Laman

Sabtu, 11 Januari 2014

Kisah-Kisah Sufi :: Jangan Pernah Berpaling dariKu



Pada suatu saat, Tuhan berbisik kepada Musa, dalam keheningan hatinya, "Wahai hamba pilihan-Ku, Aku mencintaimu!"

Musa menjawab dengan pertanyaan, "Wahai Sang Mahapemurah, katakan padaku, sifat apa dari diriku yang membuat-Mu mencintaiku, supaya aku dapat senantiasa mempertahankan dan menghiasnya."

"Kumencintaimu karena engkau seperti anak kecil," jawab Tuhan, "Anak kecil yang berada dalam naungan ibunya. Meskipun sang ibu mengusirnya, ia tetap bergantung padanya. Untuknya, tak ada orang lain di dunia ini selain sang ibu. Semua sedih dan bahagia hanya bersumber dari ibunya.

"Meskipun sang ibu memukulnya, ia tetap memburu dan memeluk ibunya. Ia tak pernah meminta pertolongan selain kepada sang ibu. Ibunyalah sumber segala sesuatu, baik maupun buruk.

"Begitu pula hatimu. Dalam suka atau pun duka, ia tak pernah berpaling dari-Ku. Dalam pandanganmu, makhluk lain hanyalah bebatuan dan bongkahan tanah...."

NABIULLAH MUHAMMAD SAW


“Wahai seluruh manusia, telah dalang kepadamu sekalian bukti kebenaran dari Tuhanmu (yakni Muhammad), dan telah kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (QS 4- 174).

Betapa Muhammad saw. telah menjadi bukti kebenaran. Beliau dilahirkan yatim dan dibesarkan dalam keadaaan miskin. Dia juga tidak pandai membaca dan menulis serta hidup dalam lingkungan yang terkebelakang. Namun demikian, tidak satu pun faktor negatif itu membawa dampak terhadap dirinya.

Bahkan sebaliknya, beliau dinilai oleh banyak ahli dari berbagai disiplin ilmu dan dengan beraneka macam tolok ukur sebagai manusia terbesar sepanjang sejarah kemanusiaan.

Thomas Carlyle dengan tolok ukur “kepahlawanan”, Marcus Dods dengan “keberanian moral”, Nazmi Luke dengan “metode pembuktian ajaran”, Will Durant dengan “hasil karya”, dan Michael H. Hart, dengan “pengaruh yang ditinggalkannya”. Kesemua ahli non-Muslim ini – dan masih banyak lagi lainnya, walaupun dengan tolok ukur yang berbeda beda – berkesimpulan bahwa Muhammad saw. adalah manusia luar biasa. Namun demikian, beliau adalah orang yang sangat sederhana.

Harta Nabi yang paling mewah adalah sepasang alas kaki berwarna kuning yang merupakan hadiah dari Negus dan Abissinia. Beliau tinggal di satu pondok kecil beratapkan jerami”“yang tingginya dapat dijangkau oleh seorang remaja. Kamar kamarnya dipisahkan oleh batang-batang pohon yang direkat dengan lumpur bercampur kapur. Beliau sendiri yang menyalakan api, mengepel lantai, memerah susu, dan menjahit alas kakinya yang putus. Santapannya yang paling mewah – meskipun jarang dinikmatinya – adalah madu, susu, dan lengan kambing. Demikianlah keadaan beliau walaupun setelah menguasai seluruh Jazirah Arabia.

Kelakuannya secara umum tenang dan tenteram. Beliau gagah berani, namun memiliki senyum an yang sangat memikat, bahkan dalam hal-hal tertentu beliau lebih pemalu daripada gadis-gadis pi-ngitan. Kemampuan intelektualnya tidak diragukan, daya imajinasinya sangat tinggi, dan ekspresinya sangat dalam. Beliau dikenal sebagai seniman bahasa di kalangan para sastrawan. Di atas semuanya, peng-abdiannya kepada Tuhan serta keyakinan akan kehadiran-Nya tidak pernah terabaikan.

Demikianlah terkumpul secara sempurna keempat tipe manusia dalam pribadi manusia agung ini: pekerja, pemikir, pengabdi, dan seniman.

Akhlak dan tata cara pergaulannya sangat luhur. Diulurkan tangannya untuk beijabat tangan dan tidak dilepasnya sebelum yang dijabat tangan me-lepaskannya. Beliau tidak pernah mengulurkan kaki di hadapan teman-temanya yang sedang duduk. Beliau beijalan dengan penuh dinamisme, bagaikan “turun dari satu dataran tinggi”. Beliau menoleh”“dengan seluruh badannya, menunjuk dengan seluruh jarinya, berbicara perlahan dengan menggunakan dialek mitra bicaranya sambil sesekali menggigit bibirnya, menggelengkan kepalanya dan menepuk-nepuk dengan jari telunjuk ke telapak tangan kanannya.

Cetusan yang paling buruk dalam percakapannya adalah: “Apa yang terjadi pada orang itu? Semoga Ilahinya berlumuran lumpur.”

Seorang Muslim akan kagum kepada beliau dengan kekaguman berganda. Sekali waktu meman-dangnya dengan kacamata agama dan di lain kali melihatnya dengan kacamata kemanusiaan. Mustahil rasanya, mereka yang mempelajari kehidupan dan karakter manusia ini, hanya sekadar kagum dan hormat kepadanya. Beliau adalah bukti kebenaran dari hakikat Wujud Yang Mahabenar. Semoga rahmat Ilahi selalu tercurah kepada beliau”.

NUR MUHAMMAD


Pokok dari ajaran agama adalah mengajarkan kepada ummatnya tentang bagaimana berhubungan dengan Tuhan, cara mengenal-Nya dengan sebenar-benar kenal yang di istilahkan dengan makrifat, kemudian baru menyembah-Nya dengan benar pula. Apakah agama Islam, Kristen, Hindu dan lain-lain, semuanya mengajarkan ajaran pokok ini yaitu bagaimana seseorang bisa sampai kehadirat-Nya. Karena itu pula Allah SWT menurunkan para nabi/Rasul untuk menyampaikan metodologi cara berhubungan dengan-Nya, tidak cukup satu Nabi, Allah SWT menurunkan ribuan Nabi untuk meluruskan kembali jalan yang kadangkala terjadi penyimpangan seiring berjalannya waktu.

Nabi Adam as setelah terusir dari syurga bertahun-tahun bahkan berpuluh tahun bertobat kepada Allah SWT tidak diampuni, setelah Beliau berwasilah (teknik bermunajat) kepada Nur Muhammad barulah dosa-dosa Beliau diampuni oleh Allah SWT, artinya Allah mengampuni Adam as bukan karena ibadahnya akan tetapi karena ada faktor tak terhingga yang bisa menyambungkan ibadah beliau kepada pemilik bumi dan langit. Lewat faktor tak terhingga itulah maka seluruh permohonan Nabi Adam as sampai kehadirat Allah SWT. Faktor tak terhingga itu adalah Nur Muhammad yang merupakan pancaran dari Nur Allah yang berasal dari sisi-Nya, tidak ada satu unsurpun bisa sampai kepada matahari karena semua akan terbakar musnah kecuali unsur dia sendiri yaitu cahayanya, begitupulah dengan Allah SWT, tidak mungkin bisa sampai kehadirat-Nya kalau bukan melalui cahaya-Nya

Nur Muhammad adalah pancaran Nur Allah yang diberikan kepada Para Nabi mulai dari Nabi Adam as sampai dengan Nabi Muhammad SAW, dititipkan dalam dada para Nabi dan Rasul sebagai conductor yang menyalurkan energi Ketuhanan Yang Maha Dasyat dan Maha Hebat. Dengan penyaluran yang sempurna itu pula yang membuat nabi Musa bisa membelah laut, Nabi Isa menghidupkan orang mati dan Para nabi menunjukkan mukjizatnya serta para wali menunjukkan kekeramatannya. Karena Nur Muhammad itu pula yang menyebabkan wajah Nabi Muhammad SAW tidak bisa diserupai oleh syetan.

Setelah Rasulullah SAW wafat apakah Nur Muhammad itu ikut hilang?

Tidak! Nur tersebut diteruskan kepada Saidina Abu Bakar Siddiq ra sebagai sahabat Beliau yang utama sebagaimana sabda Nabi:

“ Tidak melebih Abu Bakar dari kamu sekalian dengan karena banyak shalat dan banyak puasa, tetapi (melebihi ia akan kamu) karena ada sesuatu (rahasia) yang tersimpan pada dadanya”

Pada kesempatan yang lain Rasulullah bersabda pula :
“Tidak ada sesuatupun yang dicurahkan Allah ke dadaku, melainkan seluruhnya kutumpahkan pula ke dada Abu Bakar Siddiq”.

Nur Muhammad akan terus berlanjut hingga akhir zaman, dan Nur itu pula yang terdapat dalam diri seorang Mursyid yang Kamil Mukamil yang wajahnya juga tidak bisa diserupai oleh syetan. Memandang wajah Mursyid hakikatnya adalah memandang Nur Muhammad dan sudah pasti memandang Nur Allah SWT.

Nabi SAW bersabda :

La yadhulunara muslimun ra-ani wal man ra-a man ra-ani wala man ra-a man ra-ani ai walau bisab’ina wasithah, fainnahum khulafa-li fi tablighi wal irsyadi, inistaqamu ala syarii’ati.

“Tidak akan masuk neraka seorang muslim yang melihat aku dan tidak juga (akan masuk neraka) yang melihat orang yang telah melihat aku, dan tidak juga (akan masuk neraka) orang yang melihat orang yang telah melihat aku, sekalipun dengan 70 wasithah (lapisan/antara). Sesungguhnya mereka itu adalah para khalifahku dalam menyampaikan (islam/sunahku) mengasuh dan mendidik (orang ramai), sekiranya mereka itu tetap istiqamah didalam syari’atku” (H.R. Al – Khatib bin Abd.Rahman bin Uqbah).

Makna melihat dalam hadist di atas bukan dalam pengertian melihat secara umum, karena kalau kita maknai melihat itu dengan penglihatan biasa maka Abu Jahal dan musuh-musuh nabi juga melihat beliau akan tetapi tetap masuk Neraka. Melihat yang dimaksud adalah melihat Beliau sebagai sosok nabi yang menyalurkan Nur Allah kepada ummatnya, melihat dalam bentuk rabithah menggabungkan rohani kita dengan rohani beliau.

Darimana kita tahu seseorang itu pernah melihat Nabi dan bersambung sampai kepada Beliau? Kalau melihat dalam pengertian memandang secara awam maka para ahlul bait adalah orang-orang yang sudah pasti punya hubungan melihat karena mereka adalah keturunan Nabi.

Akan tetapi karena pengertian melihat itu lebih kepada rabitah atau hubungan berguru, maka yang paling di jamin punya hubungan melihat adalah Para Ahli Silsilah Thariqat yang saling sambung menyambung sampai kepada Rasulullah SAW.

Syukurlah bagi orang-orang yang telah menemukan seorang Guru Mursyid yang silsilahnya bersambung kepada Rasulullah SAW, yang selalu memberikan pencerahan dengan menyalurkan Nur Muhammad sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin, bermohon atas namanya niscaya Allah SWT akan mengabulkan do’a dan dari Mursyid lah Firman Nafsani dari Allah terus berlajut dan tersampaikan kepada hamba-Nya yang telah mendapat petunjuk.

Barulah kita tahu kenapa memandang wajah Mursyid itu bisa mengubah akhlak manusia yang paling bejat sekalipun, karena dalam wajah Mursyid itu adalah pintu langsung kepada Allah SWT.

Nabi Adam as diampuni dosanya dengan ber wasilah kepada Nur Muhammad, apa mungkin dosa kita bisa terampuni tanpa Nur Muhammad?

Marilah kita memuliakan Guru Mursyid kita sebagai bhakti kasih kita kepadanya, dari Beliaulah Nur Muhammad itu tersalurkan sehingga bencana sehebat apapun dapat ditunda, sesungguhnya Guru Mursyid itu adalah Guru kita dari dunia sampai ke akhirat kelak, jangan kita dengarkan orang-orang yang melarang memuliakan Guru sebagai Ulama pewaris Nabi sesungguhnya ajaran demikian itu baru muncul di abad ke-18, muncul akibat keberhasilan orang orientalis menghancurkan Islam dari dalam.

Ingat pesan dari Nabi SAW yang mulia :

“Muliakanlah Ulama sesungguhnya mereka adalah pewaris pada nabi, barang siapa memuliakan mereka maka telah memuliakan Allah dan Rasul-Nya” (H.R. Al – Khatib Al – Baghdadi dari Jabir R.A.)


Syukur yang tak terhingga bagi orang-orang yang telah menemukan ulama pewaris Nabi, yang apabila memandang wajahnya sama dengan memandang Nur Muhammad, wajah yang tidak bisa diserupai oleh syetan, dengan wajah itu pula yang bisa menuntun kita dalam setiap ibadah, dalam kehidupan sehari-hari, wajah yang kekal abadi, wajah Nur Muhammad.

Kisah Saidina ‘ALI


Suatu hari ketika ‘Ali sedang berada dalam pertempuran, pedang
musuhnya patah dan orangnya terjatuh. ‘Ali berdiri di atas
musuhnya itu, meletakkan pedangnya ke arah dada orang itu, dia
berkata, “Jika pedangmu berada di tanganmu, maka aku akan
lanjutkan pertempuran ini, tetapi karena pedangmu patah, maka
aku tidak boleh menyerangmu.”

“Kalau aku punya pedang saat ini, aku akan memutuskan
tangan-tanganmu dan kaki-kakimu,” orang itu berteriak balik.

“Baiklah kalau begitu,” jawab ‘Ali, dan dia menyerahkan
pedangnya ke tangan orang itu.

“Apa yang sedang kamu lakukan”, tanya orang itu kebingungan.
“Bukankah saya ini musuhmu?”

Ali memandang tepat di matanya dan berkata, “Kamu bersumpah
kalau memiliki sebuah pedang di tanganmu, maka kamu akan
membunuhku. Sekarang kamu telah memiliki pedangku, karena itu
majulah dan seranglah aku”. Tetapi orang itu tidak mampu.
“Itulah kebodohanmu dan kesombongan berkata-kata,” jelas ‘Ali.
“Di dalam agama Allah tidak ada perkelahian atau permusuhan
antara kamu dan aku. Kita bersaudara. Perang yang sebenarnya
adalah antara kebenaran dan kekurangan kebijakanmu. Yaitu
antara kebenaran dan dusta. Engkau dan aku sedang menyaksikan
pertempuran itu. Engkau adalah saudaraku. Jika aku menyakitimu
dalam keadaan seperti ini, maka aku harus
mempertanggungjawabkannya pada hari kiamat. Allah akan
mempertanyakan hal ini kepadaku.”

“Inikah cara Islam?” Orang itu bertanya.

“Ya,” jawab ‘Ali, “Ini adalah firman Allah, yang Mahakuasa,
dan Sang Unik.”

Dengan segera, orang itu bersujud di kaki ‘Ali dan memohon,
“Ajarkan aku syahadat.”

Dan ‘Ali pun mengajarkannya, “Tiada tuhan melainkan Allah.
Tiada yang ada selain Engkau, ya Allah.”

Hal yang sama terjadi pada pertempuran berikutnya. ‘Ali
menjatuhkan lawannya, meletakkan kakinya di atas dada orang
itu dan menempelkan pedangnya ke leher orang itu. Tetapi
sekali lagi dia tidak membunuh orang itu.

“Mengapa kamu tidak membunuh aku?” Orang itu berteriak dengan
marah. “Aku adalah musuhmu. Mengapa kamu hanya berdiri saja?,’
Dan dia meludahi muka ‘Ali.

Mulanya ‘Ali menjadi marah, tetapi kemudian dia mengangkat
kakinya dari dada orang itu dan menarik pedangnya. “Aku bukan
musuhmu”, Ali menjawab. “Musuh yang sebenarnya adalah
sifat-sifat buruk yang ada dalam diri kita. Engkau adalah
saudaraku, tetapi engkau meludahi mukaku. Ketika engkau
meludahi aku, aku menjadi marah dan keangkuhan datang
kepadaku. Jika aku membunuhmu dalam keadaan seperti itu, maka
aku akan menjadi seorang yang berdosa, seorang pembunuh. Aku
akan menjadi seperti semua orang yang kulawan. Perbuatan buruk
itu akan terekam atas namaku. Itulah sebabnya aku tidak
membunuhmu.”

“Kalau begitu tidak ada pertempuran antara kau dan aku?” orang
itu bertanya.

“Tidak. Pertempuran adalah antara kearifan dan kesombongan.
Antara kebenaran dan kepalsuan”. ‘Ali menjelaskan kepadanya.
“Meskipun engkau telah meludahiku, dan mendesakku untuk
membunuhmu, aku tak boleh.”

“Dari mana datangnya ketentuan semacam itu?”

“Itulah ketentuan Allah. Itulah Islam.”

Dengan segera orang itu tersungkur di kaki ‘Ali dan dia juga
diajari dua kalimat syahadat.

Ya Allah, tetapkanlah limpahan rahmat dan kesejahteraan serta keberkahan atas beliau



Suatu hari, ketika nabi sedang bermain di suatu tempat yang cukup jauh dari tempat tinggalnya, tiba tiba datanglah tiga orang berwajah laksana matahari dan rembulan.
Anak anak pun berlarian ketakutan, sedangkan Nabi Shallallaahu alaihi wasallan tetap diam keheranan.

Kemudian tiga orang itu membaringkan Nabi di atas tanah dengan perlahan, lalu membedah dada nabi dengan lembut, kemudian mengeluarkan hati sang penghulu umat manusia.

Mereka melapangkan hati itu dengan kebajikan, membuang tempat setan bersemayam dan mengisinya dengan ketabahan, ilmu pengetahuan, keyakinan dan keridhaan Lalu mereka mengembalikan hati sang Nabi ke tempat asalnya, dan nabi pun kembali pulih seperti sediakala.

Kemudian salah satu malaikat itu berkata, “Wahai kekasih Dzat Yang Maha Pengasih, andai engkau mengetahui kebaikan yang hendak Allah anugerahkan kepadamu, tentu engkau akan mengetahui ketinggian derajatmu di atas yang lain, dan engkau akan bertambah gembira, bersuka cita, elok nan bercahaya.

Wahai Muhammad, bergembiralah! Karena keluasan ilmumu sungguh telah diberitakan di alam raya, dan semua makhluk menyambut gembira kehadiranmu.

Tak satu pun makhluk Allah yang tidak tunduk dan patuh kepadamu serta mendengarkan sabda sabdamu.

Akan datang kepadamu unta yang mohon keselamatan, dan biawak serta kijang bersaksi akan kebenaran risalahmu.

Pohon, rembulan dan serigala juga mengakui kenabianmu dalam waktu yang dekat.
Kendaraanmu, Buraq, yang selalu merindukan keindahanmu, serta Malaikat Jibril, yang menjadi pembimbing kerajaanmu, telah mengumandangkan sebutan namamu di seluruh penjuru dunia.

Rembulan pun akan mengikuti perintahmu, menjadi terbelah dua, sebagai bukti mukjizatmu, “Dan setiap orang di jagat raya merindukan kelahiranmu, serta menantikan....

Dzikir Yang Menghapus Dosa-Dosamu

Syekh Abdul Qodir Al-Jilany
Berapa kali anda belajar tetapi tidak pernah mengamalkannya? Karena itu sudah saatnya anda melimpat instistusi ilmu pengetahuan, saatnya sibuk dengan pengamalan dengan rasa ikhlas. Jika tidak anda tidak meraih keberuntungan sama sekali. Anda belajar pengetahuan belaka, berarti anda telah mendustai Allah Azza wa-Jalla melalui tindakan anda, berarti pula anda telah menarik tirai rasa malumu dari kedua matamu, lalu anda benar-benar menjadikannya sebagai obyek pandangan yang hina bagi yang melihatnya.

Anda telah meraihnya melalui hawa nafsumu, mencegahnya dengan nafsumu pula, bergerak dengan hawa nafsumu juga, maka hawa nafsu itulah yang menghancurkan anda. Raihlah semua dari Allah Azza wa-Jalla dalam seluruh perilaku anda dan amalkan dengan aturanNya. Bila saja anda mengamalkan ritual hukum belaka, anda akan sulit mengamalkan pengetahuan anda pada Allah Azza wa-Jalla. Ya Allah, sadarkan kami dari lelapnya orang-orang yang alpa. Amin.

Apabila dosa bertumpuk-tumpuk, maka datanglah bencana menimpamu. Namun bila anda taubat dan beristighfar kepada Tuhanmu Azza wa-Jalla, dan memohon kepadaNya, bencana itu hanya menimpa sekitarmu. Jika anda harus menerima cobaan, maka mohonlah kepada Allah Azza wa-Jalla agar diberi kesabaran dan keselarasan denganNya, hingga anda selamat dalam hubungan antara dirimu dengan DiriNya, sehingga yang terkoyak hanyalah fisik bukan batinnya, lahiriyahnya bukan batinnya, hartanya bukan agamanya. Maka cobaan akan menjadi nikmat, bukan penderitaan.

Hari orang munafiq, kalian hanya menerima ajaran dari Allah Azza wa-Jalla dan rasulNya sebatas formalitas belaka, bukan maknanya. Itu berarti anda dusta lahir batin, dan tentu saja anda hina di dunia dan di akhirat.

Orang yang maksiat itu hina dalam dirinya, dan pendusta itu pun juga hina dalam dirinya. Hai para Ulama, jangan kotori ilmumu dengan pemburu dunia, jangan kau ikutkan sesuatu yang mulia dengan yang hina. Ilmu itu mulia, kehinaan itu adalah yang ada di tangan pemburu dunia.

Makhluk itu sendiri tidak mampu memberimu yang bukan bagianmu, namun ironisnya bagianmu anda anggap berada di tangan mereka. Bila anda sabar, bagianmu bakal tiba di atas apa yang ada di tangan mereka, dan anda tetap mulia.

Hati-hatilah! Siapa yang berambisi rizki malah tidak dapat rizki, dan siapa yang berambisi untuk diberi malah tidak diberi. Sibukkan dirimu dengan aktivitas taat kepada Allah Azza wa-Jalla dan tinggalkan bersibuk ria memburu dunia. Allah Azza wa-Jalla lebih tahu kebutuhan dan yang mashlahah bagimu. Dalam hadits Qudsi Allah Azza wa-Jalla berfirman:

“Siapa yang sibuk berdzikir padaKu dibanding meminta padaKu, Aku beri dia, pemberian yang lebih utama dibanding apa yang Aku berikan pada orang-orang yang minta.”



Dzikir lisan saja, tanpa hati, tidak ada kemuliaan bagimu. Dzikir yang sesungguhnya adalah dzikirnya hati dan rahasia hati, baru menimbulkan dzikir lisan, dan berarti benar dzikir anda kepada Allah Azza wa-Jalla.

“Maka berdzikirlah kepadaKu, niscaya Aku mengingatmu, dan bersyukurlah kepadaKu dan jangan kufur padaKu.” (QS. Al-Baqarah:152)



Dzikirlah kepada Allah Azza wa-Jalla, hingga engkau merasakan DzikirNya padaMu, dan dzikirlah kepadaNya sampai seluruh dosa-dosamu terhapuskan oleh dzikirmu, hingga dirimu sunyi dari dosa, lalu ta’at mu tanpa maksiat, maka disaat itulah Allah Azza wa-Jalla mengingatmu, dan anda tergolong orang yang berdzikir jauh dari mengingat makhlukNya, dzikirmu lebih dominan ketimbang permintaanmu, sampai semua tujuanmu adalah Dia mengalahkan semua tujuanmu yang ada.

Apabila Dia menjadi totalitas tujuanmu, Dia menjadikan kunci-kunci perbendaharaan kerajaanNya di hadapan hatimu. Sebab siapa yang mencintai Allah Azza wa-Jalla, ia tidak akan mencintai selain Dia, karena semua selain Dia sirna darinya. Bila cinta hamba padaNya berteguh dalam hatinya, cinta pada selain Dia akan keluar dari hatinya. Lalu seluruh anggota badannya meminum dari cinta itu, lahir batinnya aktif baik dalam gerak gerik maupun hakikatnya, lalu mempola dirinya untuk menjadi tidak biasa, jauh dari keramaian, dan bila sempurna penempuhan ini Allah Azza wa-Jalla telah mencintaiNya. Akal yang ada padamu senantiasa merenungkanNya. Kapankah anda menyendiri denganNya? Ingatlah malaikat maut bakal mendatangi anda, mencabut nyawa anda, memisahkan anda dari keluarga dan kekasih anda. Waspadalah, jangan sampai malaikat maut mencabut nyawa anda, sedangkan anda tidak senang bertemu dengan Allah Azza wa-Jalla, mengahadapNya di akhirat. Tunggulah maut itu, anda akan melihat yang lebih baik di sisiNya, dibanding apa pun di dunia.

Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat, dan lindungi kami dari azab neraka.

Hakikat Dzikir

Syeikh Abdul Qadir Al Jilany

Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. telah bersabda :

“Maukah kuceritakan kepadamu tentang amalmu terbaik dan paling bersih dalam pandangan Allah swt, serta orang yang tertingg i derajatnya di antaramu, yang lebih baik dari menyedekahkan emas dan perak serta memerangi musuh-musuhmu dan memotong leher mereka, dan mereka juga memotong lehermu?” Para sahabat bertanya, “Apakah itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Dzikir kepada Allah swt.” (H.r. Baihaqi). Hingga sampai martabat-martabat dzikirmu.

Sang Nabi saw, bersabda :

“Yang paling utama aku ucapkan, aku dan ucapan para Nabi sebelumku adalah Laa Ilaaha Illallaah…”

Setiap maqom dzikir ada kualifikasi martabat tertentu, baik dzikir bersuara (jahr) maupun yang tersembunyi (khafy). Semula adalah dzikir Lisan, kemudian dzikir Jiwa (Nafs), kemudian dzikir Qalbu, lalu dzikir Ruh, lantas dzikir Sirr (rahasia ruh), kemudian dzikir rahasia (khafi), lalu dzikir paling rahasia (akhfal khafy).

Dzikir Lisan adalah dzikir, di mana dengan dzikir itu mengingatkan qalbu yang alpa pada dzikrullah Ta’ala.

Dzikir Jiwa (Nafs) adalah dzikir yang terdengar oleh huruf maupun suara, tetapi terdengar oleh rasa dan gerak-gerik dalam batin.

Dzikir Qalbu adalah aktifitas qalbu dengan segala apa yang tersembunyi di dalamnya dari pancaran Kemaha-agungan dan Kemaha-indahanNya.

Dzikir ruh, tersimpul pada penyaksian cahaya-cahaya Tajalli Sifat.

Dzikir Sirr, adalah fokusnyaketersingkapan rahasia-rahasia Ilahiyah.

Dzikir Khafy adalah menyelaraskan cahaya-cahaya Kemaha indahan Dzat Ahadiyah di posisi yang benar.

Sedangkan Dzikir Akhfal Khafy adalah memandang pada hakikat Haqqul Yaqin, dan tak ada yang tampak kecuali hanya Allah Ta’ala, sebagaimana firmanNya :

“Maka sesungguhnya Dia Maha Tahu yang rahasia dan yang lebih tersembunyi (Thaha : 7).

Inilah yang paling total dibanding setiap panji dzikir, dan lebih pangkal dari segala tujuan.

Perlu diketahui, di sana ada sisi Ruh lain yang lebih lembut disbanding ruh-ruh yang ada yang disebut dengan Thiflul Ma’aany, yaitu suatu kelembutan yang memotivasi seluruh orientasi menuju kepada Allah swt. Para Ulama Sufi menegaskan, “Ruh ini tidak bersemai pada setiap orang namun lebih bersemai pada kalangan khusus, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

“Allah mempertemukan ruh dari perintahNya pada orang yang dikehendaki dari kalangan hamba-hambaNya.” (Ghafir: 15)

Ruh tersebut yang berkelindan secara lazim dengan Alam Qudrat dan Musyahadah di alam hakikat, sehingga sama sekali tidak berpaling kepada selain Allah swt, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw :

“Dunia itu haram bagi ahli akhirat, dan akhirat itu haram bagi ahli dunia, dan keduanya haram bagi Ahlullah.” (Ad-Daylamy)

Sedangkan jalan Wushul kepada Allah Ta’ala, melalui peneladanan jejak secara fisik di Jalan yang Lurus melalui hukum syariat, baik malam maupun siang. Sedangkan di satu sisi, harus melanggengkan dzikir kepada Allah Ta’ala, sebagai keharusan yang mesti dilakukan oleh para pencari, sebagaimana firmanNya:

“Yaitu orang-orang yang berdzikir kepada Allah baik ketika berdiri dan ketika duduk dan ketika tidur, dan bertafakkur…” (Ali Imron: 191)

Dimaksud dengan berdiri adalah dzikir di siang hari, dan makna “duduk” adalah dzikir di malam hari. Begitu pula ketika dalam tidur, dalam suasana tergenggam Ilahi, terhamparkan keleluasaan jiwanya, ketika sehat, sakit, kaya, miskin, mulia dan abadi, dan sebagainya.