Ketika saya mengatakan, “Ini Syekh saya,” maka beliau tetap Syekh saya
walaupun beliau akan melumatkan saya di dalam mesin blender. Saya tidak
akan mengubah cinta saya pada beliau. Jika cinta saya berubah, saya
tidak akan mencapai maqam apa pun. Pikiran-pikiran buruk tentang Syekh
akan semakin menarik kalian menjauh dari beliau. Beliau mampu mendeteksi
hal itu di dalam hati kalian.
Ketika kalian mengakui mempunyai pikiran-pikiran buruk itu, maka lebih
mudah bagi Syekh untuk membersihkannya. Namun sebaliknya, bila si murid
berpura-pura di depan Syekhnya bahwa dia adalah murid yang super, bahwa
dia mencintai Syekhnya, bahwa dia akan melaksanakan apa yang diminta
Syekh, padahal hatinya berbicara sebaliknya, maka Syekh pun
mengetahuinya!
Itulah sebabnya di dalam banyak tarekat, ketika
Syekh menghijab dirinya sendiri dan berada di “dunia lain” beliau tidak
menemukan seseorang yang mampu membawa amanatnya ketika beliau sedang
absen. Walaupun ketika di hadapan beliau, mereka tampak sebagai murid
yang hebat. Akhirnya, beliau pergi tanpa menunjuk seorang pun, sampai
ada yang benar-benar muncul. Ketika murid andalan itu muncul, Syekh
memberinya kekuatan.
Insya Allah, sebentar lagi murid itu akan
muncul di antara kalian. Dia yang akan membawa amanat Syekh dan
melanjutkan perjuangannya. Jika kalian pandai, kalian akan tahu siapakah
orang itu. Dia adalah seorang yang rendah hati, tidak peduli dengan
kehidupan materi ataupun ingin mencapai maqam tertentu dan tidak
menonjolkan diri.
Sebuah lukisan Syekh Abdul Qadir Jailani QS
yang terdapat di kediaman Abah Anom di Suryalaya. Seperti ketika seorang
murid Sayyidina Abdul Qadir Jailani QS meninggal, dia dikunjungi 2
malaikat dan bertanya, “Siapa Tuhanmu?” Murid itu menjawab, ”Abdul Qadir
Jailani QS.” Siapa Nabimu? Dijawab, “Abdul Qadir Jailani QS.” Apakah
agamamu? Dijawab, “Abdul Qadir Jailani QS.” ‘Tempatmu di neraka! Ke mana
lagi tempat yang cocok bila seluruh pertanyaan dijawab dengan Abdul
Qadir Jailani QS.’
Seketika itu Sayyidina Abdul Qadir Jailani
QS muncul dan mengatakan, “Siapa yang memberi kalian izin membawanya ke
neraka? Dia telah menyebut namaku, paling tidak tanyalah dulu padaku!
Aku tidak jauh, dia adalah muridku, jika mau menanyainya, tanyalah aku.
Jangan memberi dia siksa kubur tanpa memberi kesempatan meminta
dukungan. Hal ini sama dengan menghina aku, aku wakil Nabi Muhammad
SAW!”
Kedua malaikat itu takut pada Syekh Abdul Qadir Jailani
QS. Mereka tidak ingin kena pukulan lagi seperti yang pernah dilakukan
oleh Sayyidina Umar RA pada mereka. Ketika Sayyidina Umar RA, Khalifah
kedua wafat, dua malaikat maut mendatangi beliau. “Siapa Tuhanmu?”
Sayyidina Umar RA mempunyai watak yang keras, dan beliau diam saja
ketika pertanyaan itu diajukan. “Apa agamamu?” Beliau tetap diam. “Apa
kitabmu?” Tetap tidak ada jawaban. Akhirnya mereka harus membawa beliau
menuju neraka.
Sayyidina Umar RA berkata, ”Aku tidak mendengar
apa yang kau ucapkan, mendekatlah ke sini.” Mereka mendekat dan
mengulang pertanyaan tadi. “Aku masih belum mendengar,… lebih dekat
lagi!” Maka Malaikat Munkar AS mendekat dan bertanya lagi, ”Siapa
Tuhanmu?” Sayyidina Umar RA segera mengepalkan tangan dan meninjunya
tepat di mata Malaikat Munkar AS. Para awliya mengatakan bahwa Malaikat
Munkar AS hanya memiliki satu mata saja, itu akibat dipukul oleh
Sayyidina Umar RA.
Sayyidina Umar RA berkata, ”Aku baru saja
tiba dengan jarak 10 yard, 2 menit dari makamku. Bagaimana mungkin aku
lupa siapa Tuhanku dengan waktu sesingkat itu. Sedangkan kalian yang
dikirim Allah SWT dari jarak ribuan dan ribuan tahun jauhnya mengaku
tidak melupakan siapa Tuhan kalian? Terimalah pukulan keduaku ini!”
Segera Malaikat Munkar AS lari menjauh dan Malaikat Nakir AS lari
menyusulnya.
Maka kini kedua malaikat itu takut pada Syekh
Abdul Qadir Jailani QS. Mereka kembali kepada Allah SWT, dan Allah SWT
berfirman, “Dia adalah salah satu awliya-Ku. Tinggalkanlah dia.”
Allah SWT lalu memperpanjang hidup murid itu selama 37 tahun lagi.
Mengapa? Karena cinta murid itu pada Syekhnya amat besar dan tidak mampu
melihat apa pun kecuali Syekhnya. Itulah murid yang benar, mampu
menjaga amanat.
Jika saya bertanya pada kalian sekarang, “Siapa
Tuhanmu? Siapa nabimu? Apa kitabmu?” Maka kalian pasti takut untuk
menjawab ‘Syekhku!’ Karena itu syirik, kufur , tidak bisa diterima.
