Laman

Selasa, 02 Januari 2018

Makrifat Nafs, Jalan Syariat Islam

Jalan syariat Islam dalam meraih kesempurnaan dan kebahagiaan insani (sebagaiman telah diisyaratkan pada paparan-paparan sebelumnya) adalah makrifat kepada Tuhan dengan jalan makrifat kepada nafs, di mana jalan ini merupakan paling dekatnya jalan dan paling sempurnanya natijah yang akan dicapai; sebab jalan ini merupakan paling kuat dan kokohnya jalan dalam membangun dan membentuk manusia menjadi manusia paripurna. Oleh karenanya ayat-ayat Al-Quran dan riwayat serta sunnah maksumin menjadikan titik perhatian jalan ini. Dengan berbagai bahasa dan ungkapan, manusia diajak kepada jalan lempang dan lurus ini, Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.” Ayat ini merupakan penjelasan yang menggambarkan kebalikan dari sabda Rasulullah SAW yang telah disebutkan sebelumnya: “Barang siapa yang mengenal dirinya maka sungguh dia mengenal Tuhannya.” Yakni, apabila orang melupakan Tuhan maka niscaya dia akan melupakan dirinya sendiri. Sementara jika orang mengenal dirinya maka dia akan mengenal Tuhannya.
Perlu diketahui bahwa salah satu implikasi dari pengenalan diri yang akan membawa kepada pengenalan Tuhan adalah mengetahui hak Tuhan dan mengetahui tugas serta kewajibannya sebagai hamba-Nya. Dan salah satu dari kewajiban hamba kepada Tuhan adalah mematuhi segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Seluruh bangunan akidah, hukum, sosial, politik, ekonomi, dan lainnya dalam Islam, serta akhlak sosial dan individual, semuanya bertujuan untuk menyempurnakan manusia. Oleh karenanya menaati dan mematuhinya akan membersihkan dan menyempurnakan nafs manusia serta membawa manusia kepada kebahagiaan. Sebaliknya, menentang dan melanggarnya akan mendegradasikan jiwa manusia dan menyeret manusia kepada penderitaan akhirat. Bersedekah dan berinfak sebagai salah satu wujud perbuatan sosial dan ekonomi Islam memiliki efek kepada nafs manusia. Sebagaimana dijelaskan oleh naql bahwa bersedekah dan berinfaklah supaya nafs kamu terbersihkan. Karena itu, pada hakikatnya seluruh bangunan syariat Islam adalah jalan untuk memsucikan jiwa dan menyempurnakan manusia.
Di dalam kitab Gurarul Hikam wa Durarul Kalim yang menyebutkan kalimat-kalimat qishâr Imam Ali, terdapat sekitar 22 hadis yang mengungkapkan tentang makrifat nafs, di antaranya: “Orang pintar dan cerdik adalah orang yang mengenal dirinya dan ikhlas (untuk Tuhan) dalam amal serta perbuatannya”, “Orang arif adalah orang yang mengenal nafsnya dan membebaskannya serta mensucikannya dari segala yang menjauhkannya (dari Tuhan)”, “Paling tingginya hikmah adalah pengetahuan manusia pada nafsnya”, “Makrifat pada nafs adalah paling bermanfaatnya dua makrifat.”
Allamah Thabathabai mengatakan dalam Tafsir Al-Mizan, secara zahir maksud dari Para Imam dari dua makrifat adalah makrifat terhadap ayat-ayat anfusi dan ayat-ayat afaqi, di mana Tuhan berfirman: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Tuhan adalah hak. Tidak cukupkah untuk jelasnya kebenaran Tuhanmu bahwa Dia hadir dan syahid atas segala sesuatu?”
Dengan melakukan perenungan dan kontemplasi terhadap ayat-ayat anfusi dan âfaqi akan membawa kita kepada pengenalan kepada Tuhan, dimana ini akan berimplikasi kepada pemahaman akan kehidupan abadi manusia yang dapat mendidik manusia untuk meraih kesempurnaan akhlak dan insaniah. Di samping itu, untuk mendapatkan kesempurnaan mesti berpegang kepada keyakinan tauhid, nubuwwah, dan maad. Maka peran agama hak dan syariat Ilahi dalam membimbing manusia dalam meraih kesempurnaan dan kebahagiaan sangatlahsangatlah urgen dan dalam menapaki jalan hidayah ini, kedua jalan, yakni jalan anfusi dan âfaqi sangatlah berpengaruh dan bermanfaat dalam mengantarkan manusia kepada agama, keimanan, dan ketakwaan, namun berjalan pada jalan ayat-ayat anfusi lebih bermanfaat. Sebab berjalan pada jalan anfusi akan memberikan hasil makrifat hakiki dan hakikat makrifat.
Sebagian ulama berpandangan bahwa pengenalan nafs sebagai kait kepada pengenalan Tuhan (Barang siapa yang mengenal dirinya maka sungguh dia mengenal Tuhannya) adalah suatu perkara yang mustahil, sebab pengenalan Tuhan merupakan perkara mustahil; jadi pengenalan nafs juga adalah perkara yang tidak mungkin. Akan tetapi hadis di atas dan lahiriah hadis-hadis yang dikatakan Imam Ali dalam kalimat qisharnya menolak pandangan ini. Dan demikian pula sabda Nabi SAW lainnya yang menyatakan, “Paling arifnya kamu terhadap nafsnya adalah yang paling arifnya kamu kepada Tuhannya.” Padahal sebagaimana kita ketahui bahwa makrifat kepada Tuhan, bukanlah suatu perkara mustahil (maksudnya makrifat dengan perantara ilmu hushuli, bukan hudhuri dan syuhudi) dan dalam batas kemungkinan manusia mengenal-Nya, bukan pengenalan dan pengetahuan yang mencakup secara sempurna kepada Tuhan, yang mana ini adalah perkara yang mustahil untuk dicapai manusia. Oleh karena itu, pengenalan manusia kepada Tuhan sebatas kemampuan manusia mengenal-Nya adalah suatu perkara mungkin dan natijah dari ini adalah kemungkinan manusia juga mengenal nafsnya (dan ini lebih mungkin lagi dan lebih terjangkau oleh fakultas makrifat manusia, sebab nafs, kendatipun ia wujud non-materi tetapi ia adalah wujud mumkin).
Jadi, jalan makrifat nafs merupakan perkara mungkin bagi setiap orang dan ini juga merupakan jalan yang disyariatkan Islam, sebagaimana dalil naqli dan aqli yang kita ungkapkan. Dan karena jalan ini adalah jalan yang paling dekat untuk sampai pada kesempurnaan maka sangat urgen untuk diketahui cara sayr dan suluk pada jalan ini. Pertanyaan kita sekarang adalah, bagaimana cara sayr dan suluk pada jalan ini? Siapa yang dapat menunjukkan kepada kita cara menapak pada jalan ini? Apakah berbagai cara dapat ditempuh dalam menapak jalan ini? Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang berhubungan dengan masalah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar