Laman

Kamis, 06 April 2023

Muraqabah Mutlaq

 Muraqabah Mutlaq adalah lanjutan tehnik dzikir Nafi Isbat, Muraqabah Mutlaq adalah menjaga hati dari segala hal bermacam – macam rasa atau lintasan hati yang terlintas, seperti was – was dan khawatir
walaupun hal baik atau buruknya suatu hal keadaan seseorang hamba saat bertafakkur kepada tuhannya, pengamalan muraqabah ini seseorang hamba tidaklah perlu mengerjakan dzikir, tetapi tertibnya hanya perlu mengheningkan akan keberadaan hati dan pikirannya serta berniat hanya tertuju kepada Allah Swt saja, caranya duduk tafakkur dalam waktu yang tidak terbatas sambil mengintai bahwa i’tikad pada diri kita secara lahir dan bathin yakin bahwa di lihat oleh Allah Swt dan segala yang kita tuju selalu di ketahui dan di ridhaiNya. Hal ini tercantum dalam firman Allah Swt

وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِنْ قُرْآنٍ وَلَا تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلَّا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ ۚ وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَلَا أَصْغَرَ مِنْ ذَٰلِكَ وَلَا أَكْبَرَ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur’an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata .” (QS. Yunus Ayat : 61)

Bila seseorang hamba berhasil dalam pelaksanaan ini maka akan merasakan dengan haqqul yakin bahwa Allah Swt selalu memperhatikan dan bersama dengan kita di mana saja berada, jika sudah sedemikian maka akan terasalah ketenangan bathin yang tenang dan tentram, bahkan di sinilah timbul tetesan air mata pengakuan yang tulus akan kerendahan seseorang hamba di hadapan khalikNya dan menumbuhkan rasa takut kepada Allah Swt.

Dalam mengamalkan Muraqabah Mutlaq caranya adalah sebagai berikut:

1. Posisi duduk yang santai dan rileks
2. Niatkan dalam Hati agar dapat limpahan dari Allah

إِلَـهِيْ اَنْتَ مَقْصًودِيْ وَرِضَاكَ مَطْلًـوبِيْ اَعْـطِنِي مَحَبَّتـَكَ وَمَعْرِفَتَـكَ

” Wahai Tuhanku hanya Engkaulah yang kutuju, dan keridhoan-Mu yang ku cari, berikan kepada ku kemampuan untuk mencintai-Mu dan Makrifat kepada-Mu “.

3. Fokuskan di dada selama meditasi berlangsung
4. Heningkan hati, perasaan dan pikiran dalam meditasi/muraqabah ini tidak membaca apa-apa kecuali hanya hening.
5. Sugestikan diri anda secara dhohir dan bathin bahwa kita dilihat oleh Allah dan segala gerak-gerik kita diperhatikan oleh Allah.
6. Waktu lamanya meditasi ini terserah anda.
Tehnik di atas sama dengan tehnik meditasi, ketika seseorang meditasinya sudah meningkat dan mendalam, maka dalam meditasi tidak membaca atau berdzikir apapun, kecuali hanya diam, hening dan bening.

 Dalam konsep meditasi ada tiga tahapan

1. Dharana
Artinya mengendalikan pikiran agar terpusat pada suatu objek konsentrasi. Misalkan seseorang yang meditasi masih menggunakan obyek misalkan bacaan dzikir atau nafas. Kemampuan melaksanakan Dharana dengan baik akan memudahkan mencapai berikutnya.
Dzikir Ismu Dzat, Dzikir Lathaif, Dzikir Nafi Isbat tergolong pada tahapan dharana, dzikir-dzikir tersebut adalah dasar pondasi, jika hasilnya bagus dan kuat, maka dalam perjalanannya berikutnya akan mudah, karena tahapan dzikir dalam tharekot adalah sebuah sistem, antara tahap pertama dan kedua saling berkaitan.
2. Dhyana
Adalah suatu keadaan di mana arus pikiran tertuju tanpa putus-putus pada objek yang disebutkan dalam Dharana itu, tanpa tergoyahkan oleh objek atau gangguan/ godaan lain baik yang nyata maupun yang tidak nyata. Gangguan/ godaan yang nyata dirasakan oleh Panca Indria baik melalui pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa lidah maupun rasa kulit. Gangguan/ godan yang tidak nyata adalah dari pikiran sendiri yang menyimpang dari sasaran objek Dharana.
Tujuan Dhyana adalah aliran pikiran yang terus menerus kepada Tuhan melalui objek Dharana. Maharsi Patanjali menyatakan: "Tatra pradyaya ekatana dhyanam" Artinya: Arus buddhi (pikiran) yang tiada putus-putusnya menuju tujuan (Hyang Widhi). Dalam tasawuf, muraqabah Mutlak tergolong tahapan meditasi Dhyana sehingga dalam meditasi/dzikir tidak membaca apapun, kecuali hanya iam dan pasrah kepada Allah.
3. Samadhi

Samadhi adalah tingkatan tertinggi dari Astangga-yoga, yang dibagi dalam dua keadaan yaitu:

1) Sabija-samadhi, adalah keadaan di mana yogin masih mempunyai kesadaran, dan
2) Asamprajnata-samadhi, adalah keadaan di mana yogi (sang Pesuluk) sudah tidak sadar akan diri dan lingkungannya, karena bathinnya penuh diresapi oleh kebahagiaan tiada tara, diresapi oleh cinta kasih Tuhan.
Baik dalam keadaan Sabija-samadhi maupun Nirbija-samadhi, seorang yogi (sang Pesuluk) merasa sangat berbahagia, sangat puas, tidak cemas, tidak merasa memiliki apapun, tidak mempunyai keinginan, pikiran yang tidak tercela, bebas dari "catur kalpana" (yaitu: TAHU, DIKETAHUI, MENGETAHUI, PENGETAHUAN), tidak lalai, tidak ada ke-"aku"-an, tenang, tentram dan damai.
Dalam Thoriqot Naqsyabandiyah, kondisi meditasi tahap Samadhi adalah sama dengan kondsisi Muraqabah Ahdiyatul af’al. Nah, barangsiapa yang mencapai derajad maqam ini akan tentu ia bersikap segala sesuatu di pandangnya baik, karena pada dasarnya adalah perbuatan Allah Swt. semata yang di sandarkan kepada makhlukNya, segala gerak gerik pada alam ini adalah merupakan madzhar akan perbuatan (af’al) Allah Swt.

……………..فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُوْنَ

“……. maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada rasa takut bagi mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati” ( al-Baqarah : 38)

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىَ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri dan duduk, dan dalam keadaan berharing, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi sambil berkata: "Ya Tuhan kami, Engkau tidak menciptakan ini dengan sia-sia! Maha Suci Engkau! Maka peliharalah kami dari siksa neraka." (Qs. Yunus:191)

Dalam Tulisan ini sengaja saya gabungkan pembahasan antara Muraqabah Mutlaq dengan Muraqabah Ahdiyatul Af’al. Karena keduanya tehniknya sama, hanya saja dalam Muraqabah Ahdiyatul Af’al lebih dipertajam dan lebih dikuatkan ketika duduk diam dan pasrahnya.

Ada sebagian orang yang menyatakan, bagaimana jika seseorang pesuluk (pencari Tuhan) langsung memakai tehnik Muraqabah Mutlaq, yaitu duduk diam fokus di hati dan pasrah diri pada Allah tanpa membaca apapun. Jika orangnya sudah berpengalaman dalam berbagai bidang tehnik dzikir dan meditasi tidak masalah, akan tetapi bagi orang yang dasarnya belum pernah olah spritual, maka jika langsung memakai tehnik Muraqabah Mutlaq maka hasilnya adalah sia-sia, hanya rasa kantuk dan capek, sehingga menjadi malas dalam mengamalkannya.

Antara Dzikir Ismu Dzat, Dzikir Lathoif, dan Dzikir Nafi Isbat adalah ibarat sebuah jaringan komunikasi yang canggih, Dzikir Ismu Dzat adalah pancang tower agar bisa nyambung ke satelit, Dzikir Lathoif, adalah kabel-kabel cangggih untuk membangun jaringan dalam sebuah bangunan kantor, sedangkan Dzikir Nafi Isbat adalah sistem otomatisnya yang berupa software program dengan berbagai bentuk vitur yang lengkap. Nah Muroqbah Mutlaq adalah mulai fungsinya jaringan komunikasi tersebut yaitu antara makhluk dan Khalik.

Maka jika seseorang pesuluk langsung memakai tehnik dzikir muraqabah mutlaq tanpa di dasari dengan jaringan sistem lainnya, bagaimana mungkin dia bisa tersambung dan komunikasi....?
Semoga semua makhluk diberi cahaya oleh Allah.....


Literatur:
1. Syekh H. Djalaluddin, Sinar keemasan II, Persatuan Pengamal Tarikat Islam, 1987. Hal. 31 dan 32.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar