Laman

Kamis, 27 Februari 2014

Kisah Insyafnya Ulama Wahabi



Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin–ulama Wahabi kontemporer yang sangat populer–mempunyai seorang guru yang sangat alim dan kharismatik di kalangan kaum Wahhabi, yaitu Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di, yang dikenal dengan julukan Syaikh Ibnu Sa’di. Ia memiliki banyak karangan, di antaranya yang paling populer adalah karyanya yang berjudul, Tafsir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, kitab tafsir setebal 5 jilid, yang mengikuti manhaj pemikiran Wahhabi. Meskipun Syaikh Ibnu Sa’di, termasuk ulama Wahabi yang ekstrim, ia juga seorang ulama yang mudah insyaf dan mau mengikuti kebenaran, dari manapun kebenaran itu datangnya.

Suatu ketika, al-Imam al-Sayyid ‘Alwi bin Abbas al-Maliki al-Hasani (ayahanda Abuya al-Sayyid Muhammad bin ‘Alwi al-Maliki) sedang duduk-duduk di serambi Masjid al-Haram bersama halaqah pengajiannya. Sementara di bagian lain serambi Masjidil Haram tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di juga duduk-duduk. Sementara orang-orang di Masjidil Haram larut dalam ibadah shalat dan tawaf yang mereka lakukan. Pada saat itu, langit di atas Masjidil Haram penuh dengan mendung yang menggelantung, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan yang sangat lebat. Tiba-tiba air hujan itu pun turun dengan lebatnya. Akibatnya, saluran air di atas Ka’bah mengalirkan airnya dengan derasnya. Melihat air begitu deras dari saluran air di atas kiblat kaum Muslimin yang berbentuk kubus itu, orang-orang Hijaz seperti kebiasaan mereka, segera berhamburan menuju saluran itu dan mengambil air tersebut, dan kemudian mereka tuangkan ke baju dan tubuh mereka, dengan harapan mendapatkan berkah dari air itu.

Melihat kejadian tersebut, para polisi pamong praja Kerajaan Saudi Arabia, yang sebagian besar berasal dari orang Badui daerah Najd itu, menjadi terkejut dan mengira bahwa orang-orang Hijaz tersebut telah terjerumus dalam lumpur kesyirikan dan menyembah selain Allah SWT. Akhirnya para polisi pamong praja itu berkata kepada orang-orang Hijaz yang sedang mengambil berkah air hujan yang mengalir dari saluran air Ka’bah itu,

“Jangan kalian lakukan wahai orang-orang musyrik. Itu perbuatan syirik. Itu perbuatan syirik.”

Mendengar teguran para polisi pamong praja itu, orang-orang Hijaz itu pun segera berhamburan menuju halaqah al-Imam al-Sayyid ‘Alwi al-Maliki al-Hasani dan menanyakan perihal hukum mengambil berkah dari air hujan yang mengalir dari saluran air di Ka’bah itu. Ternyata Sayyid ‘Alwi membolehkan dan bahkan mendorong mereka untuk melakukannya. Akhirnya untuk yang kedua kalinya, orang-orang Hijaz itu pun berhamburan lagi menuju saluran air di Ka’bah itu, dengan tujuan mengambil berkah air hujan yang jatuh darinya, tanpa mengindahkan teguran para polisi Badui tersebut. Bahkan mereka berkata kepada para polisi baduwi itu,

“Kami tidak akan memperhatikan teguran Anda, setelah Sayyid ‘Alwi berfatwa kepada kami tentang kebolehan mengambil berkah dari air ini.”

Akhirnya, melihat orang-orang Hijaz itu tidak mengindahkan teguran, para polisi Badui itu pun segera mendatangi halaqah Syaikh Ibnu Sa’di, guru mereka. Mereka mengadukan perihal fatwa Sayyid ‘Alwi yang menganggap bahwa air hujan itu ada berkahnya. Akhirnya, setelah mendengar laporan para polisi Badui, yang merupakan anak buahnya itu, Syaikh Ibnu Sa’di segera mengambil selendangnya dan bangkit menghampiri halaqah Sayyid ‘Alwi dan duduk di sebelahnya. Sementara orang-orang dari berbagai golongan, berkumpul mengelilingi kedua ulama besar itu. Dengan penuh sopan dan tata krama layaknya seorang ulama, Syaikh Ibnu Sa’di bertanya kepada Sayyid ‘Alwi:

“Wahai Sayyid, benarkah Anda berkata kepada orang-orang itu bahwa air hujan yang turun dari saluran air di Ka’bah itu ada berkahnya?”

Sayyid ‘Alwi menjawab:

“Benar. Bahkan air tersebut memiliki dua berkah.”

Syaikh Ibnu Sa’di berkata:

“Bagaimana hal itu bisa terjadi?”

Sayyid ‘Alwi menjawab:

“Karena Allah SWT berfirman dalam Kitab-Nya tentang air hujan:

وَنَزَّلْنَا مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءًۭ مُّبَرَكًۭا
“Dan Kami turunkan dari langit air yang mengandung berkah.” (QS. 50:9).

Allah SWT juga berfirman mengenai Ka’bah:

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍۢ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِى بِبَكَّةَ مُبَارَكًۭا وَهُدًۭى لِّلْعَلَمِينَ (٩٦
“Sesungguhnya rumah yang pertama kali diletakkan bagi umat manusia adalah rumah yang ada di Bekkah (Makkah), yang diberkahi (oleh Allah).” (QS. 3:96).

Dengan demikian air hujan yang turun dari saluran air di atas Ka’bah itu memiliki dua berkah, yaitu berkah yang turun dari langit dan berkah yang terdapat pada Baitullah ini.”

Mendengar jawaban tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di merasa heran dan kagum kepada Sayyid ‘Alwi. Kemudian dengan penuh kesadaran, mulut Syaikh Ibnu Sa’di itu melontarkan perkataan yang sangat mulia, sebagai pengakuannya akan kebenaran ucapan Sayyid ‘Alwi:

“Subhanallah (Maha Suci Allah), bagaimana kami bisa lalai dari kedua ayat ini.”

Kemudian Syaikh Ibnu Sa’di mengucapkan terima kasih kepada Sayyid ‘Alwi dan meminta izin untuk meninggalkan halaqah tersebut. Namun Sayyid ‘Alwi berkata kepada Syaikh Ibnu Sa’di:

“Tenang dulu wahai Syaikh Ibnu Sa’di. Aku melihat para polisi Badui itu mengira bahwa apa yang dilakukan oleh kaum Muslimin dengan mengambil berkah air hujan yang mengalir dari saluran air di Ka’bah itu sebagai perbuatan syirik. Mereka tidak akan berhenti mengkafirkan orang dan mensyirikkan orang dalam masalah ini sebelum mereka melihat orang yang seperti Anda melarang mereka. Oleh karena itu, sekarang bangkitlah Anda menuju saluran air di Ka’bah itu, lalu ambillah air di situ di depan para polisi Badui itu, sehingga mereka akan berhenti mensyirikkan orang lain.”

Akhirnya mendengar saran Sayyid ‘Alwi tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di segera bangkit menuju saluran air di Ka’bah. Ia basahi pakaiannya dengan air itu, dan ia pun mengambil air itu untuk diminumnya dengan tujuan mengambil berkahnya. Melihat tingkah laku Syaikh Ibnu Sa’di ini, para polisi Badui itu pun pergi meninggalkan Masjidil Haram dengan perasaan malu.

Semoga Allah SWT merahmati Sayyidina al-Imam ‘Alwi bin ‘Abbas al-Maliki al-Hasani. Amin.

Kisah ini disebutkan oleh Syaikh Abdul Fattah Rawwah, dalam kitab Tsabat (kumpulan sanad-sanad keilmuannya). Beliau termasuk salah seorang saksi mata kejadian itu.

Kisah Teladan Islami.

Pemuda yang haus Ilmu

"Ya Ghulam, maukah kau mendengar beberapa kalimat yang sangat berguna?" tanya Rasulullah suatu ketika pada seorang pemuda kecil. "Jagalah (ajaran-ajaran) Allah, niscaya kamu akan mendapatkan-Nya selalu menjagamu. Jagalah (larangan-larangan) Allah, maka kamu akan mendapati-Nya selalu dekat di hadapanmu."

Pemuda kecil itu termangu di depan Rasulullah. Ia memusatkan perhatian pada setiap patah kata yang keluar dari bibir manusia paling mulia itu. "Kenalilah Allah dalam sukamu, maka Allah akan mengenalimu dalam duka. Bila kamu meminta, mintalah kepada-Nya. Jika kamu butuh pertolongan, memohonlah kepada-Nya. Semua hal telah selesai ditulis."

Pemuda beruntung itu adalah Abdullah bin Abbas. Ibnu Abbas, begitu ia biasa dipanggil, dalam sehari itu ia menerima banyak ilmu. Bak kata pepatah, sekali dayung tiga empat pulau terlampaui, wejangan Rasulullah saat itu telah memenuhi rasa ingin tahunya. Pelajaran akidah, ilmu dan amal sekaligus ia terima dalam sekali pertemuan.

Keakraban dengan Rasulullah sejak kecil membuat Ibnu Abbas tumbuh menjadi seorang lelaki berkepribadian luar biasa. Keikhlasannya seluas padang pasir tempatnya tinggal. Keberanian dan gairah jihadnya sepanas sinar matahari gurun. Kasihnya seperti oase di tengah sahara.

Hidup bersama Rasulullah benar-benar telah membentuk karakter dan sifatnya. Suatu ketika, benaknya dipenuhi rasa ingin tahu yang besar tentang bagaimana cara Rasulullah shalat. Malam itu, ia sengaja menginap di rumah bibinya, Maimunah binti Al-Harits, istri Rasulullah.

Sepanjang malam ia berjaga, sampai terdengar olehnya Rasulullah bangun untuk menunaikan shalat. Ia segera mengambil air untuk bekal wudhu Rasulullah. Di tengah malam buta itu, betapa terkejutnya Rasulullah menemukan Abdullah bin Abbas masih terjaga dan menyediakan air wudhu untuknya.

Rasa bangga dan kagum menyatu dalam dada Rasulullah. Beliau menghampiri Ibnu Abbas, dan dengan lembut dielusnya kepala bocah belia itu. "Ya Allah, berikan dia keahlian dalam agama-Mu, dan ajarilah ia tafsir kitab-Mu." Demikian doa Rasulullah.

Abdullah bin Abbas lahir tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah. Saat Rasulullah wafat, ia masih sangat belia, 13 tahun umurnya. Semasa hidupnya, Rasulullah benar-benar akrab dengan mereka yang hampir seusia dengan Abdullah bin Abbas. Ada Ali bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid dan sahabat-sahabat kecil lainnya.

Saat Rasulullah wafat, Ibnu Abbas benar-benar merasa kehilangan. Sosok yang menjadi panutannya, kini telah tiada. Walau demikian, ia tak mau berlama-lama tenggelam dalam kedukaan. Ibnu Abbas segera bangkit dari kedukaan. Meski Rasulullah telah berpulang, semangat jihad tak boleh berkurang. Maka ia pun mulai melakukan perburuan ilmu.

Didatanginya para sahabat senior. Ia bertanya pada mereka tentang apa saja yang perlu ditimbanya. Tak hanya itu, ia juga mengajak sahabat-sahabat yang seusia dengannya untuk belajar pula. Tapi sayang, tak banyak yang mengikuti jejak Ibnu Abbas. Mereka merasa tidak yakin, apakah para sahabat senior itu mau memerhatikan mereka yang masih anak-anak.

Walau demikian, Ibnu Abbas tak patah arang. Ia ketuk satu pintu dan berpindah ke pintu lain, dari rumah-rumah para sahabat Rasulullah. Tak jarang ia harus tidur di depan rumah mereka, karena para sahabat tengah istirahat. Namun betapa terkejutnya mereka begitu melihat Ibnu Abbas tidur di depan pintu rumah.

"Wahai keponakan Rasulullah, kenapa tidak kami saja yang menemuimu?" kata para sahabat yang menemukan Ibnu Abbas di depan rumah mereka.

"Tidak, akulah yang mesti mendatangi anda," jawabnya.

Demikianlah kehidupan Ibnu Abbas, hingga kelak ia benar-benar menjadi seorang pemuda dengan ilmu dan pengetahuan yang tinggi. Karena tingginya dan tak berimbang dengan usianya, ada yang bertanya tentangnya. "Bagaimana anda mendapatkan ilmu ini, wahai Ibnu Abbas?"

"Dengan lidah dan gemar bertanya, dengan akal yang suka berpikir," demikian jawabnya.

Karena ketinggian ilmunya itulah, ia kerap menjadi kawan dan lawan diskusi para sahabat senior. Umar bin Al-Kathab misalnya, selalu memanggil Ibnu Abbas untuk duduk bersama dalam sebuah musyawarah. Pendapat-pendapatnya selalu didengar karena keilmuannya. Sampai-sampai Amirul Mukminin kedua itu memberi julukan kepada Ibnu Abbas sebagai "pemuda tua".

Doa Rasulullah yang meminta kepada Allah agar menjadikan Ibnu Abbas sebagai seorang yang mengerti perkara agama telah terwujud kiranya. Ibnu Abbas adalah tempat bertanya karena kegemarannya bertanya. Ibnu Abbas tempat mencari ilmu karena kegemarannya terhadap ilmu.

Di usianya yang ke-71 tahun, Allah SWT memanggilnya. Saat itu umat Islam benar-benar kehilangan seorang dengan kemampuan dan pengetahuan yang luar biasa. "Hari ini telah wafat ulama umat," kata Abu Hurairah menggambarkan rasa kehilangannya.

111 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni

Dihukum, Tapi Tak Merasa

Dihukum, Tapi Tak Merasa

Suatu ketika, Nabi Syuaib a.s. kedatangan seseorang tamu. Pria ini mengatakan “Tuhan telah menyaksikan semua dosa yang kulakukan. Namun, karena kemurahan-Nya, Ia masih juga belum menghukumku.”

Tuhan lalu berkata kepada Syuaib a.s., “Katakan kepada orang itu, ‘Engkau merasa Tuhan belum menghukummu padahal sebaliknya. Tuhan telah menghukum tetapi kau tak menyadarinya. Engkau berkelana di tengah rimba tanpa tujuan. Tangan dan kakimu terikat. Engkau tak lain hanyalah wajan yang penuh dengan karat. Semakin hari kau dibutakan dari hal-hal spiritual. Bila api mengenai wajan yang masih bersih, jelaganya terlihat seketika. Tapi, dengan wajan yang permukaannya amat hitam seperti milikmu, siapa yang mampu melihat betapa tebalnya jelaga itu?”

“Ketika kau berhenti mengingat-Nya, lapisan karat itu bergerak menuju jiwamu. Bila kau menulis di atas sehelai kertas, tulisan itu akan mudah terbaca. Namun bila kertas itu kau remas berulang kali, apa yang kau tulis akan sulit untuk kau baca. Tenggelamkan dirimu dalam larutan pembersih karat. Hapus jelaga itu seluruhnya!”

Setelah Syuaib a.s. mengutarakan semua ini, saat itu pula mawar bermekaran di hati pria itu. Tapi ia masih bertanya, “Aku masih ingin tahu satu tanda bahwa Dia benar-benar telah menghukumku.”

Sekali lagi Tuhan, melalui lidah Syuaib berkata, “Aku takkan menyingkap rahasiamu, tapi Aku akan tunjukkan hingga kau mengerti.”

“Dalam hidupmu kau telah banyak beramal saleh. Kau sering berpuasa dan shalat malam. Tapi, kau belum menikmati semua itu. Kau memiliki banyak buah, namun tak ada yang rasanya manis. Tanpa cita rasa dan benih kenikmatan, sebiji apel takkan tumbuh menjadi pohon yang penuh dengan buah. Begitu pula dengan ibadahmu, ibadah tanpa kenikmatan tak lebih dari sekadar khayalan …”

----Syaikh Al-Anqary dalam Munyatul Wa'izhin----

Allah berfimran : “Aku bersama orang-orang yang patah hati demi Aku.”

Hilangnya kemauanmu dengan kehendak-Nya,
ditandai dengan ketak-pernahan menentukan diri,
ketak-bertujuan,
ketak-butuhan,
karena tak satu
tujuan pun termiliki,
kecuali satu, yaitu Allah.

Maka, kehendak Allah mewujud dalam dirimu,
sehingga kala kehendak-Nya beraksi, maka
pasiflah organ-organ tubuh, hati pun tenang,
pikiran pun cerah, berserilah wajah dan
ruhanimu, dan kau atasi kebutuhan-kebutuhan
bendawi berkat berhubungan dengan Pencipta
segalanya.

Tangan Kekuasaan senantiasa
menggerakkanmu, lidah Keabadian selalu
menyeru namamu, Tuhan Semesta alam
mengajarmu, dan membusananimu dengan nur-
Nya dan busana ruhani, dan menempatkanmu
sejajar dengan para ahli hikmah yang telah
mendahuluimu.

Sesudah ini. Kau selalu berhasil menaklukan diri,
hingga tiada lagi pada dirimu kedirian, bagai
sebuah bejana yang hancur lebur, yang bersih
dari air, atau larutan.

Dan kau terjauhkan dari
segala gerak manusiawi, hingga ruhanimu
menolak segala sesuatu, kecuali kehendak Allah.

Pada maqam ini, keajaiban dan dialami
ternisbahkan kepadamu.

Hal-hal ini tampak
seolah-olah darimu, padahal, sebenarnya, dari
Allah.

Maka, kau diakui sebagai orang yang hatinya
telah tertundukkan, dan kediriannya telah
musnah, maka kau diilhami oleh kehendak Ilahi
dan dambaan-dambaan baru dalam kemaujuda
sehari-hari.

Mengenai mawam ini, Nabi Suci
saw. bersabda : “Tiga hal yang kusenangi dari
dunia – wewangian, wanita, dan shalat – yang
pada mereka tersejukkan mataku.”

Sungguh, hal-
hal dinisbahkan kepadanya, setelah hal-hal itu
sirna darinya, sebagaimana telah kami
isyaratkan.

Allah berfimran : “Aku bersama
orang-orang yang patah hati demi Aku.”

Allah Yang Mahatinggi takkan besertamu, sampai
kedirianmu sirna.

Dan bila kedirianmu telah
sirna, dan kau abaikan segala sesuatu, kecuali
Dia, maka Allah menyegar-bugarkanmu, dan
memberimu kekuatan baru, yang dengan itu, kau
berkehendak. Bila di dalam dirimu masih juga
terdapat noda terkecil pun, maka Allah
meremukkanmu lagi, hingga kau senantiasa patah
hati.

Dengan cara begini Ia terus menciptakan
kemauan baru di dalam dirimu, dan bila kedirian
masih maujud, maka Dia hancurkan lagi, sampai
akhir hayat dan bertemu (liqa) dengan Tuhan.

Inilah makna firman Allah : “Aku bersama orang-
orang yang putus asa demi aku.”

Dan makna
kata : “Kedirian masih maujud” ialah kemasih-
kukuhan dan kemasih-puasan dengan keinginan-
keinginan barumu.

SYIIR GUS DUR

Astaghfirullah robbal baroya...
Astaghfirullah minal khotoya...
Rabbiziqni ilman nafi’a...
Wa wafiqni amalan sholihan...

Yarosulalloh salammun’alaik…
Yaarofi’asaaniwaddaaroji…

‘atfatayaji rotall ‘aalami…
Yauhailaljuu diwaalkaromi… 2x

Ngawiti ingsun nglaras syi’iran
Kelawan muji maring pengeran
Kang paring rohmat lan kenikmatan
Rino wengine tanpo petungan... 2x

Kumulai menguntai syair
Dengan memuji pada Tuhan
Yang merahmati dan memberi nikmat
Siang malam tanpa hitungan

Duh bolo konco priyo wanito
Ojo mung ngaji syare’at bloko
Gur pinter ndongeng nulis lan moco
Tembe mburine bakal samsoro... 2x

Duhai kawan laki-perempuan
Jangan hanya mengaji syariat belaka
Hanya pandai berdongeng, tulis dan baca
Kelak di belakang bakal sengsara

Akeh kang apal Qur’an haditse
Seneng ngafirke marang liyane
Kafire dewe dak digatekke
Yen isih kotor ati akale... 2x

Banyak yang hafal Al-Qur’an dan haditsnya
Malah suka mengafirkan yang lainnya
Kafirnya sendiri tidak dipedulikan
Jika masih kotor hati dan akalnya

Gampang kabujuk nafsu angkoro
Ing pepaese gebyare ndunyo
Iri lan meri sugihe tonggo
Mulo atine peteng lan nistho... 2x

Mudah ketipu nafsu angkara
Pada rias gebyar dunia
Iri dan dengki harta tetangga
Karena hatinya gelap dan nista

Ayo sedulur jo nglaleake
Wajibe ngaji sak pranatane
Nggo ngandelake iman tauhite
Baguse sangu mulyo matine... 2x

Mari saudara, jangan lupakan
Kewajiban dengan semua aturannya
Demi menebalkan iman tauhidnya
Bajiknya bekal, hati nan mulia

Kang aran soleh bagus atine
Kerono mapan seri ngelmune
Laku thoriqot lan ma’rifate
Ugo hakekot manjing rasane... 2x

Disebut soleh karena bagus hatinya
Karena selaras dengan ilmunya
Menempuh thariqah dan ma’rifatnya
Juga hakikat merasuk jiwanya

Al- Quran qodim wahyu minulyo
Tanpo dinulis biso diwoco
Iku wejangan guru waskito
Den tancepake ing jero dodo... 2x

Al-Qur’an Qodim wahyu mulia
Tanpa ditulis bisa dibaca
Itulah nasehat dari guru waskita
Tancapkan di dalam dada

Kumantil ati lan pikiran
Mrasuk ing badan kabeh jeroan
Mu’jizat rosul dadi pedoman
Minongko dalan manjinge iman... 2x

Merasuk hati dan pikiran
Merasuk badan hingga ke dalam
Mu’jizat Rosul jadi pedoman
Sebagai jalan masuknya iman

Kelawan Alloh kang moho suci
Kudu rangkulan rino lan wengi
Ditirakati diriyadohi
Dzikir lan suluk jo nganti lali... 2x

Bersama Allah Yang Maha Suci
Harus pelukan siang dan malam
Dilakukan dengan tirakat riyadhoh
Dzikir dan suluk janganlah lupa

Uripe ayem rumongso aman
Dununge roso tondo yen iman
Sabar narimo najan pas pasan
Kabeh tinakdir saking pengeran... 2x

Hidupnya damai merasa aman
Sampai dirasa tandanya iman
Sabar dan menerima walau sederhana
Semua hanya takdir dari Pengeran

Ayo lawan konco dulur lan tonggo
Kang podho rukun ojo daksiyo
Iku sunnahe rasul kang mulyo
Nabi Muhammad panutan kita... 2x

Ayo kawan saudara dan tetangga
Yang sama rukun jangan musuhan
Itu Sunnah Rasul yang mulia
Nabi Muhammad Panutan kita

Ayo anglakoni sakabehane
Allah kang ngangkat drajate
Senajan ashor toto dhohire
Ananging mulyo maqom drajate... 2x

Yang bisa menjalankan semuanya
Allahlah yang mengangkat derajatnya
Walau rendah kelihatan tampaknya
Namun mulia maqom derajatnya

Lamun palastro ing pungkasane
Ora kesasar roh lan sukmane
Den gadang Allah swargo manggone
Utuh mayite ugo ulese

Jika di akhir hayatnya
Tak tersesat ruh dan jiwanya
Dihantar Allah syurga tempatnya
Utuh mayatnya dan kafannya

Yarosulalloh salammun’alaik…
Yaarofi’asaaniwaddaaroji…

‘atfatayaji rotall ‘aalami…
Yauhailaljuu diwaalkaromi… 2x

Al – Fatihah...

Upah Yang Sedikit Tapi Berkah


Seseorang datang kepada Imam Syafi'i mengadukan tentang kesempitan hidup yang ia alami. Dia memberi tahukan bahwa ia bekerja sebagai orang upahan bergaji 5 dirham. Dan gaji itu tidak mencukupinya.

Anehnya, Imam Syafi'i justru menyuruh dia tuk temui orang yang mengupahnya agar mengurangi gajinya jadi 4 dirham. Orang itu pergi melaksanakan perintah Imam Syafi'i sekalipun ia tidak paham maksud dari perintah itu.

Setelah berlalu beberapa lama orang itu datang lagi kepada Imam Syafi'i mengadukan tentang kehidupannya yang tidak ada kemajuan. Lalu Imam Syafi'i memerintahkannya tuk kembali menemui orang yang mengupahnya dan minta tuk mengurangi lagi gajinya jadi 3 dirham. Orang itupun pergi melaksanakan anjuran Imam Syafi'i dengan perasaan sangat heran.

Setelah berlalu sekian hari orang itu kembali lagi menemui Imam Syafi'i dan berterima kasih atas nasehatnya. Ia menceritakan bahwa uang 3 dirham justru bisa menutupi seluruh kebutuhan hidupnya, bahkan hidupnya menjadi lapang. Ia menanyakan apa rahasia di balik itu semua?

Imam Syafi'i menjelaskan bahwa pekerjaan yang ia jalani itu tidak berhak dapatkan upah lebih dari 3 dirham. Dan kelebihan 2 dirham itu telah mencabut keberkahan harta yang ia miliki ketika tercambur dengannya.

Lalu Imam Syafi'i membacakan sebuah sya'ir:

جمع الحرام على الحلال ليكثره
دخل الحرام على الحلال فبعثره

Dia kumpulkan yang haram dengan yang halal supaya ia menjadi banyak.
Yang haram pun masuk ke dalam yang halal lalu ia merusaknya.

Kamis, 20 Februari 2014

Ikhlas Dalam Ramai Dalam Sunyi


Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany, 10 Ramadhan, tahun 545, H. di Madrasahnya
Orang yang beriman adalah orang yang hijrah dari nafsunya, lalu berguru kepada seorang Syeikh yang bisa mendidiknya memberikan pengetahuan, dan terus belajar dari kecil hingga mati. Kemudian terus membaca Al-Qur’an, kemudian mendalami Sunnah Rasulullah Saw, maka ia akan mendapatkan taufiq dari Allah Swt. Karena ia mengamalkan apa yang diketahui menuju kepada Allah azza wa-Jalla.

Sepanjang ia mengamalkan ilmunya, ia akan diberi ilmu oleh Allah yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Hatinya teguh dalam berpijak, dan ikhlas dalam melangkah menuju Allah azza wa-Jalla.
Bila anda mengamalkan ilmu anda, tetapi tidak membuat anda dekat pada Allah azza wa-Jalla, anda pun tidak menemukan indahnya ibadah dan kemseraan denganNya, ketahuilah bahwa anda sesungguhnya belum mengamalkannya, karena anda telah terhijab oleh cacat-cacat dalam amal anda. Apa cacat-cacat itu?

Riya’, kemunafikan dan keta’juban pada diri sendiri. Wahai orang yang beramal, ikhlaslah! Jika tidak, anda jangan berpayah-payah dalam Muroqobah pada Allah azza wa-Jalla ketika khalwat maupun ketika berada dalam keramaian. Karena orang munafiq malah senang pamer ketika dalam keramaian, dan orang yang ikhlas tidak peduli apakah dalam ramai atau dalam sunyi, sama saja.

Bila anda melihat orang yang sangat pesolek atau wanita pesolek, pejamkan mata nafsumu, hawa nafsumu dan nalurimu, lalu ingatlah pada pandangan Allah Azza wa-Jalla kepadamu, bacalah:
“Dan kamu tidak berada dalam suatu keadaan…” (Q.S. Yunus:61)

Waspadalah pada pandangan Allah azza wa-Jalla dan pejamkan kedua matamu dari memandang yang diharamkan. Ingatlah pada Dzat yang anda tidak bisa menhindari pandangan dan pengetahuanNya. Bila anda sudah tidak membantah dan kontra pada Allah azza wa-Jalla maka ubudiyah anda padaNya sempurna dan anda menjadi hamba yang benar-benar hambaNya, tergolong orang-orang yang disebutkan:
“Sesungguhnya hamba-hambaKu, kamu (Iblis) tidak bisa menguasai (menggodanya).” (Q.S. Al-Hijr:42)

Bila syukurmu benar-benar terwujud pada Allah azza wa-Jalla, Allah mengilhami makhluknya untuk berterimakasih padamu, menyayangimu, pada saat itulah tidak ada peluang lagi bagi syetan dan kroninya.

Anda jangan sampai meninggalkan berdoa sebagai prinsip, jangan sampai sibuk berdoa hanya untuk mencari dispensasi. Doa itu adalah ketenggelaman jiwa dan pembebasan bagi yang tertahan sampai mendapatkan jalan keluar dari tahanannya dan masuk dalam Sang Maha Diraja.

Jadikan akal sehat anda , bahwa meninggalkan doa itu tidak baik sama sekali. Namun anda berdoa, anda butuh niat dan akal sehat serta pengetahuan dan mengikuti jejak orang yang berpengetahuan. Anda tidak memikirkan apa yang datang dari Allah Azza wa-Jalla dan apa yang ada pada diri orang-orang yang shaleh, dan karena itulah prasangka anda buruk pada mereka. Janganlah anda berilusi dengan pangkal agama dan perilaku ruhanimu pada mereka, jangan sampai anda kontra dengan mereka dalam semua aktivitasnya sepanjang mereka tidak kontra dengan aturan syariat, karena mereka berada di sisi Allah azza wa-Jalla baik secara lahir maupun batin.

Hati mereka tidak akan tenang sebelum meraih keselamatan dari Allah azza wa-Jalla. Karena itu kemarilah wahai hamba Allah Azza wa-Jalla di muka bumi. Wahai ahli zuhud kalian mengetahui sesuatu tetapi kalian tidak meraih kebaikan. Masuklah kemari mempelajari kitabku, sampai anda saya ajari tentang suatu hal yang tak pernah anda temukan selama ini. Dalam hati ada kitab, dan dalam rahasia batin juga ada kitab, dalam nafsu kita juga ada kitab, serta dalam tubuh kita juga ada kitab, semuanya merupakan derajat-derajat dan maqom serta langkah-langkah yang berbilang.

Langkah pertama saja anda tidak benar, bagaimana anda melangkah ke tahap kedua? Islam anda saja tidak benar, bagaimana anda sampai pada iman? Iman anda pun tidak benar bagaimana anda bisa sampai pada Iiqon (yaqin)? Iiqon anda juga tidak benar bagaimana sampai kema’rifatan dan kewalian?
Berakal sehatlah anda, tapi anda tidak menggunakannya. Masing-masing anda ingin menjadi pemimpin, tetapi anda tidak memiliki pirantinya? Anda baru bisa jadi pemimpin jika anda sudah bisa zuhud dari dunia, zuhud dari nafsu, kesenangannya, watak dan hasratnya. Kepemimpinan itu turun dari langit bukan dari bumi. Kewalian itu datang dari Allah azza wa-Jalla bukan datang dari makhluk. Jadilah diri anda sebagai pengikut, bukan yang diikuti, dan jadilah kalian sebagai sahabat bukan yang disahabati. Bumikan dirimu dalam kehinaan dan kesembunyian.

Bila anda meraih sesuatu di hadapan Allah azza wa-Jalla berbeda dengan Dari harapanmu, maka pada saatnya Dia mendatangimu. Maka pasrahkanlah dirimu padaNya, tinggalkan merasa bisa atas upayamu, kekuatanmu, kontramu dan sahabatmu dan nafsumu.
Bersahabatlah dengan ubiyah-mu, yaitu melaksanakan smeua perintah dan menjauhi laranganNya, serta bersabar atas bencana-bencana.

Dasar perkara seperti itu adalah tauhid dan kekokohannya, dan asasnya adalah amal yang sholeh. Namun, betapa tidak kokohnya bangunan anda, niat anda saja tidak benar bagaimana anda bicara? Sedangkan diammu pun juga tidak benar, bagaimana bicaramu benar pada orang lain, sebagai pengganti para Rasul? Karena para Rasul adalah para penceramah, ketika para Rasul wafat maka Allah azza wa-Jalla menetapkan para Ulama yang mengamalkan ilmunya, dan mereka dijadikan sebagai pewarisnya.

Siapa yang ingin berada di maqom sebagai pengganti Rasul harus menjadi manusia paling suci di zamannya, yang paling mengenal aturan dan ilmunya Allah azza wa-Jalla.
Namun mereka menganggap masalah ini sepele, hai orang-orang bodoh terhadap Allah azza wa-Jalla dan rasulNya, wali-waliNya yang shaleh dari para hambaNya!

Wahai orang yang bodoh pada dirinya, pada watak, dunia dan akhiratnya, celakalah kalian ini! Diamlah kalian ini sampai datangnya orang yang ilmunya mengalahkan nafsunya, berbicara dan menghidupkan jiwa kalian, menegakkan dan membangkitkan kalian.
Itulah ilmu yang bermanfaat. Bagaimana tidak demikian, karena ia telah menutup pintu makhluk dan membuka Pintu Allah azza wa-Jalla, yaitu Pintu Agung. Jika penutupan pintu dan pembukaan pintu ini benar pada seorang hamba, maka ia akan kehilangan dukungan manusia, namun ia akan khalwat, lalu datanglah pakaian dalam hatinya, datang pula kunci-kunci yang mampu menyingkap kulit-kulit dan yang ada adalah isi.

Pintu hawa nafsu tertutup, lalu ia menang dalam pergumulan jiwa, lalu terbukalah jalan menuju Allah azza wa-Jalla, lalu muncullah ketekunan atas hasratnya yang selaras dengan ketekunan pendahulu-pendahulunya dari para Nabi dan Rasul Saw, serta para WaliNya. Ketekunan itu tidak lain adalah ketekunan bersih tanpa kotoran, ketekunan tauhid tanpa syirik, ketekunan pasrah total tanpa kontra padaNya, ketekunan jujur tanpa dusta, ketekunan pada Allah azza wa-Jalla, bukan pada makhluk, ketekunan pada Sang Penyebab, bukan pada akibat.

Ketekunan-ketekunan inilah yang digapai oleh para pemimpin agama, raja-raja ma’rifat, yang disebut sebagai Rjalul Haq Azza wa-Jalla, para kaum terpilihNya, parakekasihNya, yang senantiasa sebagai pembela agamaNya dan mereka adalah pecinta agamaNya.

Celakalah kalian, bagaimana anda mengklaim mengikuti thariqah kaum sufi sedangkan anda musyrik dengan lainNya? Anda ini tidak punya iman, sedangkan di muka bumi ini masih ada yang anda takuti dan anda harapkan. Anda tidak bisa zuhud di dunia selama di dunia masih ada yang kau harapkan. Anda tidak bertauhid selama anda masih memandang yang lainNya dalam perjalananmu menuju kepada Allah azza wa-Jalla.

Orang yang ‘arif senantiasa asing di dunia dan akhirat dan zuhud dari dunia dan akhirat, serta zuhud dari segala hal selain Allah azza wa-Jalla secara total, karena tak ada yang kesenangan sedikit pun selain padaNya.

Hai kaumku… Dengarkan sesuatu dariku, jangan sampai ada prasangka buruk dalam hatimu. Bagaimana tidak, kalian berprasangka dan menggunjingku, padahal aku sangat sayang pada kalian, aku memikul beban kalian, menjahit amal-amal kalian yang compang camping dan memohonkan syafa’at untuk kalian pada Allah azza wa-Jalla, memohonkan ampunan dosa-dosa kalian?

Siapa yang kenal aku, ia tidak akan berpaling dariku sampai mati, kesenangan dan kenikmatan, makan dan minumnya serta pakaiannya pun, tidak ada yang mengalahkan kesenangannya bersamaku.

Anak-anak sekalian… Bagaimana kalian tidak mencintaiku, akulah yang sangat berkehendak untuk kebahagiaanmu, bukan untuk kepentinganku! Aku ingin kemanfaatan ada dalam hidupmu, kebersihan dirimu dari kekuasaan dunia yang mematikan dan penuh tipudaya itu, sampai kapan terus mengikuti jejak dunia? Sebentar lagi dunia berpaling dari kalian dan membnuh kalian. Sedangkan Allah azza wa-Jalla tidak membiarkan kekasihNya bersama dunia bahkan tak sejenak pun. Dia tidak menginginkan kekasihNya merasa aman dengan dunia, tidak membiarkan bersama dunia dan yang lainnya.

Justru Dialah bersama mereka dan mereka bersamaNya. Selamanya hati mereka hanya untukNya, berdzikir di sisiNya, hadir. Sedangkan pada yang lainNya, ia menolak hanya kepadaNya ia menghadap.