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya (hilal bulan Syawal). Jika kalian terhalang awan, maka sempurnakanlah Sya’ban tiga puluh hari.” (HSR. Bukhari 4/106, dan Muslim 1081).

D. CARA PENENTUAN AWAL BULAN KALENDER HIJRIYAH

Di Indonesia, terdapat beberapa kriteria yang digunakan baik oleh pemerintah maupun organisasi Islam untuk menentukan awal bulan pada Kalender Hijriyah:

D1. Rukyatul Hilal

Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan (kalender) berjalan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari. Metode ini yang dipakai oleh Nahdlatul Ulama (NU).

D2. Wujudul Hilal

Hisab Wujudul Hilal (juga disebut ijtimak qoblal qurub). Kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan prinsip: Jika pada setelah terjadi ijtimak (konjungsi), Bulan terbenam setelah terbenamnya matahari, maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) Bulan saat Matahari terbenam.

Metode inilah yang dipakai oleh Muhammadiyah dalam menentukan awal bulan hijriyah.

D3. Imkanur Rukyat MABIMS.

Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah.
Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:

Pada saat matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas cakrawala minimum 2°, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-Matahari minimum 3°, atau
Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung sejak ijtimak.

Di Indonesia, secara tradisi pada petang hari pertama sejak terjadinya ijtimak (yakni setiap tanggal 29 pada bulan berjalan), Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Hisab Rukyat (BHR) melakukan kegiatan rukyat (pengamatan visibilitas hilal), dan dilanjutkan dengan Sidang Itsbat, yang memutuskan apakah pada malam tersebut telah memasuki bulan (kalender) baru, atau menggenapkan bulan berjalan menjadi 30 hari. Di samping metode Imkanur Rukyat di atas, juga terdapat kriteria lainnya yang serupa, dengan besaran sudut/angka minimum yang berbeda.

D4. Rukyat Global

Kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang menganut prinsip bahwa: jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum melihatnya. Metode ini biasa digunakan oleh Hitsbut Tahrir Indonesia (HTI).

D5. Hisab Munjid

Hisab Munjid biasa dilakukan oleh jamaah tarekat Naqsabandiyah yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia.

Menggunakan perhitungan munjid, tanggal 1 Rajab dihitung ketika bulan berdiri tepat di atas ubun-ubun di waktu maghrib. Bila sesuai, maka hari itu dihitung awal Rajab. Bila kurang yakin, perhitungan dilakukan dengan melihat bulan penuh di waktu subuh. Kalau pas di atas ubun-ubun, maka hari itu adalah hari ke-15 Rajab.

Perhitungan yang sama dilakukan juga selama Syaban. Setidaknya dilakukan empat kali pengecekan bulan, yaitu sekali pada awal, dua kali pada pertengahan dan sekali di akhir Syaban.

Dari situ perhitungan menjadi lebih mudah. Oleh Tarekat Naqsabandiyah perhitungan penanggalan Hijriah selalu menggunakan sistem genap-ganjil. Artinya Rajab selalu dihitung genap atau 30 hari dan Sya'ban selalu dihitung ganjil, 29 hari. Hal ini berarti jumlah hari di Bulan Ramadhan akan selalu 30 hari.

E. AWAL RAMADHAN 2017 (1438 H)

Ijtima’ akhir bulan Sya’ban 1438 H. terjadi pada :

Hari/Tanggal : Jum’at Legi, 26 Mei 2017
Waktu : 02.46.15 WIB.
Tinggi hilal mar'iy: 7°37'45”
Tinggi hilal haqiqi : 8°38’26’’ (di atas 2°)
Lama hilal : 00.34.34 Jam.

Maka, 1 Ramadhan 1438 H. jatuh pada :

Hari : Sabtu Pahing
Tanggal : 27 Mei 2017 M.

Insya Allah, tidak ada perbedaan awal Ramadhan antara Metode Rukyat dengan Hisab tahun ini, karena tinggi hilal diatas 4° menurut semua system hisab. Posisi hilal ini, insya Allah dapat terlihat dengan jelas dengan pengamatan metode rukyat.

Marhaban yaa Ramadhan!.

Selamat menyambut kehadiran Bulan Suci Ramadhan, Puasa Lahir-Bathin, Puasa Fiqih-Puasa Tasawuf.

Wallahu'alam bisshawwab


Tidak ada komentar:

Posting Komentar