Laman

Rabu, 17 Juli 2013

PERJALANAN HAMBA ALLAH Abu Bakar Ash-Shiddiq I

Abu Bakar Ash-Shiddiq
Nama dan Nasab Abu Bakar
Nama lengkap Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Ka'ab bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai. Sedangkan nama ibu beliau adalah Ummul Khair Salma binti Shakhr bin Akir, yang meninggal dunia sebagai seorang muslimah.1)

Ali bin Abi Thalib bersumpah dengan nama Allah bahwa Allah-lah yang telah menurunkan dari langit nama Ash-Shiddiq untuk Abu Bakar.2)

Sifat-sifat Abu Bakar
Diriwayatkan dari Anas radhiyallohu 'anhu, dia berkata: “Abu Bakar adalah orang yang suka memakai daun pacar dan daun katam untuk mewarnai rambutnya.”3)

Dari Qais bin Abi Hazim dia berkata, “Aku bersama-sama dengan ayahku berkunjung kerumah Abu Bakar. Dia adalah seorang yang berperawakan kurus, tidak terlalu banyak daging dipipinya, dan berambut putih.”4))

Pemeluk Islam Pertama
Hassan bin Tsabit, Ibnu Abbas, Asma' binti Abi Bakar, dan Ibrahim An-Nakha'i berkata, ” Orang yang pertama kali memeluk agama Islam adalah Abu Bakar.”5)

Yusuf bin Ya'kub bin Al Majasyun berkata, “Aku masih sempat menjumpai kehidupan ayahku dan beberapa orang syaikhku. Mereka itu adalah Muhammad bin Al Munkadir, Rabi'ah bin Abi Abdirrahman, Shalih bin Kaisan, Sa'ad bin Ibrahim, dan Utsman bin Muhammad al Akhnasi. Mereka semua tidak meragukan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah orang yang pertamakali memeluk agama Islam.”

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radiyallohu 'Anhuma bahwa dia berkata, “Orang yang pertama kali mengerjakan Shalat adalah Abu Bakar radiyallohu 'anhu.”6)

Diriwayatkan dari Ibrahim, dia berkata, “Orang yang pertama kali mengerjakan shalat (dari kalangan umat Muhammad) adalah Abu Bakar.”

Putra-Putri Abu Bakar
Diantara putra-putri Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah Abdullah dan Asma' yang mendapatkan julukan Dzatun-Nithaqain. Ibu dari kedua anak ini adalah Qutailah. Anak Abu Bakar yang lainnya adalah Abdurrahman dan Aisyah, keduanya berasal dari ibu yang bernama Ummu Ruman. Kemudian anak beliau yang lain lagi adalah Muhammad. Ibu anak ini bernama Asma' bin Umais.

Anak Abu Bakar lainnya adalah Ummu Kultsum. Ibu dari putrinya yang satu ini adalah Habibah binti Kharijah bin Zaid. Ceritanya, ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq hijrah ke Madinah, beliau singgah di rumah Kharijah. Lalu beliau menikah dengan putrinya yang bernama Habibah tersebut.

Mengenai Abdullah, dia sempat ikut serta pada perang Tha'if. Sedangkan Asma', dia dinikahi oleh Az Zubair dan sempat melahirkan beberapa putra. Namun kemudian Az Zubair menceraikannya. Dia terus hidup bersama putranya yang bernama Abdullah sampuai akhirnya putranya tersebut terbunuh. Asma' sendiri meninggal dalam usia 100 tahun.

Adapun Abdurrahman, dia sempat ikut perang Badar bersama-sama orang musyrik. Namun kemudian dia memeluk agama Islam. Berbeda lagi dengan Muhammad, dia termasuk ahli ibadah dari kalangan orang-orang Quraisy. Hanya saja dia memberikan pertolongan kepada Utsman pada hari kekhalifahannya dikudeta. Diapun telah di angkat oleh Ali bin Abi Thalib sebagai penguasa di Mesir. Hanya saja akhirnya dia di bunuh oleh orang-orang Mu'awiyah di negeri tersebut. Sedangkan Ummi Kultsum, dia dinikahi oleh Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu 'anhu.

Perilaku Baik Abu Bakar
Diriwayatkan dari Asma' binti abu bakar, dia berkata: Ada orang minta tolong datang kepada Abu Bakar. lalu dikatakan kepada Abu bakar, “Tolonglah sahabatmu itu! (Maksudnya adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam).” Maka, Abu Bakar keluar dari sisi kami. Sesungguhnya ketika itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki empat buah rambut yang dijalin. Maka, Abu Bakar masuk ke dalam Masjidil Haram sambil berkata, “Celaka kalian semua…Apakah kalian membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: “Tuhanku ialah Allah, padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu.” (Qs. Ghaafir (40):28)

Maka orang-orang kafir Quraisy meninggalkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan menghampiri Abu Bakar. Namun, setelah itu Abu Bakar kembali kepada kita tanpa memegang sedikit pun jalinan rambut milik Rasulullah. Yang dia lakukan hanyalah membawa Rasulullah sambil berkata, “Maha Tinggi Engkau, wahai Dzat Yang Maha Agung lagi Maha Mulia.”7)

Abu Ya'la juga meriwayatkan dengan kualitas sanad yang hasan dengan redaksi yang cukup panjang. Riwayat itu berasal dari Asma' binti Abu Bakar bahwa orang-orang telah berkata kepadanya, “Perlakuan sadis apa yang pernah kamu lihat dilakukan orang-orang musyrik terhadap diri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?”

Lalu disebutkan riwayat yang mirip dengan redaksi Abu Ishaq di atas sebagai berikut: Lalu ada orang yang meminta tolong datang menghampiri Abu Bakar. Orang itu berkata, “Tolonglah sahabatmu!” Asma' berkata, “Lalu Abu Bakar beranjak meninggalkan kita. Sedangkan Rasulullah sendiri waktu itu memiliki empat jalinan rambut. Abu Bakar pun berkata, “Celakalah kalian semua. Apakah kalian akan membunuhnya?' Abu Bakar sama sekali tidak menyentuh keempat jalinan rambut Rasulullah sampai akhirnya dia membawanya pulang.”

Kisah tentang Abu Bakar ini memiliki beberapa penguat yang lain. Di antaranya yang berasal dari Al Bazzar dari riwayat Muhammad bin Ali, dari ayahnya bahwa dia telah berkhutbah sebagai berikut, “Siapakah orang yang paling berani?” Orang-orang menjawab, “Kamu.” Ali-yang tidak lain ayah Muhammad-berkata, “Kalau aku, maka tidak pernah berduel dengan seorang pun kecuali aku yang akan jadi pemenangnya. Akan tetapi orang yang paling pemberani adalah Abu Bakar. Aku pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah dianiaya oleh orang-orang kafir Quraisy. Beberapa orang telah menyakiti dan menzhalimi beliau. Orang-orang Quraisy berkata kepada Rasulullah, “Apakah kamu akan menggantikan beberapa Tuhan yang ada hanya menjadi satu Tuhan saja?' Demi Allah, tidak ada seorang pun di antara kita yang menerima ajakan beliau (untuk memeluk Islam) kecuali hanya Abu Bakar. Tetapi, tetap saja ada orang yang berusaha menyakiti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Maka Abu Bakar berkata, “Apakah kalian akan membunuh seorang laki-laki yang berkata, 'Tuhanku adalah Allah?'”

Kemudian Ali menangis sambil berkata, “Aku bersumpah dengan nama Allah di hadapan kalian, apakah orang mukmin pada masa Fir'aun lebih utama di bandingkan dengan Abu Bakar?” Maka semua orang terdiam. Ali kembali berkata, “Demi Allah, itulah waktu paling baik yang dimiliki oleh Abu Bakar. Orang mukmin pada masa Fir'aun adalah orang yang menyembunyikan keimanannya. Sedangkan lelaki ini (Abu Bakar) adalah orang yang mengumumkan keimanannya.

Dari Anas radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Pada waktu malam di dalam gua, Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, biarkanlah aku yang masuk terlebih dahulu sebelum Anda. Jika memang ada seekor ular atau hewan penyengat yang lain, maka dia akan menyengatku terlebih dahulu sebelum menyengat Anda. Rasulullah bersabda, “Kalau begitu masuklah!” Maka, Abu Bakar masuk sambil menutup setiap lubang yang dilihatnya. Dia menutup lubang-lubang itu dengan sobekan pakaiannya. Abu Bakar terus melakukan hal itu sampai dia menyobek seluruh bajunya.

Anas berkata, “Namun ternyata masih ada satu lubang yang tersisa. Maka, Abu Bakar menyumbat lubang itu dengan tumitnya. Barulah setelah itu Abu Bakar mempersilahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk masuk. Pada keesokan harinya, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya, 'Dimana bajumu wahai Abu Bakar?' Abu Bakar memberituhukan apa yang telah dia perbuat semalam. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya sembari berdoa, 'Ya Allah, jadikanlah Abu Bakar berada di derajatku pada hari kiamat nanti'. Lalu Allah 'Azza wa Jalla memberikan wahyu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Sesungguhnya Allah Ta'ala akan mengabulkan permohonanmu itu'.”

Dari Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk bershadaqah. Kebetulan pada waktu itu aku memiliki harta untuk di shadaqahkan. Maka aku pun berkata, “Pada hari ini aku akan berusaha manandingi amal Abu Bakar.” Aku menshadaqahkan separuh harta milikku. Namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadaku, 'Apakah kamu tidak menyisakan untuk keluargamu?' Aku menjawab, 'Masih ada separuhnya lagi'. Ternyata Abu Bakar menshadaqahkan seluruh harta miliknya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya, 'Apakah kamu tidak menyisakan harta untuk keluargamu?' Abu Bakar menjawab, 'Aku tinggalkan Allah dan Rasul-Nya bagi mereka semua'. Maka aku berkata, 'Aku selamanya tidak akan pernah bisa menyaingimu dalam suatu apa pun'.”8)

Dari Qais radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Abu Bakar radhiyallahu 'anhu telah memerdekakan Bilal dengan cara membelinya (dari tuannya). Ketika itu Bilal sedang disiksa dengan cara ditindih batu. Abu Bakar membelinya dengan emas sebanyak 5 uqiyah. Maka orang-orang berkata kepada Abu Bakar, “Seandainya kamu tidak menyepakati harga itu dan hanya menawar seharga satu uqiyah emas, pasti kami akan menjual Bilal kepadamu.” Abu Bakar balik menjawab, “Seandainya kalian menjualnya seharga 100 uqiyah, pasti aku pun akan memerdekakannya.”9)

Keutamaan dan Perjalanan Hidup Abu Bakar
Para ulama ahli sejarah menyebutkan bahwa Abu Bakar ikut perang Badar bersama-sama dengan Rasulullah dan juga ikut pada peperangan yang lain. Dia tidak pernah absen dalam setiap peperangan. Pada waktu perang Uhud, tepatnya ketika orang-orang Islam sudah mulai terdesak, Abu Bakar masih setia di barisan peperangan. Abu Bakar juga telah dipercaya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memegang panji kebesaran umat Islam pada waktu perang Tabuk.

Ketika Abu Bakar memeluk agama Islam, dia memiliki uang sebasar 40.000 Dirham. Uang itulah yang dia gunakan untuk memerdekakan para hamba sahaya yang disiksa tuannya karena memeluk agama Allah. Uang itu juga digunakan untuk memperkuat perjuangan kaum muslimin. Beliaulah orang yang pertama kali mengkodifikasikan kitab suci Al Qur'an. Abu Bakar senantiasa menjauhkan dirinya dari segala jenis minuman keras, baik pada masa jahiliyah maupun masa Islam. Beliau juga orang yang pertama kali muntah karena menjauhkan dirinya dari sesuatu yang bersifat syubhat. 10)

Di antara keutamaan Abu Bakar radhiyallahu 'anhu yang lainnnya adalah, ia orang pertama yang diangkat sebagai khalifah dan ayahandanya masih hidup. Ia juga khalifah yang pertama kali digaji oleh rakyatnya. Bukhari meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha, dia berkata, “Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, dia pun berkata, 'Kaumku telah mengetahui bahwa mata pencaharianku masih mampu mencukupi kebutuhan keluargaku. Namun aku disibukkan menangani urusan kaum muslimin. Oleh karena itu, keluarga Abu Bakar akan makan dari harta (gaji) ini dan Abu Bakar sendiri akan menangani urusan kaum muslimin'.”

Ibnu Sa'ad meriwayatkan dari Atha' bin As Sa'id, dia berkata, “Ketika Abu Bakar telah dibai'at untuk menjadi khalifah, maka pada suatu pagi beliau pergi dengan membawa kain dagangannya menuju pasar. Umar berkata, 'Kamu hendak pergi kemana?' Abu Bakar menjawab, “Mau ke pasar'. Umar berkata, 'Apa yang akan kamu kerjakan sedangkan kamu ditugaskan untuk menangani urusan kaum muslimin?' Abu Bakar menjawab, 'Lalu dari mana aku akan menafkahi keluargaku?' Umar berkata, 'Pergilah kamu (bersamaku) agar Abu Ubaidah mengalokasikan uang gaji untukmu'. Maka Abu Bakar dan Umar menjumpai Abu Ubaidah sehingga Abu Ubaidah pun berkata, 'Aku menetapkan gaji untukmu berupa bahan makanan yang standar bagi seorang laki-laki dari kalangan Muhajirin, yakni bukan makanan orang paling kaya dan juga bukan makanan orang yang paling miskin, serta pakaian pada musim dingin dan panas. Jika pakaian itu telah usang, maka kembalikanlah pakaian itu dan kamu bisa mengambil pakaian yang lain lagi'. Umar dan Abu Ubaidah juga memberi jatah Abu Bakar berupa setengah daging kambing dalam seharinya dan keperluan lainnya yang dipakai di kepala dan badan.”

Ibnu Sa'ad meriwayatkan dari Maimun, dia berkata, “Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, maka orang-orang memberikan uang sebanyak 2000 kepadanya. Abu Bakar berkata, 'Tambahlah untukku, karena sesungguhnya aku memiliki banyak keluarga dan kamu telah membuatku tidak bisa lagi berdagang'. Maka orang-orang menambahkan lagi sebanyak 500.”

Ath-Thabrani meriwatkan di dalam kitab musnad-nya dari Al Hassan bin Ali bin Abi Thalib, dia berkata, “Ketika Abu Bakar hendak meninggal dunia, dia berkata, 'Wahai Aisyah, coba periksa unta perahan yang air susunya biasa kita konsumsi, wadah dari kulit unta yang biasa kita pergunakan untuk wadah air, dan kain beludru yang kita manfaatkan ketika kita masih dipercaya untuk mengurusi kaum muslimin. Jika aku nanti meninggal dunia, maka kembalikan benda itu semua kepada Umar!' Ketika Abu Bakar meninggal dunia maka Aisyah mengembalikan semua barang itu kepada Umar. Maka Umar pun berkata, 'Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu, wahai Abu Bakar! Kamu sungguh-sungguh memberikan contoh yang sangat sulit bagi generasi setelahmu'.”

Ibnu Abi Ad-Dunya meriwayatkan dari Abu Bakar bin Hafsh, dia berkata, “Ketika Abu Bakar radhiyallahu 'anhu mengalami sakaratul maut, dia berkata kepada Aisyah radhiyallahu 'anha, 'Wahai putriku, sesungguhnya kita telah mengurusi kaum muslimin dan kita tidak makan satu Dinar atau satu Dirham pun (harta Mereka). Akan tetapi, kita mengkonsumsi makanan kasar mereka di dalam perut kita ini, kita mengenakan pakaian kasar milik mereka di tubuh kita ini, dan kita juga tidak mendapatkan harta rampasan perang kaum muslimin sedikit pun kecuali hanya seorang hamba sahaya dari Abisinia, unta perahan, dan pakaian beludru yang telah usang ini. Oleh karena itu, jika aku mati nanti, maka kembalikanlah semua ini kepada Umar!'”

Di antara keutamaan lainnya yang dimiliki Abu Bakar adalah, ia orang yang pertama kali memiliki ide membuat Baitul Mal (badan untuk menyimpan harta). Ibnu Sa'ad meriwayatkan dari Sahal bin Abu Khaitsamah dan beberapa perawi yang lain bahwa Abu Bakar radhiyallahu 'anhu memiliki Baitul Mal yang berada di daerah Sunh. Namun Baitul Mal tersebut tidak dijaga oleh seorang pun. Maka ada orang yang berkata kepada beliau, “Tidakkah Anda menyuruh seseorang untuk menjaganya?” Abu Bakar menjawab, “Tempat itu sudah dikunci.”

Abu Bakar telah menshadaqahkan seluruh harta yang ada dalam rumah itu sampai habis. Ketika pindah ke Madinah, Abu Bakar juga mengalihkan Baitul Mal tersebut. Dia menjadikan rumahnya sebagai Baitul Mal. Maka, dia pun menghimpun sejumlah harta kemudiaan dibagi-bagikan kepada orang-orang fakir. Dia membagikan harta itu secara adil. Abu Bakar juga telah membeli unta, kuda, dan senjata untuk disumbangkan sebagai peralatan perang di jalan Allah. Beliau telah membeli sejumlah kain sutra untuk dibagi-bagikan kepada penduduk Madinah.

Ketika beliau meninggal dunia dan jenazahnya telah dikebumikan, maka Umar memanggil beberapa orang kepercayaannya. Dia mengajak mereka untuk masuk ke dalam Baitul Mal milik Abu Bakar. Di antara orang yang diajak masuk ke dalam tempat itu adalah Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan. Ternyata mereka tidak menjumpai sesuatu pun di dalam tempat itu, sekali pun hanya sekeping dinar maupun dirham.

Menurutku berdasarkan keterangan ini, maka pendapat Ibnu Al Askari di dalam kitab Al Awaa'il menjadi tersanggah. Dia telah mengatakan bahwa orang yang pertama kali memiliki ide membuat Baitul Mal adalah Umar bin Khaththab. Bahkan, dia juga mengatakan bahwa di masa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam maupun di masa Abu Bakar radhiyallahu 'anhu belum pernah ada Baitul Mal.

Aku telah memaparkan masalah ini di dalam kitab karanganku. Namun aku juga menjumpai Ibnu Al Askari meralat pendapatnya itu di dalam kitab karangannya yang lain sebagai berikut, “Sesungguhnya orang yang pertama kali mencetuskan ide Baitul Mal adalah Abu Ubaidah bin Al Jarrah pada masa kekhilafahan Abu Bakar.”

Di antara keutamaan Abu Bakar Ash Shiddiq yang lainnya adalah sebagaimana yang telah dikatakan oleh Al Hakim sebagai berikut, “Julukan yang pertama kali muncul dalam Islam adalah julukan yang diberikan kepada Abu Bakar radhiyallahu 'anhu. Beliau dijuluki dengan sebutan 'Atiq (orang yang terbebas dari api neraka).”

Muhammad bin Ishaq menyebutkan bahwa dari 10 0rang yang pertama kali masuk Islam, ada 5 orang yang menyatakan keislamannya di hadapan Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu. Mereka itu adalah Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Az-Zubair, Sa'ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin Auf radhiyallahu 'anhum.11)).

Dari Abu Sa'id radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan orang-orang sebagai berikut, “Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla telah memberikan pilihan kepada seorang hamba untuk (hidup di alam) dunia atau berada di sisi-Nya. (Maksudnya adalah meninggal dunia). Ternyata hamba itu lebih memilih untuk tinggal di sisi-Nya.” Lalu Abu Bakar radhiyallahu 'anhu menangis. Tentu saja kami merasa heran dengan tangisan Abu Bakar yang disebabkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang mengabarkan tentang seorang hamba yang telah disuruh memilih oleh Allah. Ternyata, hamba yang disuruh untuk memilih dua hal itu adalah Rasulullah sendiri. Abu Bakar memang orang yang paling memahami maksud sabda Rasulullah tersebut. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling tulus menjalin persahabatan denganku dan yang paling dermawan mendermakan hartanya untuk (perjuangan)ku adalah Abu Bakar. Seandainya aku mengangkat seorang Khalil (kekasih) selain Tuhanku 'Azza wa Jalla, pasti aku telah mengangkat Abu Bakar (sebagai Khalil). Akan tetapi persaudaraan dan saling mencintai dalam ikatan Islam (jauh lebih baik). Tidak ada di dalam masjid sebuah pintu kecuali telah ditutup, kecuali hanya pintu Abu Bakar saja (yang masih terbuka).” (Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pintu Abu Bakar saja yang terbuka adalah restu Rasulullah agar dia menjadi khalifah setelah beliau–penerj.) (HR. Bukhari-Muslim dalam kitab Shahihain)12)

Dari Abu Darda' radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Aku duduk di samping Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba Abu Bakar datang sambil memegang ujung pakaiannya sehingga kedua lututnya sampai terlihat. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Adapun sahabat kalian (yang sedang datang kemari ini), maka dia telah bertengkar (dengan seseorang).” Lalu Abu Bakar mengucapkan salam kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya telah terjadi diskusi antara diriku dengan Ibnu Khaththab (Umar)! Memang aku terburu-buru marah kepadanya, namun aku menyesali kejadian tersebut sehingga aku meminta maaf kepadanya. Akan tetapi, dia enggan memaafkan kesalahanku. Oleh karena itu, aku pergi menghadapmu.” Rasulullah bersabda, “Allah akan mengampunimu, wahai Abu Bakar.” Rasulullah mengucapkan kalimat ini sebanyak tiga kali.

Ternyata Umar menyesali perbuatannya sehingga dia berkunjung ke rumah Abu Bakar. Dia pun berkata, “Abu bakar telah berbuat salah (kepadaku).” Namun orang-orang berkata, “Tidak.” Akhirnya Umar datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dia mengucapkan salam kepada beliau. Namun raut wajah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terlihat berubah karena marah. Hal itu semakin membuat Abu Bakar merasa kasihan kepada Umar. Akhirnya Abu Bakar berlutut (di hadapan Rasulullah) sambil berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah, aku malah merasa semakin berbuat zhalim (kepada Umar)!” Abu Bakar mengucapkan kalimat itu sebanyak dua kali.

Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengutusku kepada kalian semua. Namun kalian malah berkata, 'Kamu adalah pendusta'. Berbeda dengan Abu Bakar yang membenarkan (ajaranku). Dia telah membantuku dengan jiwa dan harta bendanya. Apakah kalian akan meninggalkan aku (dengan meninggalkan) sahabatku?” Rasulullah mengucapkan kalimat itu sebanyak dua kali. Sejak itulah Abu Bakar tidak pernah disakiti (oleh seorang pun dari kaum Muslimin. (HR. Bukhari)

Dari Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Kami pergi berperang bersama-sama dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada waktu perang Hunain. Ketika kami telah berjumpa dengan pihak musuh, maka kaum muslimin mulai terdesak. Aku melihat ada seorang laki-laki dari kaum musyrik akan menghabisi nyawa seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin. Aku langsung berputar untuk mendatanginya dari arah belakang. Aku mengayunkan pedangku ke tengkuk lelaki musyrik tersebut. Ternyata, dia malah berbalik ke hadapanku sambil merangkulku dengan sangat kuat. Aku mencium aroma kematian dari tubuhnya. Sampai Akhirnya dia meninggal dunia dan melepaskan rangkulannya dari tubuhku. Aku akhirnya menghampiri Umar bin Khaththab sembari berkata, 'Bagaimana kondisi orang-orang?' Umar menjawab, “Berada dalam pertolongan Allah.”

Setelah itu, orang-orang pulang. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam duduk sambil bersabda, “Barangsiapa berhasil membunuh seseorang, hendaklah dia mendatangkan bukti sehingga dia bisa memiliki harta orang yang dia bunuh.” Aku pun berdiri sambil berkata, “Siapa yang mau menjadi saksi untukku?” Kemudian aku duduk dan Rasulullah kembali bersada, “Barangsiapa yang berhasil membunuh seseorang, hendaklah dia mendatangkan bukti sehingga dia bisa memiliki harta orang yang dia bunuh.” Aku pun kembali berdiri sambil berkata, “Siapa yang mau menjadi saksi untukku?” aku kembali duduk (karena masih tidak ada orang yang mau menjadi saksi untukku).

Rasulullah menyabdakan kalimat serupa untuk yang ketiga kalinya. Maka ada seorang laki-laki berkata, “Dia berkata jujur, wahai Rasulullah! Harta rampasan perang orang itu berada padaku. Maka, relakanlah harta miliknya itu agar menjadi milikku. “Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “Tidak, demi Allah! Tidak ada salah seorang dari singa Allah yang ikut berperang di jalan Allah dan Rasul-Nya lalu dia memberikan harta rampasan perangnya kepadamu. “Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Abu Bakar berkata benar. Berikanlah harta rampasan perang itu kepadanya!” Akhirnya aku menjual baju perang (milik orang musyrik tersebut) kemudian uang hasil penjualannya aku belikan sebuah kebun buah di daerah kabilah Bani Salamah. Itulah harta pertama yang aku miliki dalam Islam. 13) Hadits ini mengandung keterangan bahwa Abu Bakar telah mengeluarkan fatwa di hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Ini merupakan salah satu keutamaan yang dimiliki Abu Bakar.

Dari Sahal bin Sa'ad, dia berkata: Pernah terjadi peperangan di Bani Amru bin Auf. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar peristiwa tersebut. Beliau mengunjungi mereka setelah waktu zhuhur. Tujuan beliau datang adalah untuk mendamaikan mereka. Rasulullah bersabda, “Wahai Bilal jika waktu shalat (Ashar) telah tiba dan aku juga belum datang, maka perintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam shalat bagi orang-orang.” Ketika waktu shalat (Ashar) telah tiba, seperti biasa Bilal mengumandangkan iqamah shalat. Lalu dia memerintahkan Abu Bakar (untuk mengimami shalat). Maka Abu Bakar menjadi imam shalat bagi mereka. Ternyata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang setelah Abu Bakar memulai shalatnya.

Ketika orang-orang melihat Rasulullah datang, mereka menepuk tangan (untuk memberi tanda kepada Abu Bakar). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang dengan membelah barisan shalat orang-orang sampai akhirnya berdiri di belakang Abu Bakar. (Perawi berkata, “jika telah memulai shalatnya maka Abu Bakar tidak akan lagi menoleh). Ketika Abu Bakar mendengar suara tepukan tangan yang tiada kunjung berhenti, maka dia pun akhirnya menoleh. Dia melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sudah berada di belakangnya. Namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan isyarat dengan tangannya, “Teruskanlah!” Maka Abu Bakar tetap berdiri di tempatnya sambil membaca tahmid kepada Allah karena hal itu. Setelah itu Abu Bakar berjalan mundur secara perlahan-lahan. Akhirnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengimami orang-orang mengerjakan shalat.

Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam usai menunaikan shalat, beliau bersabda, “Wahai Abu Bakar apa yang menghalangimu (untuk meneruskan shalat) ketika aku memberimu isyarat terus?” Abu Bakar menjawab, “Tidak pantas Ibnu Abi Quhafah mengimami Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Maka Rasulullah bersabda kepada orang-orang, “Jika terjadi sesuatu di tengah shalat kalian, maka hendaklah orang-orang lelaki membaca tasbih dan orang-orang perempuan menepuk tangan.” (HR. Bukhari-Muslim dalam kitab Shahihain)14)

Dari Aisyah radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Ketika sakit Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sudah semakin parah, Bilal (seperti biasanya) mengumandangkan adzan shalat. Maka beliau bersabda, “Perintahkanlah Abu Bakar untuk menjadi imam shalat bagi orang-orang!”

Aisyah berkata, “Maka aku pun berkata, 'Wahai Rasulullah sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang lelaki yang mudah menangis. Sesungguhnya ketika dia berdiri untuk menggantikanmu, maka orang-orang tidak akan bisa mendengar suaranya (dengan jelas). Seandainya saja Anda memerintahkan Umar'. Rasulullah bersabda,'Perintahlah Abu Bakar untuk menjadi imam shalat bagi orang-orang!'”

Aisah berkata, “Maka aku berkata kepada Hafshah, “coba berbicaralah kepada Rasulullah, 'Abu Bakar adalah orang yang mudah sekali menangis. Sesungguhnya ketika dia berdiri menggantikan posisimu, maka orang-orang tidak akan bisa mendengar suaranya. Andai saja Anda memerintahkan Umar'. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda lagi, 'Sungguh kalian ini seperti para perempuan Yusuf (dalam hal suka membantah). Perintahkanlah Abu Bakar agar menjadi imam shalat bagi orang-orang!'”

Aisyah radhiyallahu 'anha berkata, “Maka, mereka memerintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam shalat. Ketika Abu Bakar mulai menunaikan ibadah shalat, ternyata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam merasa kalau sakitnya sedikit berkurang. Beliau berdiri dengan dibantu oleh dua orang laki-laki yang menuntun beliau, sedangkan kedua kaki Rasulullah sendiri pada waktu itu berjalan tertatih-tatih. Sampai akhirnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke dalam masjid. Ketika Abu Bakar mendengar gerak perlahan Rasulullah, maka dia langsung bergerak mundur. Namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberinya isyarat, 'Tetaplah berdiri seperti semula!' Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terus berjalan sehingga duduk di samping kiri Abu Bakar, sedangkan Abu Bakar tetap dalam posisi berdiri. Abu Bakar mengikuti shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan orang-orang mengikuti shalat Abu Bakar.” (HR. Bukhari-Muslim dalam kitab Shahihain)15)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Sama sekali tidak ada harta yang memberi manfaat bagiku, sebagaimana manfaat harta milik Abu Bakar.” Lalu Abu Bakar menangis sambil berkata, “Bukankah memang diri dan hartaku hanya milikmu, wahai Rasulullah?” (HR. Ahmad)16)

Dari Muhammad bin Jubair bin Muth'im, dari ayahnya, dia berkata: Ada seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu beliau memerintahnya untuk kembali datang menjumpai beliau. Namun wanita itu berkata, “Bagaimana jika aku kembali nanti aku tidak menjumpai Anda?” Sepertinya maksud wanita itu adalah, bagaimana kalau beliau telah wafat. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jika kamu tidak menjumpai aku, maka datanglah kamu kepada Abu Bakar!” (HR.Bukhari)17)

Dari Abu Raja' Al Atharidi, dia berkata: Aku memasuki kota Madinah. Lalu Aku melihat orang-orang sedang berkumpul. Aku juga melihat seorang laki-laki sedang mengecup kepala seorang laki-laki yang lain. Dia juga berkata, “Aku adalah tebusan untukmu. Seandainya bukan karena Anda, pasti kami semua telah binasa.” Maka aku berkata, “Siapakah orang yang mengecup dan siapakah orang yang dikecup keningnya itu?” Orang-orang pun menjawab, “Itu adalah Umar yang telah mengecup kening Abu Bakar ketika telah memerangi ahlur-riddah (orang-orang yang murtad). Sebab, mereka itu adalah orang-orang yang enggan membayar zakat sampai akhirnya mereka dipaksa untuk membayarnya.”

Dari Muhammad bin Al Hanafiyah, daia berkata: Aku pernah bertanya kepada ayahku, “siapakah manusia yang paling baik setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?” Ali bin Abi Thalib menjawab, “Abu Bakar.” Aku bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Ali menjawab, “kemudian Umar.” Sebenarnya aku khawatir kalau ayahku akan menyebutkan nama Utsman. Maka aku berkata, “Kemudian Anda.” Namun dia malah berkata, “Ayahmu ini hanyalah salah seorang lelaki dari kalangan kaum muslimin.” (HR.Bukhari)18)

Dari Abu Sarihah, dia berkata: Aku pernah mendengar Ali radhiytallahu 'anhuberkata di atas mimbar, “Ingatlah, sesungguhnya Abu Bakar adalah orang yang sangat pandai memelihara hati (dari hal-hal yang buruk).”19)

Dari Za'id bin Arqam radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Abu Bakar Ash Shiddiq memiliki seorang hamba sahaya yang berkhianat kepadanya. Pada suatu malam, hamba sahaya itu datang dengan membawa makanan. Maka, Abu Bakar menelan sesuap dari makanan yang dibawa hamba sahaya tersebut. Setelah itu hamba sahaya itu berkata, “Mengapa kamu setiap malam bertanya kepadaku dan pada malam hari ini tidak melontarkan sebuah pertanyaan?” Abu Bakar menjawab, “Hal itu disebabkan karena aku merasa sangat lapar. Dari manakah kamu mendapatkan makanan ini?” Hamba sahaya itu berkata, “Aku pernah melewati sekelompok orang jahiliyyah, maka aku membacakan mantera kepada mereka sehingga mereka menjanjikan aku (untuk memberi sesuatu). Pada hari inilah, ketika aku melewati mereka lagi, ternyata mereka memiliki sebuah acara pernikahan. Akhirnya, mereka memberiku makanan.” Abu Bakar berkata, “Celaka kamu ini, hampir saja kamu membuatku binasa (karena makanan yang tidak halal tersebut)!”

Maka, Abu Bakar memasukkan tangannya ke dalam kerongkongannya dan dia pun mulai akan muntah. Namun sesuap makanan itu tidak juga mau keluar dari kerongkongannya. Maka dikatakan kepadanya, “Sesungguhnya makanan itu tidak akan keluar kecuali dengan bantuan air.” Abu Bakar minta diambilkan air dalam sebuah wadah. Dia pun meminum air tersebut sampai akhirnya berhasil memuntahkan makanan itu. Dikatakan lagi kepada Abu Bakar, “Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu. Apakah semua ini gara-gara sesuap makanan itu?” Abu Bakar berkata, “Seandainya makanan itu tidak keluar kecuali dengan jiwaku, maka aku pasti akan mengeluarkannya juga. Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Setiap jasad yang tumbuh dari sesuatu yang haram, maka neraka lebih berhak baginya.' Oleh karena itu, aku merasa khawatir kalau ada sesuatu yang haram tumbuh di dalam jasadku dari sesuap makanan itu.” (Bukhari meriwayatkan ujung hadits ini dari hadits Aisyah radhiyallahu 'anha)

Dari Hisyam, dari Muhammad, dia berkata, “Orang dari kalangan umat ini yang paling memiliki kecemburuan besar terhadap agama setelah Nabinya adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq.”

Dari Muhammad bin Sirin, dia berkata, “Tidak ada seorang pun yang takut terhadap (larangan) yang dia telah ketahui setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melebihi Abu Bakar.”20)

Dari Qais, dia berkata: Aku telah melihat Abu Bakar memegang ujung lidahnya sembari berkata, “Inilah yang menggiringku ke tempat sumber air (kelak di hari kiamat).”

Kekhilafahan Abu Bakar
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, dia berkata: Umar bin Khaththab telah berkata, “Diantara berita yang beredar di tengah-tengah kami pada hari wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah Ali dan Az-Zubair berada di rumah Fathimah, sedangkan para sahabat kalangan Anshar sedang berada di Saqifah Bani Sa'idah. Berbeda dengan para sahabat kalangan Muhajirin yang pada waktu itu berkumpul di sekitar Abu Bakar. Maka aku (Umar) berkata kepadanya, 'Wahai Abu Bakar, mari beranjak bersama kami menuju saudara-saudara kita dari kalangan Anshar!'

Akhirnya kami semua bertolak sampai akhirnya bertemu dengan dua orang lelaki shalih. Keduanya memberitahu kami tentang apa yang sedang dikerjakan orang-orang. Keduanya berkata, 'Wahai orang-orang Muhajirin, kalian semua hendak pergi kemana?' Aku menjawab, 'Kami hendak mengunjungi saudara-saudara kami dari kalangan Anshar'. Namun keduanya malah berkata, 'Kalian tidak usah mengunjungi mereka, kerjakan saja urusan kalian!' Maka aku berkata, 'Demi Allah, kami tetap akan mengunjungi mereka.'

Kami terus bertolak sampai akhirnya tiba di tengah-tengah mereka, tepatnya di Saqifah Bani Sa'idah. Ternyata mereka semua telah berkumpul. Di hadapan mereka ada seorang laki-laki berselimut. Maka aku pun bertanya, 'Siapakah ini?' Orang-orang menjawab, 'Sa'ad bin Ubadah'. Aku kembali berkata, 'Ada apa dengannya?' Mereka kembali menjawab, 'Dia tengah menderita sakit'.

Ketika kami duduk, tiba-tiba orator kaum Anshar berdiri sambil melafazhkan kalimat pujian kepada Allah 'Azza wa Jalla sebagai dzat yang memang layak untuk menerima segala bentuk pujian. Dia juga berkata, 'Amma ba'du, kita semua adalah para penolong Allah sekaligus juga sebagai pasukan berkuda agama Islam. Sedangkan kalian -wahai sekalian orang-orang Muhajirin- hanyalah sekelompok orang dari kita. Sesungguhnya ada sekelompok orang dari kalian yang diam-diam hendak menyingkirkan kami dan menjauhkan kami dari sebuah urusan yang besar'.”

Umar berkata, “Ketika orang itu telah diam, maka aku hendak berbicara. Sungguh aku telah mempersiapkan sebuah kalimat yang menurutku sangat bagus untuk diutarakan. Aku hendak mengutarakannya juga di hadapan Abu Bakar, sebab aku juga pernah tidak sependapat dengannya dalam beberapa hal. Namun, bagaimanapun juga, Abu Bakar adalah orang yang lebih sabar dan lebih berwibawa dibandingkan aku. Ternyata Abu Bakar berkata kepadaku, 'Bersikaplah agak pelan!' Tentu saja aku tidak suka kalau marah kepadanya. Demi Allah, ternyata Abu Bakar tidak meninggalkan beberapa konsep kalimat yang aku persiapkan. Semua ide yang ada dalam benakku telah dia lontarkan di hadapan orang-orang dengan redaksi yang sangat santun. Dia terus mengucapkan hal itu sampai akhir perkataannya.

Dalam hal ini Abu Bakar berkata, 'Amma ba'du, adapun hal-hal positif yang telah kalian utarakan, memang sudah terbukti kalian lakukan. Namun tidak ada orang Arab yang mengetahui permasalahan (kekhilafahan) ini kecuali memang berada di tangan salah seorang penghuni kampung dari kalangan suku Quraisy ini. Mereka itu adalah orang-orang yang memiliki nasab dan tempat tinggal yang paling baik. Aku ridha kalau salah seorang dari kedua orang ini menjadi pemimmpin kalian. Terserah, mana diantara keduanya yang akan kalian pilih'.”

Umar berkata, “Ternyata Abu Bakar mengandeng tanganku dan tangan Abu Ubaidah bin Al Jarrah. Sesungguhnya semua perkataan Abu Bakar yang telah di lontarkan tidak ada yang aku benci kecuali hanya yang terakhir ini. Demi Allah, hal itu sama dengan aku disuruh maju kemudian tengkukku dipenggal. Tidak ada sesuatu yang mendekatkan aku kepada sebuah dosa, kecuali dia masih lebih aku sukai daripada harus memimpin sebuah kaum sedangkan di tengah-tengah mereka nasih ada Abu Bakar, kecuali apabila dia memang membujukku untuk menerima jabatan tersebut ketika dia sudah hendak meninggal dunia.

Tiba-tiba ada seseorang dari kalangan Anshar berkata, 'Aku adalah orang yang bisa dipercaya pendapatnya lagi berpengalaman. Aku juga tokoh yang cukup dihormati. (Lebih baik) di antara kita ada seorang pemimpin dan di antara kalian juga ada seorang pemimpin'. Maka, suara gaduh pun terdengar sampai aku khawatir kalau persatuan orang-orang muslimin pecah. Ketika itulah aku berkata, 'Julurkanlah tanganmu, wahai Abu Bakar! Karena aku akan membaiatmu sebagai khalifah'. Maka, Abu Bakar dibaiat oleh orang-orang Muhajirin yang kemudian diikuti oleh orang-orang Anshar.” (HR. Imam Ahmad) 21)

Lalu Abu Bakar datang kemudian menyingkap kain yang menutup wajah Rasulullah. Abu Bakar mengecup kening beliau kemudian berkata, “Aku bersumpah, kamu tetap wangi baik dalam keadaan hidup maupun mati. Demi Dzat Yang Menguasai jiwaku, Allah selamanya tidak akan menimpakan dua kematian kepadamu!” Kemudian Abu Bakar keluar sambil berkata kepada Umar, “Wahai orang yang mengucapkan sumpah, tenanglah!” Ketika Abu Bakar telah berbicara, maka Umar pun duduk. Abu Bakar memuji Allah dan menyanjung-Nya. Dia berkata, “Ingatlah, barangsiapa menyembah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, maka, sesungguhnya Muhammad telah meninggal dunia. Baragsiapa menyembah Allah, Maka, sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Hidup lagi tidak akan pernah mati.”

Abu Bakar membaca ayat Al Qur'an, “Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula).” (Az-Zumar(39):30) Begitu pula dengan firman Allah Ta'ala, “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak akan mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memeberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Al 'Imran(3):144)

Umar berkata, “Maka orang-orang menabahkan hati mereka sambil tetap mencucurkan air mata. Lalu orang-orang Anshar berkumpul di sekitar Sa'ad bin Ubadah yang berada di Saqafah Bani Sa'idah.” Mereka berkata, “Di antara kita ada seorang pemimpin dan di antara kalian juga ada seorang pemimpin.” Maka Abu Bakar, Umar bin Khaththab, dan Abu Ubaidah Ibnu Al Jarrah menghampiri mereka. Umar mulai berbicara. Namun Abu Bakar menyuruhnya untuk diam. Dalam hal ini Umar berkata, “Demi Allah, aku telah mempersiapkan ungkapan yang menurutku sangat bagus untuk dilontarkan pada waktu itu. Aku khawatir kalau ideku itu tidak disampaikan oleh Abu Bakar. Namun, ternyata Abu Bakar berbicara dan tampil sebagai orang yang paling komprehensif dan substansi pembicaraannya.

Ketika itu Abu Bakar berkata, “Kami adalah para amir dan kalian adalah anggota dewan kabinet.” Abu Bakar balik berkata, “Tidak, akan tetapi amir adalah dari kalangan kami dan kalian adalah anggota dewan kabinet.” Namun Habbab bin Al Mundzir berkata, “Tidak, demi Allah, kita tidak akan melakukan hal itu. Di antara kami ada seorang amir dan di antara kalian juga ada seorang amir.” Umar berkata kepada (Abu Bakar), “Bahkan, kami akan membai'atmu. Kamu adalah sayyid kami dan orang terbaik di antara kami. Kamu juga orang yang paling dicintai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di antara kami semua.” Maka, Umar memegang tangan Abu Bakar untuk membai'atnya yang kemudian diikuti oleh orang banyak. Lalu ada seorang yang berkata, “Kalian telah membunuh (hak khalifah) Sa'ad bin Ubadah.” Maka Umar berkata, “Allah yang telah membunuhnya.”

Dari Humaid bin Hilal, dia berkata: Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, maka para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Tetapkanlah gaji yang mencukupi untuk khalifah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Lalu sebagian yang lain berkata, “Ya, berilah dia dua helai kain beludru. Apabila kedua kain itu telah usang, maka hendaklah dia mengembalikannya dan mengambil lagi kain yang lain. Berikanlah juga fasilitas kendaraan jika dia bepergian dan sejumlah uang belanja untuk keluarganya, sebagaimana yang dia berikan sebelum diangkat sebagai khalifah.” Maka Abu Bakar radhiyallahu 'anhu berkata, “Aku rela dengan hal itu.” 22)

Umair bin Ishaq berkata, “Abu Bakar pernah keluar memanggul beban di atas pundaknya. Maka ada seorang lelaki berkata kepadanya, 'Biarkanlah aku yang membawa barang itu untukmu!' Abu Bakar berkata, 'Jangan memperdulikan aku, dan jangan pula memperdaya diriku! Sebab, Ibnu Khaththab telah mencukupi kebutuhan keluargaku'.”

Menurut para ulama ahli sejarah, Abu Bakar menerima jasa memerah susu kambing untuk penduduk desa. Ketika beliau telah dibaiat menjadi khalifah, ada seorang wanita desa berkata, “Sekarang Abu Bakar tidak akan lagi memerahkan susu kambing kami.” Perkataan itu didengar oleh Abu Bakar sehingga dia berkata, “Tidak, bahkan aku akan tetap menerima jasa memerah susu kambing kalian. Sesungguhnya aku berharap dengan jabatan yang telah aku sandang sekarang ini sama sekali tidak merubah kebiasaanku di masa silam.” Terbukti, Abu Bakar tetap memeraskan susu kambing-kambing mereka.

bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar