Laman

Rabu, 09 Agustus 2017

APA ITU KHILAFAH?

Khilafah berasal dari kata al-khalfu – khalafa – yakhlufu yang berarti belakang lalu berkembang menjadi khalfun, kholifah, Khilafah, khalaif, dan khulafa. Didalamnya terkandung makna pengganti generasi, pemimpin dan pewaris bumi. Kha-la-fa dalam arti kepemimpinan terdapat dalam Al-Qur’an dengan makna generasi pengganti (QS Al-Araf : 69, QS Maryam : 59). Suksesi generasi dan kepemimpinan (QS Al An’am : 165, QS Yunus : 14 dan 73, QS Al-Fatir : 39). Setelah memaparkan berbagai dalil Syekh Abdul Majid Al-Khalidi mendefinisikan Khilafah secara syar’i adalah “Khilafah didefinisikan sebagai kepemimpinan umum bagi kaum muslimin secara keseluruhan didunia untuk menegakkan hukum-hukum syara serta mengemban dakwah Islam keseluruh dunia” (Qowaid Nidzam Al-hukum fii Al Islam hal 238)
Jama’ah atau Khilafah menurut Syekh Abdul Qodir Hasan Baraja adalah wadah bagi kehidupan bersama seluruh kaum muslimin dimuka bumi untuk melaksanakan ajaran Islam dengan seorang Imam/Kholifah/Amirul mukminin sebagai pemimpin (Gambaran Global Pemerintahan Islam hal 73).
Berkhilafah berarti kita melaksanakan kewajiban beruIil amri minkum. Allah SWT mewajibkan setiap orang beriman untuk taat kepada Alloh, Rasulullah, dan Ulil amri minkum. Sebagaimana firman-Nya ( Q.S. 4 : 59 )
Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Alloh dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Ketika Rasulullah masih hidup ulil amri kaum muslimin adalah Rosulullah saw, dan setelah Rasulullulah SAW wafat, ulil amri kaum muslimin adalah Kholifah Abu Bakar Ash Shiddiq ra, setelah beliau wafat digantikan oleh Umar bin Khotob ra sebagai Kholifah atau Amirul mu’minin dan seterusnya. Jadi menurut praktek Rasulullah saw dan para sahabatnya, bahwa ulil amri minkum setelah Rasullulah tiada adalah para kholifah atau amirul muminin. (Sebaik-baik tafsir Al Qur’an adalah yang telah dipraktekan oleh Rasululullah saw dan para sahabatnya). Selanjutnya data dan fakta sejarah menunjukan bahwa, berabad-abad kepemimpan kaum muslimin senantiasa di pegang oleh para Kholifah/Amirul Muminin, (lihat daftar nama urutan nama para Kholifah seterlah wafatnya Rasullullah saw).
1. Benarkah Ulama adalah Ulil Amri Minkum karena Ulama adalah pewaris para Nabi?
Ketika Rasulullah wafat, banyak para sahabat yang berilmu ( Ulama ) di antaranya Ibnu Abas, Abu Hurairah, Ibnu Mas’ud, dan lain-lain. Namun kaum kuslimin saat itu tetap berusaha mengangkat seorang pemimpin untuk menjadi ulil amri kaum muslimin, andai kata ulama adalah ulil amri minkum maka kaum muslimin saat itu tidak perlu lagi berusaha mengangkat seorang kholifah, karena saat itu sudah banyak para ulama yang menjadi ulil amri mereka. Memang seorang ulil amri minkum seharusnya seorang ulama, namun tidak semua ulama adalah ulil amri minkum.
2. Apakah Khilafah sama dengan Negara
Khilafah adalah wadah bersatunya kaum muslimin yang bersifat universal dan tidak dibatasi oleh wilayah teritorial, sedangkan negara adalah sistem pemerintahan yang tidak bersifat universal dan dibatasi oleh daerah teritorial. Pemimpin dalam sistem Khilafah adalah Kholifah/Amirul Mukminin sedangkan negara pemimpinnya seorang Presiden (Kepala Negara).
3. Apakah syah Kekholifahan tanpa menguasai wilayah kedaulatan?
Pertama : Berkhilafah adalah melaksanakan perintah Alloh untuk berulil amri minkum, dalam Al-Qur’an (QS 4:59), dalam ayat tersebut berulil Amri Minkum tidak dipersyaratkan harus memiliki wilayah kedaulatan. Adapun syarat berulil amri minkum pada ayat tersebut adalah beriman kepada Alloh dan hari akhir. Demikian pula tidak dijumpai dalam hadits bahwa syarat ber-ulil amri minkum harus memiliki wilayah kedaulatan.
Kedua : Ber-Khilafah adalah melaksanakan perintah bersatu (berjama’ah) dalam sistem khilafah. Jika khilafah harus dipersyaratkan dengan adanya wilayah kedaulatan, adakah dalil Al-Qur’an dan Ash-Sunnah yang menyuruh kita bersatu setelah memiliki kekuasaan daulah atau dengan kata lain apakah kita boleh berpecah belah sebelum memiliki wilayah kedaulatan. Rasulullah ketika memimpin ummat diawali tanpa memiliki wilayah kedaulatan begitulah Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah pun memulainya tanpa wilayah kedaulatan.
4. Apakah syah seorang Kholifah yang tidak memberlakukan hukum hudud (syariat Islam) secara kaffah?
Melaksanakan syariah dalam Islam dituntut sesuai kemampuan, contohnya seorang suami harus melaksanakan syariat Islam di rumah tangganya. jika dalam kondisi tertentu dia tidak mampu melaksanakan syariah kepada anak istrinya apakah dia tidak sah menjadi seorang suami (kepala rumah tangga). Begitu pula seorang kholifah ia tetap syah sebagai kholifah jika karena situasi kondisi dia belum mampu untuk memberlakukan syariah secara kaffah.
5. Apakah dalam pelaksanaan system Islam ada pemisahan antara Ulama dan Umaro?
Sistem khilafah adalah menggabungkan dua unsur kepemimpiman dalam satu kesatuan. Seorang kholifah mestinya ulama dan ketika dia memimpin dibantu oleh para ulama.
6. Ada kelompok dakwah yang juga mencita-citakan kekhilafahan, Apakah Khilafah itu sebuah sarana ataukah sebuah tujuan (cita-cita) ?
Cita-cita atau tujuan seorang muslim adalah mencari ridho Alloh swt, dan Khilafah adalah sarana untuk mencari ridho Alloh karena itu khilafah bukan dicita-citakan tapi diamalkan.
7. Apakah yang dimaksud dengan khilafah ‘ala minhajinnubuah ?
Khilafah ‘ala minhajinnubuwah adalah khilafah yang mengikuti metode kenabian sebagaimana sabda Rasulullah saw “Setelah masa Nubuwah selesai akan terjadi masa Khilafah Ala minhajin nubuwah, kemudian terjadi Mulkan Adlon, kemudian Mulkan Jabariyatan, bam setelah itu kembali lagi kepada Khilafa Ala minhajin Nubuwah” (HR. Ahmad)
Methode kenabian ada dalam dua masa : pertama masa disaat lemah dan kedua masa disaat kuat (disaat telah mendapat dukungan mayoritas umat). Khulafaurrasyidin adalah wujud pelaksanaan khilafah ‘ala minhajin nubuwah dimasa kuat dan Khilafatul Muslimin saat ini berusaha mengikuti methode kenabian (minhajin nubuwah) disaat lemah.
8. Apakah pengangkatan seorang kholifah harus menunggu munculnya seorang Imam Mahdi?
Rasululloh saw dalam haditsnya menjanjikan akan turunnya Imam Mahdi diakhir zaman tetapi tidak ada nash dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menyatakan untuk berlllil amri minkum (berkhilafah) harus menunggu Imam Mahdi.
9. Apakah mustahil ummat Islam bersatu karena Rasulullah meramalkan ummat Islam akan berpecah belah menjadi 73 golongan?
Bersatu adalah perintah Alloh tentu Alloh tidak memerintahkan sesuatu yang mustahil. artinya ketika ummat Islam berpecah belah dan Alloh memerintahkan kita untuk bersatu, apakah kita termasuk orang yang mau bersatu dalam sistem yang haq (khilafah) ataukah kita memilih berpecah belah.
10. Bukankah khilafah juga sebuah firqoh sementara membanggakan firqoh adalah ta’asub golongan (asyobiyah) yang dilarang Alloh swt?
Dalam Islam hanya ada dua golongan : golongan Alloh (Hizbullah) dan golongan syetan (hizbussyaithan) menurut Islam golongan Alloh hanya ada dua yaitu: sistem kenabian dan sistem khilafah. Seorang mukmin wajib bangga dengan khilafah sebagai sistem yang disyariatkan Alloh, sehingga membanggakannya berarti membanggakan syariat Alloh sehlngga tidak ashobiyyah.
11. Apakah syah pengangkatan seorang kholifah manakala tidak diangkat dan diakui oleh mayoritas ummat atau ulama?
Menurut Abdul Qodim Zallum dalam bukunya “Sistem Pemerintahan Islam” jika belum terangkat seorang kholifah dimuka bumi karena wajibnya keberadaan seorang kholifah maka meskipun diangkat oleh sekelompok orang maka hukumnya tetap sah.
Menurut Syekh Abdullah bin Umar bin Sulaiman dalam kitabnya “Imamatul Uzma” ketika para ulama yang akan menegakkan khilafah sulit untuk dikumpulkan maka keberadaan khilafah tidak harus menunggu adanya ahlul hali wal aqdi, namun dapat dilakukan oleh ahlul ikhtiyar yaitu sekelompok orang yang berusaha sungguh-sungguh untuk menegakkan khilafah karena ijmaa ulama menyatakan bahwa ketiadaan kholifah hanya boleh tiga hari sebagaimana yang dipraktekkan para sahabat nabi dalam pengangkatan Kholifah Abu Bakar Ash Shiddiq setelah Rasulullah saw wafat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar