Laman

Jumat, 27 April 2018

BELAJAR TANPA GURU, maka, setanlah gurunya?


Sering kita mendengar perkata’an
“ ﻣَﻦ ﻻ ﺷﻴﺦَ ﻟﻪ؛ ﻓﺸﻴﺨُﻪ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ”
”Barangsiapa yang tidak punya guru, maka gurunya adalah setan”.
Perkata’an diatas bukan hadits, bukan perkata’an Sahabat, dan bukan pula perkata’an para Imam madzhab. Perkata’an tersebut tidak diketahui asalnya, dan siapa yang mengatakannya. Perkata’an tersebut biasa di kata orang-orang sufi.
Belajar yang paling baik tentu saja dengan berguru kepada seseorang (baik ulama, ustadz, atau orang yang berilmu lainnya) yang tentunya bermanhaj salaf. Para ulama dulu bahkan mencela orang-orang yang tidak keluar mencari ilmu dan mendatangi para ulama. Belajar dari guru lebih praktis dan lebih terhindar dari kekeliruan.
Namun jika kemudian dimutlakkan bahwa orang yang tidak punya guru, maka gurunya adalah setan sebagaimana perkataan ini beredar di kalangan sufi ini juga tidak benar.
Perkata’an ini sebenarnya lebih di latar belakangi agar orang memegang dan menyandarkan ilmu pada orang-orang tertentu dan berfanatik kepadanya. Bukan di latar belakangi oleh dorongan dan anjuran untuk menuntut ilmu.
Menuntut ilmu melalui perantara’an kitab itu tidaklah mutlak mesti keliru hasil akhirnya. Meskipun tetap harus kita katakan, belajar kitab pada ulama / ustadz / ahli ilmu lebih baik daripada belajar secara otodidak.
Yang jadi tolok ukur kebenaran tetaplah kesesuaian terhadap kebenaran itu sendiri (yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah ‘alaa fahmis-salaf).
Betapa banyak orang yang berguru namun ternyata malah sesat ?
Apakah Bisyr Al-Maarisiy itu tidak punya guru ?
Apakah Al-Khomeiniy itu tidak punya guru ?
Apakah Ibnu Arabi itu tidak punya guru ?
Betapa banyak pula orang yang berbangga dengan sanad, namun ilmu dan amal mereka ternyata menyelisihi sunnah ?
Punya silsilah sanad guru itu tidaklah jaminan bahwa ilmu yang didapat itu benar.
Dalam ilmu sanad, bukankah kita mengenal rantai periwayatan lemah atau bahkan palsu, karena ternyata perawinya ada yang pendusta, pembuat bid’ah, dan lemah.
Belajar dari buku, kaset/rekaman, internet, atau sumber-sumber lain itu boleh dan tetap mempunyai keutama’an. Allah akan memahamkan siapapun yang dikehendaki-Nya melalui media apapun.
Namun hanya menyandarkan ilmu dari media-media tersebut tanpa mendatangi guru, sementara kita mampu mendatanginya adalah kerugian yang sangat besar.
Allahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar