Hidup pastikan aman tenteram dunia wal akhirat kalau saja kita selalu bertafakur untuk mengingat Allah dan mengingat kehidupat akhirat, minimal 5 menit dalam sehari semalam
Minggu, 02 Februari 2014
CINTANYA TAK KAN PERNAH PADAM
Ketika Al-Musthafa berada dihadapan , kupandangi pesonanya dari ujung kaki hingga kepala, Tahukah kalian apa yang terjelma ?
….Ya ….. Cinta ! (Abu Bakar ra)
Nabi demam kembali, kini panasnya semakin tinggi. Lemah ia berbaring,
menghadapkan wajah pada Fatimah anak kesayangan. Sudah beberapa hari
terakhir, kesehatannya tidak lagi menawan. Senin itu, kediaman manusia
paripurna didatangi seorang berkebangsaan Arab dengan wajah rupawan. Di
depan pintu, ia mengucapkan salam “Assalamu’alaikum duhai para keluarga
Nabi dan sumber kerasulan, bolehkah saya menjumpai kekasih Allah?”.
Fatimah yang sedang mengurusi ayahnya, tegak dan berdiri di belakang
pintu “Wahai Abdullah, Rasulullah sedang sibuk dengan dirinya sendiri”.
Fatimah berharap tamu itu mengerti dan pergi, namun suara asing semula
kembali mengucapkan salam yang pertama.
“Alaikumussalam, hai hamba Allah” kali ini Nabi yang menjawabnya.
“Anakku sayang, tahukah engkau siapakah yang kini sedang berada di luar?”
“Tidak tahu ayah, bulu kudukku meremang mendengar suaranya”
“Sayang, dengarkan baik-baik, di luar itu adalah dia, pemusnah
kesenangan dunia, pemutus nafas di raga dan penambah ramai para ahli
kubur”. Jawaban nabi terakhir membuat Fatimah jatuh terduduk. Fatimah
menangis seperti anak kecil.
“Ayah, kapan lagi aku akan
mendengar dirimu bertutur, harus bagaimana aku menuntaskan kerinduan
kasih sayang engkau, tak akan lagi ku memandang wajah kesayangan
ayahanda” pedih Fatimah. Nabi tersenyum, lirih ia memanggil ” Sayang,
mendekatlah, kemarikan pendengaranmu sebentar”. Fatimah menurut, dan
Kekasih Allah itu berbisik mesra di telinga anaknya,
“Engkau
adalah keluargaku yang pertama kali menyusul sebentar kemudian”.
Seketika wajah Fatimah tidak lagi pasi tapi bersinar. Lalu kemudian,
Fatimah mempersilahkan tamu itu masuk. Malaikat pencabut maut berparas
rupawan itu pun kini berada di samping Muhammad.
“Assalamu’alaikum ya utusan Allah” dengan takzim malaikat memberi salam.
“Salam sejahtera juga untukmu pelaksana perintah Allah, apakah tugasmu
saat ini, berziarah ataukah mencabut nyawa si lemah?” tanya nabi. Angin
berhembus dingin.
“Aku datang untuk keduanya, berziarah dan
mencabut nyawamu, itupun setelah engkau perkenankan, jika tidak Allah
memerintahkanku untuk kembali”
“Di manakah engkau tinggalkan Jibril? Duhai Izrail?”
“Ia kutinggal di atas langit dunia”.
Tak lama kemudian, Jibril pun datang dan memberikan salam kepada seseorang yang juga dicintanya karena Allah.
“Ya Jibril, gembirakanlah aku saat ini” pinta Al-Musthafa.
Terdengar Jibril bersuara pelan di dekat telinga manusia pilihan,
“Sesungguhnya pintu langit telah di buka, dan para Malaikat tengah
berbaris menunggu sebuah kedatangan, bahkan pintu-pintu surga juga telah
dilapangkan hingga terlihat para bidadari yang telah berhias
menyongsong kehadiran yang paling ditunggu-tunggu”.
“Alhamdulillah, betapa Allah maha penyayang” sendu Nabi, wajahnya masih saja pucat pasi.
“Dan Jibril, masukkan kesenangan dalam hati ini, bagaimana keadaan ummatku nanti”.
“Aku beri engkau sebuah kabar akbar,
Allah telah berfirman, “Sesungguhnya Aku, telah mengharamkan surga bagi
semua Nabi, sebelum engkau memasukinya pertama kali, dan Allah
mengharamkan pula sekalian umat manusia sebelum pengikutmu yang terlebih
dahulu memasukinya” Jawaban Jibril itu begitu berpengaruh. Maha suci
Allah, wajah Nabi dilingkupi denyar cahaya. Nabi tersenyum gembira.
Betapa ia seperti tidak sakit lagi. Dan ia pun menyuruh malaikat izrail mendekat dan menjalankan amanah Allah.
Izrail, melakukan tugasnya. Perlahan anggota tubuh pembawa cahaya
kepada dunia satu persatu tidak bergerak lagi. Nafas manusia pembawa
berita gembira itu semakin terhembus jarang. Pandangan manusia pemberi
peringatan itu kian meredup sunyi. Hingga ketika ruhnya telah berada di
pusat dan dalam genggaman Izrail, nabi sempat bertutur, “Alangkah
beratnya penderitaan maut”. Jibril berpaling tak sanggup memandangi
sosok yang selalu ia dampingi di segala situasi.
“Apakah engkau membenciku Jibril”
“Siapakah yang sampai hati melihatmu dalam keadaan sekarat ini, duhai cinta,” jawabnya sendu.
Sebelum segala tentang manusia terindah ini menjadi kenangan, dari bibir manis itu terdengar panggilan perlahan
“Ummatku… Ummatku….”. Dan ia pun dengan sempurna kembali.
Nabi Muhammad Saw, pergi dengan tersenyum, pada hari senin 12 Rabi’ul
Awal, ketika matahari telah tergelincir, dalam usia 63 tahun.
Muhammad, Nabi yang Ummi, Kekasih para sahabat di masanya dan di
sepanjang usia semesta, meninggalkan gemilang cahaya kepada dunia.
Muhammad, pemberi peringatan kepada semua manusia, menorehkan
dalam-dalam tinta keikhlasan di lembaran sejarah. Muhammad, yang
bersumpah dengan banyak panorama indah alam:
“demi siang bila
datang dengan benderang cahaya, demi malam ketika telah mengembang, demi
matahari sepenggalah naik”, telah membumbungkan Islam kepada cakrawala
megah di angkasa sana.
Ia, Muhammad, menembus setiap gendang telinga sahabatnya dengan banyak kuntum-kuntum sabda pengarah dalam menjalani kehidupan.
Ia, Muhammad, yang di sanjung semua malaikat di setiap tingkatan
langit, berbicara tentang surga, sebagai tebusan utama, bagi setiap
amalan yang dikerjakan.
Ia, Muhammad yang selalu menyayangi
fakir miskin dan anak yatim, menggelorakan perintah untuk senantiasa
memperhatikan manusia lain yang berkekurangan. Dan Ia, Muhammad, tak
akan pernah kembali lagi.
Sungguh, Madinah berubah kelabu. Banyak manusia terlunta di sana.
Dan Aisyah ra, yang pangkuannya menjadi tempat singgah kepala
Rasulullah di saat terakhir kehidupannya, menyenandungkan syair kenangan
untuk sang penerang, suaranya bening. Syahdunya membumbung ke jauh
angkasa.
Beginilah Aisyah menyanjung sang Nabi yang telah pergi :
Wahai manusia yang tidak sekalipun mengenakan sutera,
Yang tidak pernah sejeda pun membaringkan raga pada empuknya tilam
Wahai kekasih yang kini telah meninggalkan dunia,
Kutau perutmu tak pernah kenyang dengan pulut lembut roti gandum
Duhai, yang lebih memilih tikar sebagai alas pembaringan
Duhai, yang tidak pernah terlelap sepanjang malam karena takut sentuhan neraka Sa’ir
Dan Umar r.a yang paling dekat dengan musuh disetiap medan jihad itu, kini menghunus pedang.
Pedang itu menurutnya diperuntukkan untuk setiap mulut yang berani
menyebut kekasih kesayangannya telah kembali kepada Allah. Umar tatap
wajah-wajah para sahabat itu setajam mata pedangnya, meyakinkan mereka
bahwa Umar sungguh-sungguh.
Umar terguncang. Umar bersumpah.
Umar berteriak lantang. Umar menjadi sedemikian garang. Ia berdiri di
hadapan para sahabat yang terlunta-lunta menunggu kabar manusia yang
dicinta.
Dan Abu Bakar, sahabat yang paling lembut hatinya,
melangkah pelan menuju jasad manusia mulia. Langkahnya berjinjit,
khawatir akan mengganggu seseorang yang tidur berkekalan, pandangannya
lurus pada sesosok cinta yang dikasihinya sejak pertama berjumpa. Raga
berparas rembulan itu kini bertutup kain selubung. Abu Bakar hampir
pingsan.
Nafasnya berhenti berhembus, tertahan. Sekuat tenaga,
ia bersimpuh di depan jasad wangi al-Musthafa. Ingin sekali membuka
penutup wajah yang disayangi arakan awan, disanjung hembusan angin dan
dielu-elukan kerlip gemintang, namun tangannya selalu saja gemetar. Lama
Abu bakar termenung di depan jenazah pembawa berkah.
Akhirnya,
demi keyakinannya kepada Allah, demi matahari yang masih akan terbit,
demi mendengar rintihan pedih ummat di luar, Abu bakar mengais sisa-sisa
keberanian. Jemarinya perlahan mendekati penutup tubuh suci Rasulullah,
dan dijumpailah, wajah yang tak pernah menjemukan itu. Abu bakar
memesrai Nabi dengan mengecup kening indahnya. Hampir tak terdengar ia
berucap, “Demi ayah dan bunda, indah nian hidupmu, dan indah pula
kematianmu. Kekasih, engkau memang telah pergi”.
Abu bakar menunduk. Abu Bakar mematung. Abu Bakar berdoa di depan tubuh nabi yang telah sunyi.
Dan Bilal bin Rabah, yang suaranya selalu memenuhi udara Madinah dengan
lantunan adzan itu, tak lagi mampu berseru di ketinggian menara mesjid.
Suaranya selalu hilang pada saat akan menyebut nama kekasih ‘Muhammad’.
Di dekat angkasa, seruannya berubah pekik tangisan. Tak jauh dari
langit, suaranya menjelma isak pedih yang tak henti. Setiap berdiri
kukuh untuk mengumandangkan adzan, bayangan Purnama Madinah selalu saja
jelas tergambar.
Tiap ingin menyeru manusia untuk menjumpai
Allah, lidahnya hanya mampu berucap lembut, “Aku mencintaimu duhai
Muhammad, aku merindukanmu kekasih”. Bilal, budak hitam yang kerap di
sanjung Nabi karena suara merdunya, kini hanya mampu mengenang Sang
kekasih sambil menatap bola raksasa pergi di kaki langit.
Dan, terlalu banyak cinta yang menderas di setiap jengkal lembah madinah. Yang tak pernah bisa diungkapkan.
Semesta menangis.
***
Sahabat, Sang penerang telah pergi menemui yang Maha tinggi.
Purnama Madinah telah kembali, menjumpai kekasih yang merindui.
Dan semesta, kehilangan pelita terindahnya.
Saya mengenangmu ya Rasulullah, meski hanya dengan setitik tinta pena.
Saya mengingatimu duhai pembawa cahaya dunia, meski hanya dengan selaksa kata.
Dan saya meminjam untaian indah peredam gemuruh dada, yang dilafadzkan
Hasan Bin Tsabit, salah seorang sahabat penyair dari masa mu:
Engkau adalah ke dua biji mata ini
Dengan kepergianmu yang anggun,
Aku seketika menjelma menjadi seorang buta
Yang tak perkasa lagi melihat cahaya
Siapapun yang ingin mati mengikutimu
Biarlah ia pergi menemui ajalnya,
Dan Aku,
Hanya risau dan haru dengan kepergian terindahmu
Sahabat, kenanglah Nabi Muhammad Saw, meski dalam kelenggangan yang
sempurna, agar hal ini menjadi obat ajaib, penawar dan penyembuh
kegersangan hati yang kerap berkunjung.
Agar, di akhirat kelak, dengan agung Nabi memanggil semua manusia yang senantiasa merindukan dan mencintainya.
Adakah yang paling mempesona dihadapanmu, ketika suara suci Nabi
menyapamu anggun, menjumpaimu dengan paras yang tak pernah kau mampu
bayangkan sebelumnya. Adakah yang paling membahagiakan di kedalaman
hatimu, ketika sesosok yang paling kau cinta sepenuh jiwa dan raga,
berada nyata di dekatmu dan menemuimu dengan senyuman yang paling manis
menembusi relung kalbu. Dan adakah di dunia ini yang paling menerbangkan
perasaanmu ke angkasa, ketika jemari terkasih menggapaimu untuk
memberikan naungan perlindungan dari siksa pedih azab neraka.
Adakah sahabat ???
Jika saat ini ada yang bening di kedua sudut kelopak matamu,
berbahagialah, karena mudah-mudahan ini sebuah pertanda. Pertanda cinta
tak bermuara.
Dan, ketika kau tak dapati air mata saat ini, kau sungguh mampu menyimpan cinta itu di dasar hatimu.
Salam saya, untuk semua sahabat. Mari bersama bergenggaman, saling
mengingatkan, saling memberikan keindahan ukhuwah yang telah Rasulullah
tercinta ajarkan.
Mari Sahabat !
Allohuma Solliala Muhammad …wa ala ali Muhammad ……
Untuk kemuliaan manusia termulia dan tercinta sayyidina Rasulullah Muhammad SAW
Bihurmati Habib Al fatihah
CIN
Kebenaran Surat Ar-Rahman 19-20: Dua Laut yang Tidak Pernah Bercampur
“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu.
Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.” (Q.S.
Ar-Rahman:19-20)
dua lautan yang tidak pernah bercampur, seolah-olah ada sekat atau dinding yang memisahkannya.
Subhanallah, Maha Besar Allah Yang Maha Agung. Ternyata air laut yang
tidak bercampur itu benar-benar ada. Saya sudah sering membaca ayat
tersebut, tapi masih belum tahu di mana gerangan air laut yang tidak
pernah bercampur itu. Ayat lain yang menceritakan fenomena yang sama
terdapat pada Surat Al-Furqan ayat 53 yang berbunyi:
“Dan
Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini
tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara
keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (Q.S. Al-Furqaan:53)
Dua lautan yang tidak bercampur itu terletak di Selat Gibraltar, selat
yang memisahkan benua Afrika dan Eropa, tepatnya antara negera Maroko
dan Spanyol
Dari hasil googling saya di internet, saya
menemukan penjelasan ilmiah tentang laut tersebut. Berikut hasil kutipan
saya saya dari berbagai sumber di internet:
Arus Selat
Gibraltar memang sangat besar di bagian bawahnya. Hal ini dikarenakan
perbedaan suhu, kadar garam, dan kerapatan air (density)nya. Air laut di
Laut Tengah (Mediterania) memiliki kerapatan dan kadar garam yang lebih
tinggi dari air laut yang ada di Samudera Atlantik. Menurut sifatnya,
air akan bergerak dari kerapatan tinggi ke daerah dengan kerapatan air
yang lebih rendah. Sehingga arus di selat Gibraltar bergerak ke barat,
menuju Samudera Atlantik. Lalu apakah air ini akan bercampur dengan air
di Samudera Atlantik?
TIDAK!. Lho?? Ternyata ketika air laut
dari Laut Tengah menuju Samudera Atlantik, mereka tidak mencampur.
Seakan ada sekat yang memisahkan kedua jenis air ini. Bahkan batas
antara kedua air dari dua buah laut ini sangat jelas. Air laut dari
Samudera Atlantik berwarna biru lebih cerah. Sedangkan air laut dari
Laut Tengah berwarna lebih gelap. Inilah keajaiban alam. Tidak hanya itu
yang aneh dari perilaku dari kedua air laut ini. Ternyarta, air laut
dari laut Tengah yang tidak mau bercampur dengan air laut dari Samudera
Atlantik ini menyusup dibawah air laut yang berasal dari Samudera
Atlantik. Air dari Laut Tengah ini menyusup di bawah air dari Samudera
Atlantik di bawah kedalaman 1000 meter dari permukaan Samudera Atlantik.
Bagaimana bisa terjadi?
Ceriteranya begini. Air laut dari Lautan Atlantik memasuki Laut
Mediterania atau laut Tengah melalui Selat Gibraltar. Keduanya mempunyai
karakteristik yang berbeda. Suhu air berbeda. Kadar garam nya berbeda.
Kerapatan air (density) airpun berbeda. Waktu kedua air itu bertemu di
Selat Gibraltar, karakter air dari masing-masing laut tidak berubah.
Dari atas ferry yang kami naiki, masih bisa terlihat dengan jelas mana
air yang berasal dari Lautan Atlantik, dan mana air yang berasal dari
laut tengah atau laut Mediterania. Kalau dipikir secara logika, pasti
bercampur, nyatanya tidak bercampur. Kedua air laut itu membutuhkan
waktu lama untuk bercampur, agar karakteristik air melebur. Penguapan
air yang di Laut Mediterania sangat besar, sedang air dari sungai yang
bermuara di Laut Mediterania berkurang sekali. Itulah sebabnya air
Lautan Atlantik mengalir deras ke Laut Mediterania.
Arus air alut di Selat Gibraltar
Sifat lautan ketika bertemu, menurut modern science, tidak bisa
bercampur satu sama lain. Hal ini telah dijelaskan oleh para ahli
kelautan. Dikarenakan adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan
mencegah kedua air dari lautan tidak becampur satu sama lain, seolah
terdapat dinding tipis yang memisahkan mereka.
Air laut
Mediteranian, yang berwarna biru tua, menyusup sampai kedalaman 1000 m
dari permukaan laut, di lautan Atlantik, dan terus masuk sejauh ratusan
km di lautan Atlantik dan tetap tidak berubah karakteristiknya.
Subhannallah.
Saya terkagum-kagum dengan fenomena alam ciptaan
Allah SWT. Al-Quran sudah menyebutkan fenomena ini 15 abad yang lalu,
dan ilmu pengetahuan modern mengungkapkannya pada abad 20.
Maka, nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan? Maha benar Allah Yang Maha Agung.
KESADARAN RUHANI
- Bismillahirrohmaanirrohiim
Sekian lama kuberjalan tertatih tatih jatuh bangun babak belur berjuang menata laku meniiti kepahaman atas diri demi ingin mengenal, menuju dan mencintaiNYA, berharap akan ridloNYA semata.
Dalam kelelahan aku bersandar pada pohon lamunan dibawah ranting ranting pemahaman menatap ranum buah kesadaran, Maka jadilah tulisan ringan tanpa bobot namun insya Allah bermanfaat bagi pejalan ruhani pemula seperti saya ini
Kesadaran RUHaNI merupakan bentuk kesadaran tertinggi dimana gerak dan diam disetiap kedipan mata, tarikan,hembusan napas dan detak jantung ntu karena RUH dari dan yg akan kembali kepadaNYA pula. Terjaganya kesadaran RUHaNI yg demikian terus menerus insya Allah secara bertahap akan melahirkan kesadaran kesadaran baru dalam bentuk ikhlas, tawaqal, sabar, syukur dll bentuk ketaatan dan sifat sifat terpuji.
Untuk menjaga kesadaran Ruhani tersebut maka selalu berzikir disetiap kedipan mata, tarikan napas, hembusan napas dan detak jantung kita ketika duduk, berdiri, berjalan dan berbaring merupakan perintah yang wajib bagi umat islam, terutama dalam menjalankan perintah SHOLAT yang menjadi induknya bagi semua ibadah sebagaimana perintah ALLAH :”….wa aqiimi sholata li dzikri”
Sekedar menyamakan persepsi bahwa zikir itu berbeda dengan wirid, wirid (mengulang ulang suatu bacaan tertentu dengan cara tertentu) merupakan salah satu jalan atau metode mencapai zikir (ingat).
Memahami zikir secara sederhana adalah
1. mengingat perintaNya untuk dijalani,
2. mengingat laranganNya untuk dihindari,
3. mengingat ujianNya untuk disabari dan
4. mengingat nikmatNya untuk disyukuri.
Lebih dalam lagi, berzikir adalah menyatukan cipta, rasa dan karsa dalam qudrat dan irodatNya.
Kesadaran ruhani itu lebih pada merasakan (menyaksikan dengan rasa – rahsa – rahasiaNYA) bahwa diri dalam segala aktifitasnya selalu sadar dalam liputan asma sifat dan af’alNya, menyandarkan sababiyyah perbuatan manusia karena perbuatan (af’al) NYA, bukanlah perbuatan manusia yang menjadi sababiyyahnya, jadi ketika manusia berzikir sesungguhnya telah didahului oleh zikirnya ALLAH kepada manusia, amal ibadah manusia didahului oleh anugerahNya kepada manusia yang menjadi sababiyyah manusia tersebut bisa beribadah.
Zikir dengan penuh kesadaran ruhani akan berbuah cahaya keyaqinan mengendap pada diri dalam ketenangan dan kestabilan jiwa, menjadikan ia tahan uji dan tahan banting tiada rasa takut baginya karena cahaya keyaqinan senantiasa menyiram akar akar jiwanya menumbuhkan kesadaran demi kesadaran baru (Mahabbatullah) yang kian kokoh dan kuat mengikat jiwanya yang hanya mau terikat kepada sang khaliq semata, jadilah ia pantulan bagi cahayaNYA lalu memancar pada jagad dirinya menembus dan menebar keluar dari dirinya menerangi alam sekitarnya, FainsyaAllah inilah yang dimaksud dalam quran “ahli zikir bagaikan cahaya berjalan diantara umat manusia”
Kesadaran yang demikian sudah barang tentu akan menghindarkan atau paling tidak akan mengikis secara bertahap manusia dari rasa peng”aku”an (ego) yang selalu jadi hijab bagi diri untuk bertemu denganNYA. Namun dengan terkikis dan hilangnya rasa memiliki, dan rasa takut kehilangan (nb : didominasi oleh) “aku” justru akan melahirkan perilaku terpuji (al : tawadlu, ikhlas, tawaqal, syukur dan sabar) serta mensifati dirinya sebagai hamba yang faqir, hina, bodoh dan lemah tiada daya dan upaya dihadapan sang Khaliq, benarlah apa yang dikatakan para sesepuh bahwa “Bisa merasa tapi tidak merasa bisa”
Dus perilaku dan sifat demikian akan menggiringnya pada maqom yang terpuji (muhammad) dan suri tauladan bagi hamba hamba lainya. Subhanallah…
Diri berharap semoga diperjalankan sebagai hamba yang dikehendaki menjadi bagian dari hamba hambaNya yang senantiasa dianugerahi kesadarah ruhani dan jalan istiqomah menuju dan mendapatkan ridloNya. Amiin
Atas koreksi dan tambahannya serta kepada banyak saudaraku seperjalanan yang telah telaten membimbingku tak terhitung diri mengucapkan terimakasih.
Mengapa Syariat harus bermusuhan dengan Hakikat ?
Selama ini diasumsikan bahwa antara syariah dengan tasawuf merupakan
dua sisi ang selalu dihadapkan secara vis a vis. Fanatisme syariah (baca
: fuqaha) memandang haram atas praktik tasawuf dengan berbagai dalil
dan argumentasi, baik secara naql maupun nalar. Sementara para pelaku
tasawuf tidak ketinggalan dalam mengkritik para fuqaha yang hanya
melihat hitam di atas putih dan formalitas belaka, tanpa menangkap
essensi Islam. Rumor di kalangan masyarakat jawa, bahwa syaringat
(bacaan orang jawa) itu dipahami nek sare njengat atau kata Mekah
dipahami nek turu mekakah menjadi salah satu bukti kesenjangan antara
syariat dan tasawuf.
Patut dicatat, bahwa insiden al-fitnah
al-kubra yang menghantarkan jatuhnya Khalifah Ali dari ke-khilafah-an,
diganti Muawiyah merupakan sumber utama bagi perpecahan kaum muslimin
dalam berbagai sekte dan aliran.
Para analis sepakat bahwa,
peristiwa ini awalnya bersifat politis, kemudian merembet kepada wilayah
aqidah serta aspek-aspek keagamaan lainnya. Fenomena semacam ini pada
akhirnya juga mewarnai hampir semua polemik di tubuh umat Islam yang
mengatasnamakan agama.
Al-Hallaj (w. 309 H) diekskusi dengan
dakwaan menyebarluaskan ajaran hulul dalam tasawuf. Ajaran itu
diputuskan sesat oleh penguasa berdasar legitimasi para fuqaha mazhab
dhahiriy.
Penentuan sesat atas pengalaman batin al-Hallaj jelas
lebih bermuatan politis, karena keberpihakan al-Hallaj –sebagai seorang
shufi agung yang sudah tidak ada ruang untuk membenci– kepada rakyat
kecil dan kelompok marginal; seperti syiah, qaramithah serta non-muslim.
Di pula Jawa, kasus serupa dialami Syaikh Siti Jenar (Lemah Abang) yang
didakwa menyebarkan ajaran manunggaling kawula Gusti, sehingga oleh
para wali kerajaan saat itu divonis hukuman pancung. Dari sinilah
akhirnya para fuqaha yang dimotori kepentingan politis penguasa
menciptakan ketegangan yang tak berujung antara syariah dan tasawuf.
Kebebasan para shufi dalam menaungi pengalaman batinnya serba diatur
oleh hukum formal. Karena itu, image pemisahan syariah dan tasawuf pada
mulanya lebih sebagai fenomena politisasi agama yang berimbas pada
dichotomi dua unsur utama ajaran Islam tersebut oleh kalangan awam atau
dijadikan senjati bagi para penguasa untuk mempertahankan status quo.
Distingsi kedua aspek penting dalam ajaran Islam tersebut sangat
dimungkinkan, karena antara keduanya memiliki sisi yang jelas tidak
dapat dipersamakan. Bahwa tasawuf itu lebih menempati wilayah batin atau
hati, suatu daerah yang tak dapat ditembus oleh inderawi manusia.
Wilayah ini bersifat immateri yang permanen. Ia hanya dapat diteropong
melalui cahaya (nur) emanasi Tuhan ke dalam masing-masing qalbu manusia
yang hanya dapat dideteksi melalui bashirah (mata hati). Sementara,
syariah bersifat lahiriah yang legal-formal yang dapat ditangkap mata
telanjang.
Integrasi syariah dengan tasawuf dengan demikian
menjadi syarat mutlak bagi kesempurnaan seorang muslim. Syariah
merupakan elaborasi dari kelima pilar Islam, sedangkan tasawuf
berpangkal pada ajaran ihsan,
an-tabudallaha ka-annaka tarah, fa-in-lam takun tarah, fainnahu yarak,
hendaknya kalian beribadah (bersyariat) seakan-akan kamu milhat-Nya, jika tidak sesungguhnya Dia melihatmu.
Implikasinya, jika dalam syariat diwajibkan thaharah (bersuci) sebelum
melaksanakan ibadah, maka untuk mampu menembus penglihtan Tuhan, tasawuf
mewajibkan penyucian diri melalui pintu taubat.
Kemudian
apabila seorang sedang shalat; syariat mengharuskan memenuhi syarat dan
rukun, sementara tinjauan ihsan (shufistik) mengharuskan aktivitas hati
yang tulus, hudlur dan khusyu. Semakin mendalam realisasi shufistik
seseorang, pada gilirannya justeru semakin meningkatkan kualitas
ke-Islam-an dan syariah orang tersebut dalam mencapai derajat muhsin.
Di sisi lain, penguatan aspek tasawuf juga akan menjadi dinamisator
bagi jiwa seseorang. Kehadiran tasawuf mampu memicu ats-Tsaurah
ar-Ruhiyyah (revolusi jiwa) dan menjadi spirit bagi pelakunya.
Sebaliknya, syariat ibarat jalan yang akan dilalui shufi dalam
ber-revolusi, Apabila terlalu banyak hambatan dan lobangannya jangan
harap akan sampai pada terminal akhir. Secara eksplisit Allah swt sering
menyitir bahwa, wa maa khalaqtul jinna wal-insa illa li-ya buduni,
Maknanya, bahwa penciptaan jin dan manusia hanyalah untuk marifat
kepada-Nya. Marifat (pengenalan) mula-mula dengan secara inderawi
(syariah), namun setelah semakin dekat relasi inderawi saja tentu belum
cukup, maka muncullah pengalaman mahabbah (cinta), hulul, ittihad hingga
wihdatul wujud dari para shufi.
Dalam firman-Nya yang lain,
“wa lal-akhiratu khairun la-ka minal-ula” tidakkah, masa depan (akhirat,
ihsan/tasawuf) lebih baik daripada yang permulaan (dunia, syariat).
Nilai-nila spirit tasawuf atas syariah juga dapat kita jumpai dalam
setiap maqamat (station-station) dan ahwal para shufi, misalnya :
1. Taubat yang didasarkan atas firman Allah swt yaa ayyuhal-ladzina
amanuu tuubuu ilallahi taubatan nashuha,akan menumbuhkan sikap konsekuen
dan tanggung jawab seorang hamba;
2. Zuhud yang disandarkan atas firman-Nya wa kaanuu fi-hi minaz-ahidin, akan meningkatkan kebesaran jiwa manusia;
3. Faqr yang disandarkan firman-Nya lil-fuqarail-ladzina uhshiruu fii
sabiilillah..akan membentuk jiwa yang kharismatik dan mengikis sikap
oportunis;
4. Sabar yang didasarkan firman Allah innama
yuwaffash-shaabiruuna ajrahum bi-ghairi hisab, akan membentuk pribadi
yang bermental baja;
5. Tawakkal yang bersumber dari firman Allah wa alallahi fal-yatawakkalil mutawakkilun, akan membangun independensi seseorang,
6. Syukur fadzkuruu-ni adzkurkum, wasykuruu lii wa-laa takfurunakan memberangus keserakahan seseorang;
7. dan lain-lain demikian seterusnya.
Integrasi syariat dan tasawuf juga nampak dari pertautan ajaran jihad
dengan mujahadah. Jihad bersifat fisik, seperti berperang di medan
pertempuran, memerangi tempat kemaksiatan serta perjuangan material
lainnya. Sementara mujahadah lebih menekankan visi ruhani dalam menahan
hawa nafsu, amarah serta penyakit hati lainnya. Kedua bentuk pertempuran
di atas dalam Islam jelas tidak dapat dipilah-pilahkan antara satu
dengan lainnya, karena justeru akan menjadi komplemen.
Wal-Hasil, syariah dan tasawuf sebetulnya merupakan dua sisi mata uang
yang tak dapat dinegasikan dan dipertentangkan antara satu sisi dengan
sisi lainnya. Penghadapan kedua sisi tersebut secara vis a vis, selain
akan memperlihatkan kebodohan seseorang, juga memberikan indikasi adanya
upaya politisasi Islam.
Karena itu, persoalan agama, sepanjang
tidak dijadikan komoditas politik akan mendamaikan kehidupan manusia,
tetapi jika sebaliknya akan nampak keras dan tidak membawa
kesejahteraan. Mereka yang termasuk kelompok terakhir, pasti bukan
tipologi shufi. Tasawuf dengan demikian mampu menjadi muara bagi semua
madzhab (sekte) yang bertebaran di bidang syariah, baik di kalangan
sunni, syii, mutazili maupun lainnya. Bahkan syariat lintas agama pun
mampu bersarang dalam tasawuf. Inilah essensi dan substansi Islam.
Sabtu, 01 Februari 2014
MITOS KERJA OTAK KIRI DAN KANAN.
FOR YOUR INFO:
MITOS KERJA OTAK KIRI DAN KANAN.
Selama ini diyakini karakter maupun kepribadian seseorang dipengaruhi oleh kerja otak kiri dan otak kanan. Otak kiri dipahami dominan dengan hal-hal yang berhubungan dengan logika, rasio, kemampuan menulis, membaca maupun menganalisis.
Sementara otak kanan berperan dalam hal pengendalian emosi. Pada otak kanan, terletak kemampuan intuitif, kemampuan merasakan, memadukan, dan ekspresi tubuh, seperti menyanyi, menari, melukis, dan segala jenis kegiatan kreatif lainnya.
Tapi, penelitian dari ilmuwan University of Utah berkesimpulan keyakinan itu adalah omong kosong. Hanya mitos belaka.
Dilansir LiveScience, 5 September 2013, peneliti telah berkesimpulan itu setelah menganalisis lebih dari 1.000 sampel otak. Mereka tak menemukan bukti-bukti bahwa orang tertentu lebih dominan menggunakan otak kiri maupun kanan.
Sepanjang penelitian, semua responden malah menggunakan otak mereka secara bersamaan.
Menurut pemimpin studi, Dr Jeff Anderson direktur fMRI Neurosurgical Mapping Service, University of Utah, memang meyakini adanya kecenderungan orang lebih menggunakan bagian otak yang lain guna menjalankan fungsi tertentu. Kecenderungan itu disebut lateralisasi.
Tapi, menurutnya tidak berarti penulis atau orator lebih menggunakan otak kiri lebih daripada otak kanan.
Salah paham
Menurut Anderson, terdapat kesalahpahaman bahwa untuk menganalisis dilakukan pada satu bagian otak saja dan semua proses kreatif juga hanya terjadi pada sisi otak yang berlawanan.
Ia malah membantah, hal itu lebih merupakan hubungan antara semua daerah otak yang memunginkan manusia untuk terlibat dalam kreativitas dan berpikir analitis.
"Ini bukan kasus otak kiri berhubungan dengan logika sementara penalaran lebih dominan di otak kanan," jelas Anderson. "Demikian halnya kreativitas, prosesnya tak didominasi pada otak kanan melebihi otak kiri," tegasnya.
Tim Anderson telah melakukan pindai otak responden berusia 7 hingga 29 tahun. Peneliti memeriksa otak mereka saat beristirahat.
Peneliti menemukan aktivitas pada 7.000 bagian otak dan kemudian memeriksa koneksi saraf bagian dalam dan saraf di antara daerah tersebut.
Meski peneliti melihat kantung lalu lintas saraf berat pada daerah tertentu. Dan rata-rata, lanjut peneliti, kedua sisi otak pada dasarnya sama dalam hal jaringan saraf dan konektivitas.
"Pada beberapa orang, kami tidak melihat pola yang mana seluruh jaringan otak kiri maupun otak kanan lebih terhubung," jelas Jared Nielsen, mahasiswa pascasarjana, yang juga terlibat pada studi itu. (umi)
MITOS KERJA OTAK KIRI DAN KANAN.
Selama ini diyakini karakter maupun kepribadian seseorang dipengaruhi oleh kerja otak kiri dan otak kanan. Otak kiri dipahami dominan dengan hal-hal yang berhubungan dengan logika, rasio, kemampuan menulis, membaca maupun menganalisis.
Sementara otak kanan berperan dalam hal pengendalian emosi. Pada otak kanan, terletak kemampuan intuitif, kemampuan merasakan, memadukan, dan ekspresi tubuh, seperti menyanyi, menari, melukis, dan segala jenis kegiatan kreatif lainnya.
Tapi, penelitian dari ilmuwan University of Utah berkesimpulan keyakinan itu adalah omong kosong. Hanya mitos belaka.
Dilansir LiveScience, 5 September 2013, peneliti telah berkesimpulan itu setelah menganalisis lebih dari 1.000 sampel otak. Mereka tak menemukan bukti-bukti bahwa orang tertentu lebih dominan menggunakan otak kiri maupun kanan.
Sepanjang penelitian, semua responden malah menggunakan otak mereka secara bersamaan.
Menurut pemimpin studi, Dr Jeff Anderson direktur fMRI Neurosurgical Mapping Service, University of Utah, memang meyakini adanya kecenderungan orang lebih menggunakan bagian otak yang lain guna menjalankan fungsi tertentu. Kecenderungan itu disebut lateralisasi.
Tapi, menurutnya tidak berarti penulis atau orator lebih menggunakan otak kiri lebih daripada otak kanan.
Salah paham
Menurut Anderson, terdapat kesalahpahaman bahwa untuk menganalisis dilakukan pada satu bagian otak saja dan semua proses kreatif juga hanya terjadi pada sisi otak yang berlawanan.
Ia malah membantah, hal itu lebih merupakan hubungan antara semua daerah otak yang memunginkan manusia untuk terlibat dalam kreativitas dan berpikir analitis.
"Ini bukan kasus otak kiri berhubungan dengan logika sementara penalaran lebih dominan di otak kanan," jelas Anderson. "Demikian halnya kreativitas, prosesnya tak didominasi pada otak kanan melebihi otak kiri," tegasnya.
Tim Anderson telah melakukan pindai otak responden berusia 7 hingga 29 tahun. Peneliti memeriksa otak mereka saat beristirahat.
Peneliti menemukan aktivitas pada 7.000 bagian otak dan kemudian memeriksa koneksi saraf bagian dalam dan saraf di antara daerah tersebut.
Meski peneliti melihat kantung lalu lintas saraf berat pada daerah tertentu. Dan rata-rata, lanjut peneliti, kedua sisi otak pada dasarnya sama dalam hal jaringan saraf dan konektivitas.
"Pada beberapa orang, kami tidak melihat pola yang mana seluruh jaringan otak kiri maupun otak kanan lebih terhubung," jelas Jared Nielsen, mahasiswa pascasarjana, yang juga terlibat pada studi itu. (umi)
RENUNGAN KISAH INSPIRATIF
KISAH ISTERI SHOLEHAH YANG MENGHARUKAN
Seorang istri menceritakan kisah suaminya pada tahun 1415 H, ia berkata:
Suamiku adalah seorang pemuda yang gagah, semangat, rajin, tampan,
berakhlak mulia, taat beragama, dan berbakti kepada kedua orang tuanya.
Ia menikahiku pada tahun 1390 H. Aku tinggal bersamanya (di kota Riyadh)
di rumah ayahnya sebagaimana tradisi keluarga-keluarga Arab Saudi. Aku
takjub dan kagum dengan baktinya kepada kedua orang tuanya. Aku
bersyukur dan memuji Allah yang telah menganugerahkan kepadaku suamiku
ini. Kamipun dikaruniai seorang putri setelah setahun pernikahan kami.
Lalu suamiku pindah kerjaan di daerah timur Arab Saudi. Sehingga ia
berangkat kerja selama seminggu (di tempat kerjanya) dan pulang tinggal
bersama kami seminggu. Hingga akhirnya setelah 3 tahun, dan putriku
telah berusia 4 tahun… Pada suatu hari yaitu tanggal 9 Ramadhan tahun
1395 H tatkala ia dalam perjalanan dari kota kerjanya menuju rumah kami
di Riyadh ia mengalami kecelakaan, mobilnya terbalik. Akibatnya ia
dimasukkan ke Rumah Sakit, ia dalam keadaan koma. Setelah itu para
dokter spesialis mengabarkan kepada kami bahwasanya ia mengalami
kelumpuhan otak. 95 persen organ otaknya telah rusak. Kejadian ini
sangatlah menyedihkan kami, terlebih lagi kedua orang tuanya lanjut
usia. Dan semakin menambah kesedihanku adalah pertanyaan putri kami
(Asmaa') tentang ayahnya yang sangat ia rindukan kedatangannya. Ayahnya
telah berjanji membelikan mainan yang disenanginya…
Kami
senantiasa bergantian menjenguknya di Rumah Sakit, dan ia tetap dalam
kondisinya, tidak ada perubahan sama sekali. Setelah lima tahun berlalu,
sebagian orang menyarankan kepadaku agar aku cerai darinya melalui
pengadilan, karena suamiku telah mati otaknya, dan tidak bisa diharapkan
lagi kesembuhannya. Yang berfatwa demikian sebagian syaikh -aku tidak
ingat lagi nama mereka- yaitu bolehnya aku cerai dari suamiku jika
memang benar otaknya telah mati. Akan tetapi aku menolaknya, benar-benar
aku menolak anjuran tersebut.
Aku tidak akan cerai darinya
selama ia masih ada di atas muka bumi ini. Ia dikuburkan sebagaimana
mayat-mayat yang lain atau mereka membiarkannya tetap menjadi suamiku
hingga Allah melakukan apa yang Allah kehendaki.
Akupun
memfokuskan konsentrasiku untuk mentarbiyah putri kecilku. Aku
memasukannya ke sekolah tahfiz al-Quran hingga akhirnya iapun menghafal
al-Qur'an padahal umurnya kurang dari 10 tahun. Dan aku telah
mengabarkannya tentang kondisi ayahnya yang sesungguhnya. Putriku
terkadang menangis tatkala mengingat ayahnya, dan terkadang hanya diam
membisu.
Putriku adalah seorang yang taat beragama, ia
senantiasa sholat pada waktunya, ia sholat di penghujung malam padahal
sejak umurnya belum 7 tahun. Aku memuji Allah yang telah memberi taufiq
kepadaku dalam mentarbiyah putriku, demikian juga neneknya yang sangat
sayang dan dekat dengannya, demikian juga kakeknya rahimahullah.
Putriku pergi bersamaku untuk menjenguk ayahnya, ia meruqyah ayahnya, dan juga bersedekah untuk kesembuhan ayahnya.
Pada suatu hari di tahun 1410 H, putriku berkata kepadaku : Ummi biarkanlah aku malam ini tidur bersama ayahku...
Setelah keraguan menyelimutiku akhirnya akupun mengizinkannya.
Putriku bercerita:
Aku duduk di samping ayah, aku membaca surat Al-Baqoroh hingga selesai.
Lalu rasa kantukpun menguasaiku, akupun tertidur. Aku mendapati
seakan-akan ada ketenangan dalam hatiku, akupun bangun dari tidurku lalu
aku berwudhu dan sholat –sesuai yang Allah tetapkan untukku-.
Lalu sekali lagi akupun dikuasai oleh rasa kantuk, sedangkan aku masih
di tempat sholatku. Seakan-akan ada seseorang yang berkata kepadaku,
"Bangunlah…!!, bagaimana engkau tidur sementara Ar-Rohmaan (Allah)
terjaga??, bagaimana engkau tidur sementara ini adalah waktu
dikabulkannya doa, Allah tidak akan menolak doa seorang hamba di waktu
ini??"
Akupun bangun…seakan-akan aku mengingat sesuatu yang
terlupakan…lalu akupun mengangkat kedua tanganku (untuk berdoa), dan aku
memandangi ayahku –sementara kedua mataku berlinang air mata-. Aku
berkata dalam do'aku, "Yaa Robku, Yaa Hayyu (Yang Maha Hidup)…Yaa
'Adziim (Yang Maha Agung).., Yaa Jabbaar (Yang Maha Kuasa)…, Yaa Kabiir
(Yang Maha Besar)…, Yaa Mut'aal (Yang Maha Tinggi)…, Yaa Rohmaan (Yang
Maha Pengasih)…, Yaa Rohiim (Yang Maha Penyayang)…, ini adalah ayahku,
seorang hamba dari hamba-hambaMu, ia telah ditimpa penderitaan dan kami
telah bersabar, kami Memuji Engkau…, kemi beriman dengan keputusan dan
ketetapanMu baginya…
Ya Allah…, sesungguhnya ia berada dibawah
kehendakMu dan kasih sayangMu.., Wahai Engkau yang telah menyembuhkan
nabi Ayyub dari penderitaannya, dan telah mengembalikan nabi Musa kepada
ibunya…Yang telah menyelamatkan Nabi Yuunus dari perut ikan paus,
Engkau Yang telah menjadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi
Nabi Ibrahim…sembuhkanlah ayahku dari penderitaannya…
Ya
Allah…sesungguhnya mereka telah menyangka bahwasanya ia tidak mungkin
lagi sembuh…Ya Allah milikMu-lah kekuasaan dan keagungan, sayangilah
ayahku, angkatlah penderitaannya…"
Lalu rasa kantukpun menguasaiku, hingga akupun tertidur sebelum subuh.
Tiba-tiba ada suara lirih menyeru.., "Siapa engkau?, apa yang kau
lakukan di sini?". Akupun bangun karena suara tersebut, lalu aku
menengok ke kanan dan ke kiri, namun aku tidak melihat seorangpun. Lalu
aku kembali lagi melihat ke kanan dan ke kiri…, ternyata yang bersuara
tersebut adalah ayahku…
Maka akupun tak kuasa menahan diriku,
lalu akupun bangun dan memeluknya karena gembira dan bahagia…, sementara
ayahku berusaha menjauhkan aku darinya dan beristighfar. Ia barkata,
"Ittaqillah…(Takutlah engkau kepada Allah….), engkau tidak halal
bagiku…!". Maka aku berkata kepadanya, "Aku ini putrimu Asmaa'". Maka
ayahkupun terdiam. Lalu akupun keluar untuk segera mengabarkan para
dokter. Merekapun segera datang, tatkala mereka melihat apa yang terjadi
merekapun keheranan.
Salah seorang dokter Amerika berkata
–dengan bahasa Arab yang tidak fasih- : "Subhaanallahu…". Dokter yang
lain dari Mesir berkata, "Maha suci Allah Yang telah menghidupkan
kembali tulang belulang yang telah kering…". Sementara ayahku tidak
mengetahui apa yang telah terjadi, hingga akhirnya kami mengabarkan
kepadanya. Iapun menangis…dan berkata, اللهُ خُيْرًا حًافِظًا وَهُوَ
يَتَوَلَّى الصَّالِحِيْنَ Sungguh Allah adalah Penjaga Yang terbaik, dan
Dialah yang Melindungi orang-orang sholeh…, demi Allah tidak ada yang
kuingat sebelum kecelakaan kecuali sebelum terjadinya kecelakaan aku
berniat untuk berhenti melaksanakan sholat dhuha, aku tidak tahu apakah
aku jadi mengerjakan sholat duha atau tidak..??
Sang istri
berkata: Maka suamiku Abu Asmaa' akhirnya kembali lagi bagi kami
sebagaimana biasnya yang aku mengenalinya, sementara usianya hampir 46
tahun. Lalu setelah itu kamipun dianugerahi seorang putra, Alhamdulillah
sekarang umurnya sudah mulai masuk tahun kedua. Maha suci Allah Yang
telah mengembalikan suamiku setelah 15 tahun…, Yang telah menjaga
putrinya…, Yang telah memberi taufiq kepadaku dan menganugerahkan
keikhlasan bagiku hingga bisa menjadi istri yang baik bagi
suamiku…meskipun ia dalam keadaan koma…
Maka janganlah
sekali-kali kalian meninggalkan do'a…, sesungguhnya tidak ada yang
menolak qodoo' kecuali do'a…barang siapa yang menjaga syari'at Allah
maka Allah akan menjaganya.
Jangan lupa juga untuk berbakti
kepada kedua orang tua… dan hendaknya kita ingat bahwasanya di tangan
Allah lah pengaturan segala sesuatu…di tanganNya lah segala taqdir,
tidak ada seorangpun selainNya yang ikut mengatur…
Ini adalah
kisahku sebagai 'ibroh (pelajaran), semoga Allah menjadikan kisah ini
bermanfaat bagi orang-orang yang merasa bahwa seluruh jalan telah
tertutup, dan penderitaan telah menyelimutinya, sebab-sebab dan
pintu-pintu keselamatan telah tertutup…
Maka ketuklah pintu langit dengan do'a, dan yakinlah dengan pengabulan Allah…. Demikianlah…. Alhamdulillahi Robbil 'Aalamiin
Langganan:
Postingan (Atom)