Meskipun hal itu tidak bisa diterima, dan bahkan kita sadar bahwa kita
harus menyembah Allah SWT, dan ketika kita mengatakan, “Allahu Akbar,”
kita sedang menyembahnya, namun jika kalian berada dalam Maqam Cinta,
maka cinta itu akan mengambil alih pikiran kalian. Pada saat itu kalian
tidak bertanggung jawab atas apa yang kalian katakan dan tidak berdosa.
Saat ini kalian pada tingkatan menggunakan akal. Namun pada saat berada
di maqam itu, di mana kalian tidak dapat menggunakan akal pikiran, maka
kalian bisa mengatakannya dan hal itu tidak dicatat sebagai sebuah
dosa. Seperti orang yang tidak waras, jika dia membunuh seseorang, maka
kita tidak bisa mengajaknya bicara karena dia tidak menggunakan
pikirannya.Tidak bisa ditindak secara hukum karena dia seperti seorang
anak kecil, walaupun tindakannya berdasarkan niat sekalipun. Dia tidak
bertanggung jawab, dia tidak menggunakan akal pikirannya.
Jika
kalian mencapai Maqam Cinta sebagaimana yang telah dicapai para awliya,
maka syirik tidak ada artinya. Inilah yang gagal dimengerti oleh para
ulama terhadap keberadaan para wali. Ini adalah kesalahan yang dibuat
para ulama dulu dan masih berlanjut sampai sekarang. Mereka mengatakan,
“Syekh itu musyrik dan mengatakan sesuatu yang tidak bisa diterima.”
Karena Syekh itu tidak sedang berada di maqam yang biasa. Dia sedang
berada di Maqam Cinta. (Mawlana Syeikh Hisyam Kabbani Ar Rabbani)
Hidup pastikan aman tenteram dunia wal akhirat kalau saja kita selalu bertafakur untuk mengingat Allah dan mengingat kehidupat akhirat, minimal 5 menit dalam sehari semalam
Kamis, 27 Februari 2014
Kisah Insyafnya Ulama Wahabi
Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin–ulama Wahabi kontemporer yang sangat populer–mempunyai seorang guru yang sangat alim dan kharismatik di kalangan kaum Wahhabi, yaitu Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di, yang dikenal dengan julukan Syaikh Ibnu Sa’di. Ia memiliki banyak karangan, di antaranya yang paling populer adalah karyanya yang berjudul, Tafsir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, kitab tafsir setebal 5 jilid, yang mengikuti manhaj pemikiran Wahhabi. Meskipun Syaikh Ibnu Sa’di, termasuk ulama Wahabi yang ekstrim, ia juga seorang ulama yang mudah insyaf dan mau mengikuti kebenaran, dari manapun kebenaran itu datangnya.
Suatu ketika, al-Imam al-Sayyid ‘Alwi bin Abbas al-Maliki al-Hasani (ayahanda Abuya al-Sayyid Muhammad bin ‘Alwi al-Maliki) sedang duduk-duduk di serambi Masjid al-Haram bersama halaqah pengajiannya. Sementara di bagian lain serambi Masjidil Haram tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di juga duduk-duduk. Sementara orang-orang di Masjidil Haram larut dalam ibadah shalat dan tawaf yang mereka lakukan. Pada saat itu, langit di atas Masjidil Haram penuh dengan mendung yang menggelantung, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan yang sangat lebat. Tiba-tiba air hujan itu pun turun dengan lebatnya. Akibatnya, saluran air di atas Ka’bah mengalirkan airnya dengan derasnya. Melihat air begitu deras dari saluran air di atas kiblat kaum Muslimin yang berbentuk kubus itu, orang-orang Hijaz seperti kebiasaan mereka, segera berhamburan menuju saluran itu dan mengambil air tersebut, dan kemudian mereka tuangkan ke baju dan tubuh mereka, dengan harapan mendapatkan berkah dari air itu.
Melihat kejadian tersebut, para polisi pamong praja Kerajaan Saudi Arabia, yang sebagian besar berasal dari orang Badui daerah Najd itu, menjadi terkejut dan mengira bahwa orang-orang Hijaz tersebut telah terjerumus dalam lumpur kesyirikan dan menyembah selain Allah SWT. Akhirnya para polisi pamong praja itu berkata kepada orang-orang Hijaz yang sedang mengambil berkah air hujan yang mengalir dari saluran air Ka’bah itu,
“Jangan kalian lakukan wahai orang-orang musyrik. Itu perbuatan syirik. Itu perbuatan syirik.”
Mendengar teguran para polisi pamong praja itu, orang-orang Hijaz itu pun segera berhamburan menuju halaqah al-Imam al-Sayyid ‘Alwi al-Maliki al-Hasani dan menanyakan perihal hukum mengambil berkah dari air hujan yang mengalir dari saluran air di Ka’bah itu. Ternyata Sayyid ‘Alwi membolehkan dan bahkan mendorong mereka untuk melakukannya. Akhirnya untuk yang kedua kalinya, orang-orang Hijaz itu pun berhamburan lagi menuju saluran air di Ka’bah itu, dengan tujuan mengambil berkah air hujan yang jatuh darinya, tanpa mengindahkan teguran para polisi Badui tersebut. Bahkan mereka berkata kepada para polisi baduwi itu,
“Kami tidak akan memperhatikan teguran Anda, setelah Sayyid ‘Alwi berfatwa kepada kami tentang kebolehan mengambil berkah dari air ini.”
Akhirnya, melihat orang-orang Hijaz itu tidak mengindahkan teguran, para polisi Badui itu pun segera mendatangi halaqah Syaikh Ibnu Sa’di, guru mereka. Mereka mengadukan perihal fatwa Sayyid ‘Alwi yang menganggap bahwa air hujan itu ada berkahnya. Akhirnya, setelah mendengar laporan para polisi Badui, yang merupakan anak buahnya itu, Syaikh Ibnu Sa’di segera mengambil selendangnya dan bangkit menghampiri halaqah Sayyid ‘Alwi dan duduk di sebelahnya. Sementara orang-orang dari berbagai golongan, berkumpul mengelilingi kedua ulama besar itu. Dengan penuh sopan dan tata krama layaknya seorang ulama, Syaikh Ibnu Sa’di bertanya kepada Sayyid ‘Alwi:
“Wahai Sayyid, benarkah Anda berkata kepada orang-orang itu bahwa air hujan yang turun dari saluran air di Ka’bah itu ada berkahnya?”
Sayyid ‘Alwi menjawab:
“Benar. Bahkan air tersebut memiliki dua berkah.”
Syaikh Ibnu Sa’di berkata:
“Bagaimana hal itu bisa terjadi?”
Sayyid ‘Alwi menjawab:
“Karena Allah SWT berfirman dalam Kitab-Nya tentang air hujan:
وَنَزَّلْنَا مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءًۭ مُّبَرَكًۭا
“Dan Kami turunkan dari langit air yang mengandung berkah.” (QS. 50:9).
Allah SWT juga berfirman mengenai Ka’bah:
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍۢ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِى بِبَكَّةَ مُبَارَكًۭا وَهُدًۭى لِّلْعَلَمِينَ (٩٦
“Sesungguhnya rumah yang pertama kali diletakkan bagi umat manusia adalah rumah yang ada di Bekkah (Makkah), yang diberkahi (oleh Allah).” (QS. 3:96).
Dengan demikian air hujan yang turun dari saluran air di atas Ka’bah itu memiliki dua berkah, yaitu berkah yang turun dari langit dan berkah yang terdapat pada Baitullah ini.”
Mendengar jawaban tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di merasa heran dan kagum kepada Sayyid ‘Alwi. Kemudian dengan penuh kesadaran, mulut Syaikh Ibnu Sa’di itu melontarkan perkataan yang sangat mulia, sebagai pengakuannya akan kebenaran ucapan Sayyid ‘Alwi:
“Subhanallah (Maha Suci Allah), bagaimana kami bisa lalai dari kedua ayat ini.”
Kemudian Syaikh Ibnu Sa’di mengucapkan terima kasih kepada Sayyid ‘Alwi dan meminta izin untuk meninggalkan halaqah tersebut. Namun Sayyid ‘Alwi berkata kepada Syaikh Ibnu Sa’di:
“Tenang dulu wahai Syaikh Ibnu Sa’di. Aku melihat para polisi Badui itu mengira bahwa apa yang dilakukan oleh kaum Muslimin dengan mengambil berkah air hujan yang mengalir dari saluran air di Ka’bah itu sebagai perbuatan syirik. Mereka tidak akan berhenti mengkafirkan orang dan mensyirikkan orang dalam masalah ini sebelum mereka melihat orang yang seperti Anda melarang mereka. Oleh karena itu, sekarang bangkitlah Anda menuju saluran air di Ka’bah itu, lalu ambillah air di situ di depan para polisi Badui itu, sehingga mereka akan berhenti mensyirikkan orang lain.”
Akhirnya mendengar saran Sayyid ‘Alwi tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di segera bangkit menuju saluran air di Ka’bah. Ia basahi pakaiannya dengan air itu, dan ia pun mengambil air itu untuk diminumnya dengan tujuan mengambil berkahnya. Melihat tingkah laku Syaikh Ibnu Sa’di ini, para polisi Badui itu pun pergi meninggalkan Masjidil Haram dengan perasaan malu.
Semoga Allah SWT merahmati Sayyidina al-Imam ‘Alwi bin ‘Abbas al-Maliki al-Hasani. Amin.
Kisah ini disebutkan oleh Syaikh Abdul Fattah Rawwah, dalam kitab Tsabat (kumpulan sanad-sanad keilmuannya). Beliau termasuk salah seorang saksi mata kejadian itu.
Kisah Teladan Islami.
Pemuda yang haus Ilmu
"Ya Ghulam, maukah kau mendengar beberapa kalimat yang sangat berguna?" tanya Rasulullah suatu ketika pada seorang pemuda kecil. "Jagalah (ajaran-ajaran) Allah, niscaya kamu akan mendapatkan-Nya selalu menjagamu. Jagalah (larangan-larangan) Allah, maka kamu akan mendapati-Nya selalu dekat di hadapanmu."
Pemuda kecil itu termangu di depan Rasulullah. Ia memusatkan perhatian pada setiap patah kata yang keluar dari bibir manusia paling mulia itu. "Kenalilah Allah dalam sukamu, maka Allah akan mengenalimu dalam duka. Bila kamu meminta, mintalah kepada-Nya. Jika kamu butuh pertolongan, memohonlah kepada-Nya. Semua hal telah selesai ditulis."
Pemuda beruntung itu adalah Abdullah bin Abbas. Ibnu Abbas, begitu ia biasa dipanggil, dalam sehari itu ia menerima banyak ilmu. Bak kata pepatah, sekali dayung tiga empat pulau terlampaui, wejangan Rasulullah saat itu telah memenuhi rasa ingin tahunya. Pelajaran akidah, ilmu dan amal sekaligus ia terima dalam sekali pertemuan.
Keakraban dengan Rasulullah sejak kecil membuat Ibnu Abbas tumbuh menjadi seorang lelaki berkepribadian luar biasa. Keikhlasannya seluas padang pasir tempatnya tinggal. Keberanian dan gairah jihadnya sepanas sinar matahari gurun. Kasihnya seperti oase di tengah sahara.
Hidup bersama Rasulullah benar-benar telah membentuk karakter dan sifatnya. Suatu ketika, benaknya dipenuhi rasa ingin tahu yang besar tentang bagaimana cara Rasulullah shalat. Malam itu, ia sengaja menginap di rumah bibinya, Maimunah binti Al-Harits, istri Rasulullah.
Sepanjang malam ia berjaga, sampai terdengar olehnya Rasulullah bangun untuk menunaikan shalat. Ia segera mengambil air untuk bekal wudhu Rasulullah. Di tengah malam buta itu, betapa terkejutnya Rasulullah menemukan Abdullah bin Abbas masih terjaga dan menyediakan air wudhu untuknya.
Rasa bangga dan kagum menyatu dalam dada Rasulullah. Beliau menghampiri Ibnu Abbas, dan dengan lembut dielusnya kepala bocah belia itu. "Ya Allah, berikan dia keahlian dalam agama-Mu, dan ajarilah ia tafsir kitab-Mu." Demikian doa Rasulullah.
Abdullah bin Abbas lahir tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah. Saat Rasulullah wafat, ia masih sangat belia, 13 tahun umurnya. Semasa hidupnya, Rasulullah benar-benar akrab dengan mereka yang hampir seusia dengan Abdullah bin Abbas. Ada Ali bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid dan sahabat-sahabat kecil lainnya.
Saat Rasulullah wafat, Ibnu Abbas benar-benar merasa kehilangan. Sosok yang menjadi panutannya, kini telah tiada. Walau demikian, ia tak mau berlama-lama tenggelam dalam kedukaan. Ibnu Abbas segera bangkit dari kedukaan. Meski Rasulullah telah berpulang, semangat jihad tak boleh berkurang. Maka ia pun mulai melakukan perburuan ilmu.
Didatanginya para sahabat senior. Ia bertanya pada mereka tentang apa saja yang perlu ditimbanya. Tak hanya itu, ia juga mengajak sahabat-sahabat yang seusia dengannya untuk belajar pula. Tapi sayang, tak banyak yang mengikuti jejak Ibnu Abbas. Mereka merasa tidak yakin, apakah para sahabat senior itu mau memerhatikan mereka yang masih anak-anak.
Walau demikian, Ibnu Abbas tak patah arang. Ia ketuk satu pintu dan berpindah ke pintu lain, dari rumah-rumah para sahabat Rasulullah. Tak jarang ia harus tidur di depan rumah mereka, karena para sahabat tengah istirahat. Namun betapa terkejutnya mereka begitu melihat Ibnu Abbas tidur di depan pintu rumah.
"Wahai keponakan Rasulullah, kenapa tidak kami saja yang menemuimu?" kata para sahabat yang menemukan Ibnu Abbas di depan rumah mereka.
"Tidak, akulah yang mesti mendatangi anda," jawabnya.
Demikianlah kehidupan Ibnu Abbas, hingga kelak ia benar-benar menjadi seorang pemuda dengan ilmu dan pengetahuan yang tinggi. Karena tingginya dan tak berimbang dengan usianya, ada yang bertanya tentangnya. "Bagaimana anda mendapatkan ilmu ini, wahai Ibnu Abbas?"
"Dengan lidah dan gemar bertanya, dengan akal yang suka berpikir," demikian jawabnya.
Karena ketinggian ilmunya itulah, ia kerap menjadi kawan dan lawan diskusi para sahabat senior. Umar bin Al-Kathab misalnya, selalu memanggil Ibnu Abbas untuk duduk bersama dalam sebuah musyawarah. Pendapat-pendapatnya selalu didengar karena keilmuannya. Sampai-sampai Amirul Mukminin kedua itu memberi julukan kepada Ibnu Abbas sebagai "pemuda tua".
Doa Rasulullah yang meminta kepada Allah agar menjadikan Ibnu Abbas sebagai seorang yang mengerti perkara agama telah terwujud kiranya. Ibnu Abbas adalah tempat bertanya karena kegemarannya bertanya. Ibnu Abbas tempat mencari ilmu karena kegemarannya terhadap ilmu.
Di usianya yang ke-71 tahun, Allah SWT memanggilnya. Saat itu umat Islam benar-benar kehilangan seorang dengan kemampuan dan pengetahuan yang luar biasa. "Hari ini telah wafat ulama umat," kata Abu Hurairah menggambarkan rasa kehilangannya.
111 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni
"Ya Ghulam, maukah kau mendengar beberapa kalimat yang sangat berguna?" tanya Rasulullah suatu ketika pada seorang pemuda kecil. "Jagalah (ajaran-ajaran) Allah, niscaya kamu akan mendapatkan-Nya selalu menjagamu. Jagalah (larangan-larangan) Allah, maka kamu akan mendapati-Nya selalu dekat di hadapanmu."
Pemuda kecil itu termangu di depan Rasulullah. Ia memusatkan perhatian pada setiap patah kata yang keluar dari bibir manusia paling mulia itu. "Kenalilah Allah dalam sukamu, maka Allah akan mengenalimu dalam duka. Bila kamu meminta, mintalah kepada-Nya. Jika kamu butuh pertolongan, memohonlah kepada-Nya. Semua hal telah selesai ditulis."
Pemuda beruntung itu adalah Abdullah bin Abbas. Ibnu Abbas, begitu ia biasa dipanggil, dalam sehari itu ia menerima banyak ilmu. Bak kata pepatah, sekali dayung tiga empat pulau terlampaui, wejangan Rasulullah saat itu telah memenuhi rasa ingin tahunya. Pelajaran akidah, ilmu dan amal sekaligus ia terima dalam sekali pertemuan.
Keakraban dengan Rasulullah sejak kecil membuat Ibnu Abbas tumbuh menjadi seorang lelaki berkepribadian luar biasa. Keikhlasannya seluas padang pasir tempatnya tinggal. Keberanian dan gairah jihadnya sepanas sinar matahari gurun. Kasihnya seperti oase di tengah sahara.
Hidup bersama Rasulullah benar-benar telah membentuk karakter dan sifatnya. Suatu ketika, benaknya dipenuhi rasa ingin tahu yang besar tentang bagaimana cara Rasulullah shalat. Malam itu, ia sengaja menginap di rumah bibinya, Maimunah binti Al-Harits, istri Rasulullah.
Sepanjang malam ia berjaga, sampai terdengar olehnya Rasulullah bangun untuk menunaikan shalat. Ia segera mengambil air untuk bekal wudhu Rasulullah. Di tengah malam buta itu, betapa terkejutnya Rasulullah menemukan Abdullah bin Abbas masih terjaga dan menyediakan air wudhu untuknya.
Rasa bangga dan kagum menyatu dalam dada Rasulullah. Beliau menghampiri Ibnu Abbas, dan dengan lembut dielusnya kepala bocah belia itu. "Ya Allah, berikan dia keahlian dalam agama-Mu, dan ajarilah ia tafsir kitab-Mu." Demikian doa Rasulullah.
Abdullah bin Abbas lahir tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah. Saat Rasulullah wafat, ia masih sangat belia, 13 tahun umurnya. Semasa hidupnya, Rasulullah benar-benar akrab dengan mereka yang hampir seusia dengan Abdullah bin Abbas. Ada Ali bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid dan sahabat-sahabat kecil lainnya.
Saat Rasulullah wafat, Ibnu Abbas benar-benar merasa kehilangan. Sosok yang menjadi panutannya, kini telah tiada. Walau demikian, ia tak mau berlama-lama tenggelam dalam kedukaan. Ibnu Abbas segera bangkit dari kedukaan. Meski Rasulullah telah berpulang, semangat jihad tak boleh berkurang. Maka ia pun mulai melakukan perburuan ilmu.
Didatanginya para sahabat senior. Ia bertanya pada mereka tentang apa saja yang perlu ditimbanya. Tak hanya itu, ia juga mengajak sahabat-sahabat yang seusia dengannya untuk belajar pula. Tapi sayang, tak banyak yang mengikuti jejak Ibnu Abbas. Mereka merasa tidak yakin, apakah para sahabat senior itu mau memerhatikan mereka yang masih anak-anak.
Walau demikian, Ibnu Abbas tak patah arang. Ia ketuk satu pintu dan berpindah ke pintu lain, dari rumah-rumah para sahabat Rasulullah. Tak jarang ia harus tidur di depan rumah mereka, karena para sahabat tengah istirahat. Namun betapa terkejutnya mereka begitu melihat Ibnu Abbas tidur di depan pintu rumah.
"Wahai keponakan Rasulullah, kenapa tidak kami saja yang menemuimu?" kata para sahabat yang menemukan Ibnu Abbas di depan rumah mereka.
"Tidak, akulah yang mesti mendatangi anda," jawabnya.
Demikianlah kehidupan Ibnu Abbas, hingga kelak ia benar-benar menjadi seorang pemuda dengan ilmu dan pengetahuan yang tinggi. Karena tingginya dan tak berimbang dengan usianya, ada yang bertanya tentangnya. "Bagaimana anda mendapatkan ilmu ini, wahai Ibnu Abbas?"
"Dengan lidah dan gemar bertanya, dengan akal yang suka berpikir," demikian jawabnya.
Karena ketinggian ilmunya itulah, ia kerap menjadi kawan dan lawan diskusi para sahabat senior. Umar bin Al-Kathab misalnya, selalu memanggil Ibnu Abbas untuk duduk bersama dalam sebuah musyawarah. Pendapat-pendapatnya selalu didengar karena keilmuannya. Sampai-sampai Amirul Mukminin kedua itu memberi julukan kepada Ibnu Abbas sebagai "pemuda tua".
Doa Rasulullah yang meminta kepada Allah agar menjadikan Ibnu Abbas sebagai seorang yang mengerti perkara agama telah terwujud kiranya. Ibnu Abbas adalah tempat bertanya karena kegemarannya bertanya. Ibnu Abbas tempat mencari ilmu karena kegemarannya terhadap ilmu.
Di usianya yang ke-71 tahun, Allah SWT memanggilnya. Saat itu umat Islam benar-benar kehilangan seorang dengan kemampuan dan pengetahuan yang luar biasa. "Hari ini telah wafat ulama umat," kata Abu Hurairah menggambarkan rasa kehilangannya.
111 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni
Dihukum, Tapi Tak Merasa
Dihukum, Tapi Tak Merasa
Suatu ketika, Nabi Syuaib a.s. kedatangan seseorang tamu. Pria ini mengatakan “Tuhan telah menyaksikan semua dosa yang kulakukan. Namun, karena kemurahan-Nya, Ia masih juga belum menghukumku.”
Tuhan lalu berkata kepada Syuaib a.s., “Katakan kepada orang itu, ‘Engkau merasa Tuhan belum menghukummu padahal sebaliknya. Tuhan telah menghukum tetapi kau tak menyadarinya. Engkau berkelana di tengah rimba tanpa tujuan. Tangan dan kakimu terikat. Engkau tak lain hanyalah wajan yang penuh dengan karat. Semakin hari kau dibutakan dari hal-hal spiritual. Bila api mengenai wajan yang masih bersih, jelaganya terlihat seketika. Tapi, dengan wajan yang permukaannya amat hitam seperti milikmu, siapa yang mampu melihat betapa tebalnya jelaga itu?”
“Ketika kau berhenti mengingat-Nya, lapisan karat itu bergerak menuju jiwamu. Bila kau menulis di atas sehelai kertas, tulisan itu akan mudah terbaca. Namun bila kertas itu kau remas berulang kali, apa yang kau tulis akan sulit untuk kau baca. Tenggelamkan dirimu dalam larutan pembersih karat. Hapus jelaga itu seluruhnya!”
Setelah Syuaib a.s. mengutarakan semua ini, saat itu pula mawar bermekaran di hati pria itu. Tapi ia masih bertanya, “Aku masih ingin tahu satu tanda bahwa Dia benar-benar telah menghukumku.”
Sekali lagi Tuhan, melalui lidah Syuaib berkata, “Aku takkan menyingkap rahasiamu, tapi Aku akan tunjukkan hingga kau mengerti.”
“Dalam hidupmu kau telah banyak beramal saleh. Kau sering berpuasa dan shalat malam. Tapi, kau belum menikmati semua itu. Kau memiliki banyak buah, namun tak ada yang rasanya manis. Tanpa cita rasa dan benih kenikmatan, sebiji apel takkan tumbuh menjadi pohon yang penuh dengan buah. Begitu pula dengan ibadahmu, ibadah tanpa kenikmatan tak lebih dari sekadar khayalan …”
----Syaikh Al-Anqary dalam Munyatul Wa'izhin----
Suatu ketika, Nabi Syuaib a.s. kedatangan seseorang tamu. Pria ini mengatakan “Tuhan telah menyaksikan semua dosa yang kulakukan. Namun, karena kemurahan-Nya, Ia masih juga belum menghukumku.”
Tuhan lalu berkata kepada Syuaib a.s., “Katakan kepada orang itu, ‘Engkau merasa Tuhan belum menghukummu padahal sebaliknya. Tuhan telah menghukum tetapi kau tak menyadarinya. Engkau berkelana di tengah rimba tanpa tujuan. Tangan dan kakimu terikat. Engkau tak lain hanyalah wajan yang penuh dengan karat. Semakin hari kau dibutakan dari hal-hal spiritual. Bila api mengenai wajan yang masih bersih, jelaganya terlihat seketika. Tapi, dengan wajan yang permukaannya amat hitam seperti milikmu, siapa yang mampu melihat betapa tebalnya jelaga itu?”
“Ketika kau berhenti mengingat-Nya, lapisan karat itu bergerak menuju jiwamu. Bila kau menulis di atas sehelai kertas, tulisan itu akan mudah terbaca. Namun bila kertas itu kau remas berulang kali, apa yang kau tulis akan sulit untuk kau baca. Tenggelamkan dirimu dalam larutan pembersih karat. Hapus jelaga itu seluruhnya!”
Setelah Syuaib a.s. mengutarakan semua ini, saat itu pula mawar bermekaran di hati pria itu. Tapi ia masih bertanya, “Aku masih ingin tahu satu tanda bahwa Dia benar-benar telah menghukumku.”
Sekali lagi Tuhan, melalui lidah Syuaib berkata, “Aku takkan menyingkap rahasiamu, tapi Aku akan tunjukkan hingga kau mengerti.”
“Dalam hidupmu kau telah banyak beramal saleh. Kau sering berpuasa dan shalat malam. Tapi, kau belum menikmati semua itu. Kau memiliki banyak buah, namun tak ada yang rasanya manis. Tanpa cita rasa dan benih kenikmatan, sebiji apel takkan tumbuh menjadi pohon yang penuh dengan buah. Begitu pula dengan ibadahmu, ibadah tanpa kenikmatan tak lebih dari sekadar khayalan …”
----Syaikh Al-Anqary dalam Munyatul Wa'izhin----
Allah berfimran : “Aku bersama orang-orang yang patah hati demi Aku.”
Hilangnya kemauanmu dengan kehendak-Nya,
ditandai dengan ketak-pernahan menentukan diri,
ketak-bertujuan,
ketak-butuhan,
karena tak satu
tujuan pun termiliki,
kecuali satu, yaitu Allah.
Maka, kehendak Allah mewujud dalam dirimu,
sehingga kala kehendak-Nya beraksi, maka
pasiflah organ-organ tubuh, hati pun tenang,
pikiran pun cerah, berserilah wajah dan
ruhanimu, dan kau atasi kebutuhan-kebutuhan
bendawi berkat berhubungan dengan Pencipta
segalanya.
Tangan Kekuasaan senantiasa
menggerakkanmu, lidah Keabadian selalu
menyeru namamu, Tuhan Semesta alam
mengajarmu, dan membusananimu dengan nur-
Nya dan busana ruhani, dan menempatkanmu
sejajar dengan para ahli hikmah yang telah
mendahuluimu.
Sesudah ini. Kau selalu berhasil menaklukan diri,
hingga tiada lagi pada dirimu kedirian, bagai
sebuah bejana yang hancur lebur, yang bersih
dari air, atau larutan.
Dan kau terjauhkan dari
segala gerak manusiawi, hingga ruhanimu
menolak segala sesuatu, kecuali kehendak Allah.
Pada maqam ini, keajaiban dan dialami
ternisbahkan kepadamu.
Hal-hal ini tampak
seolah-olah darimu, padahal, sebenarnya, dari
Allah.
Maka, kau diakui sebagai orang yang hatinya
telah tertundukkan, dan kediriannya telah
musnah, maka kau diilhami oleh kehendak Ilahi
dan dambaan-dambaan baru dalam kemaujuda
sehari-hari.
Mengenai mawam ini, Nabi Suci
saw. bersabda : “Tiga hal yang kusenangi dari
dunia – wewangian, wanita, dan shalat – yang
pada mereka tersejukkan mataku.”
Sungguh, hal-
hal dinisbahkan kepadanya, setelah hal-hal itu
sirna darinya, sebagaimana telah kami
isyaratkan.
Allah berfimran : “Aku bersama
orang-orang yang patah hati demi Aku.”
Allah Yang Mahatinggi takkan besertamu, sampai
kedirianmu sirna.
Dan bila kedirianmu telah
sirna, dan kau abaikan segala sesuatu, kecuali
Dia, maka Allah menyegar-bugarkanmu, dan
memberimu kekuatan baru, yang dengan itu, kau
berkehendak. Bila di dalam dirimu masih juga
terdapat noda terkecil pun, maka Allah
meremukkanmu lagi, hingga kau senantiasa patah
hati.
Dengan cara begini Ia terus menciptakan
kemauan baru di dalam dirimu, dan bila kedirian
masih maujud, maka Dia hancurkan lagi, sampai
akhir hayat dan bertemu (liqa) dengan Tuhan.
Inilah makna firman Allah : “Aku bersama orang-
orang yang putus asa demi aku.”
Dan makna
kata : “Kedirian masih maujud” ialah kemasih-
kukuhan dan kemasih-puasan dengan keinginan-
keinginan barumu.
ditandai dengan ketak-pernahan menentukan diri,
ketak-bertujuan,
ketak-butuhan,
karena tak satu
tujuan pun termiliki,
kecuali satu, yaitu Allah.
Maka, kehendak Allah mewujud dalam dirimu,
sehingga kala kehendak-Nya beraksi, maka
pasiflah organ-organ tubuh, hati pun tenang,
pikiran pun cerah, berserilah wajah dan
ruhanimu, dan kau atasi kebutuhan-kebutuhan
bendawi berkat berhubungan dengan Pencipta
segalanya.
Tangan Kekuasaan senantiasa
menggerakkanmu, lidah Keabadian selalu
menyeru namamu, Tuhan Semesta alam
mengajarmu, dan membusananimu dengan nur-
Nya dan busana ruhani, dan menempatkanmu
sejajar dengan para ahli hikmah yang telah
mendahuluimu.
Sesudah ini. Kau selalu berhasil menaklukan diri,
hingga tiada lagi pada dirimu kedirian, bagai
sebuah bejana yang hancur lebur, yang bersih
dari air, atau larutan.
Dan kau terjauhkan dari
segala gerak manusiawi, hingga ruhanimu
menolak segala sesuatu, kecuali kehendak Allah.
Pada maqam ini, keajaiban dan dialami
ternisbahkan kepadamu.
Hal-hal ini tampak
seolah-olah darimu, padahal, sebenarnya, dari
Allah.
Maka, kau diakui sebagai orang yang hatinya
telah tertundukkan, dan kediriannya telah
musnah, maka kau diilhami oleh kehendak Ilahi
dan dambaan-dambaan baru dalam kemaujuda
sehari-hari.
Mengenai mawam ini, Nabi Suci
saw. bersabda : “Tiga hal yang kusenangi dari
dunia – wewangian, wanita, dan shalat – yang
pada mereka tersejukkan mataku.”
Sungguh, hal-
hal dinisbahkan kepadanya, setelah hal-hal itu
sirna darinya, sebagaimana telah kami
isyaratkan.
Allah berfimran : “Aku bersama
orang-orang yang patah hati demi Aku.”
Allah Yang Mahatinggi takkan besertamu, sampai
kedirianmu sirna.
Dan bila kedirianmu telah
sirna, dan kau abaikan segala sesuatu, kecuali
Dia, maka Allah menyegar-bugarkanmu, dan
memberimu kekuatan baru, yang dengan itu, kau
berkehendak. Bila di dalam dirimu masih juga
terdapat noda terkecil pun, maka Allah
meremukkanmu lagi, hingga kau senantiasa patah
hati.
Dengan cara begini Ia terus menciptakan
kemauan baru di dalam dirimu, dan bila kedirian
masih maujud, maka Dia hancurkan lagi, sampai
akhir hayat dan bertemu (liqa) dengan Tuhan.
Inilah makna firman Allah : “Aku bersama orang-
orang yang putus asa demi aku.”
Dan makna
kata : “Kedirian masih maujud” ialah kemasih-
kukuhan dan kemasih-puasan dengan keinginan-
keinginan barumu.
SYIIR GUS DUR
Astaghfirullah robbal baroya...
Astaghfirullah minal khotoya...
Rabbiziqni ilman nafi’a...
Wa wafiqni amalan sholihan...
Yarosulalloh salammun’alaik…
Yaarofi’asaaniwaddaaroji…
‘atfatayaji rotall ‘aalami…
Yauhailaljuu diwaalkaromi… 2x
Ngawiti ingsun nglaras syi’iran
Kelawan muji maring pengeran
Kang paring rohmat lan kenikmatan
Rino wengine tanpo petungan... 2x
Kumulai menguntai syair
Dengan memuji pada Tuhan
Yang merahmati dan memberi nikmat
Siang malam tanpa hitungan
Duh bolo konco priyo wanito
Ojo mung ngaji syare’at bloko
Gur pinter ndongeng nulis lan moco
Tembe mburine bakal samsoro... 2x
Duhai kawan laki-perempuan
Jangan hanya mengaji syariat belaka
Hanya pandai berdongeng, tulis dan baca
Kelak di belakang bakal sengsara
Akeh kang apal Qur’an haditse
Seneng ngafirke marang liyane
Kafire dewe dak digatekke
Yen isih kotor ati akale... 2x
Banyak yang hafal Al-Qur’an dan haditsnya
Malah suka mengafirkan yang lainnya
Kafirnya sendiri tidak dipedulikan
Jika masih kotor hati dan akalnya
Gampang kabujuk nafsu angkoro
Ing pepaese gebyare ndunyo
Iri lan meri sugihe tonggo
Mulo atine peteng lan nistho... 2x
Mudah ketipu nafsu angkara
Pada rias gebyar dunia
Iri dan dengki harta tetangga
Karena hatinya gelap dan nista
Ayo sedulur jo nglaleake
Wajibe ngaji sak pranatane
Nggo ngandelake iman tauhite
Baguse sangu mulyo matine... 2x
Mari saudara, jangan lupakan
Kewajiban dengan semua aturannya
Demi menebalkan iman tauhidnya
Bajiknya bekal, hati nan mulia
Kang aran soleh bagus atine
Kerono mapan seri ngelmune
Laku thoriqot lan ma’rifate
Ugo hakekot manjing rasane... 2x
Disebut soleh karena bagus hatinya
Karena selaras dengan ilmunya
Menempuh thariqah dan ma’rifatnya
Juga hakikat merasuk jiwanya
Al- Quran qodim wahyu minulyo
Tanpo dinulis biso diwoco
Iku wejangan guru waskito
Den tancepake ing jero dodo... 2x
Al-Qur’an Qodim wahyu mulia
Tanpa ditulis bisa dibaca
Itulah nasehat dari guru waskita
Tancapkan di dalam dada
Kumantil ati lan pikiran
Mrasuk ing badan kabeh jeroan
Mu’jizat rosul dadi pedoman
Minongko dalan manjinge iman... 2x
Merasuk hati dan pikiran
Merasuk badan hingga ke dalam
Mu’jizat Rosul jadi pedoman
Sebagai jalan masuknya iman
Kelawan Alloh kang moho suci
Kudu rangkulan rino lan wengi
Ditirakati diriyadohi
Dzikir lan suluk jo nganti lali... 2x
Bersama Allah Yang Maha Suci
Harus pelukan siang dan malam
Dilakukan dengan tirakat riyadhoh
Dzikir dan suluk janganlah lupa
Uripe ayem rumongso aman
Dununge roso tondo yen iman
Sabar narimo najan pas pasan
Kabeh tinakdir saking pengeran... 2x
Hidupnya damai merasa aman
Sampai dirasa tandanya iman
Sabar dan menerima walau sederhana
Semua hanya takdir dari Pengeran
Ayo lawan konco dulur lan tonggo
Kang podho rukun ojo daksiyo
Iku sunnahe rasul kang mulyo
Nabi Muhammad panutan kita... 2x
Ayo kawan saudara dan tetangga
Yang sama rukun jangan musuhan
Itu Sunnah Rasul yang mulia
Nabi Muhammad Panutan kita
Ayo anglakoni sakabehane
Allah kang ngangkat drajate
Senajan ashor toto dhohire
Ananging mulyo maqom drajate... 2x
Yang bisa menjalankan semuanya
Allahlah yang mengangkat derajatnya
Walau rendah kelihatan tampaknya
Namun mulia maqom derajatnya
Lamun palastro ing pungkasane
Ora kesasar roh lan sukmane
Den gadang Allah swargo manggone
Utuh mayite ugo ulese
Jika di akhir hayatnya
Tak tersesat ruh dan jiwanya
Dihantar Allah syurga tempatnya
Utuh mayatnya dan kafannya
Yarosulalloh salammun’alaik…
Yaarofi’asaaniwaddaaroji…
‘atfatayaji rotall ‘aalami…
Yauhailaljuu diwaalkaromi… 2x
Al – Fatihah...
Astaghfirullah minal khotoya...
Rabbiziqni ilman nafi’a...
Wa wafiqni amalan sholihan...
Yarosulalloh salammun’alaik…
Yaarofi’asaaniwaddaaroji…
‘atfatayaji rotall ‘aalami…
Yauhailaljuu diwaalkaromi… 2x
Ngawiti ingsun nglaras syi’iran
Kelawan muji maring pengeran
Kang paring rohmat lan kenikmatan
Rino wengine tanpo petungan... 2x
Kumulai menguntai syair
Dengan memuji pada Tuhan
Yang merahmati dan memberi nikmat
Siang malam tanpa hitungan
Duh bolo konco priyo wanito
Ojo mung ngaji syare’at bloko
Gur pinter ndongeng nulis lan moco
Tembe mburine bakal samsoro... 2x
Duhai kawan laki-perempuan
Jangan hanya mengaji syariat belaka
Hanya pandai berdongeng, tulis dan baca
Kelak di belakang bakal sengsara
Akeh kang apal Qur’an haditse
Seneng ngafirke marang liyane
Kafire dewe dak digatekke
Yen isih kotor ati akale... 2x
Banyak yang hafal Al-Qur’an dan haditsnya
Malah suka mengafirkan yang lainnya
Kafirnya sendiri tidak dipedulikan
Jika masih kotor hati dan akalnya
Gampang kabujuk nafsu angkoro
Ing pepaese gebyare ndunyo
Iri lan meri sugihe tonggo
Mulo atine peteng lan nistho... 2x
Mudah ketipu nafsu angkara
Pada rias gebyar dunia
Iri dan dengki harta tetangga
Karena hatinya gelap dan nista
Ayo sedulur jo nglaleake
Wajibe ngaji sak pranatane
Nggo ngandelake iman tauhite
Baguse sangu mulyo matine... 2x
Mari saudara, jangan lupakan
Kewajiban dengan semua aturannya
Demi menebalkan iman tauhidnya
Bajiknya bekal, hati nan mulia
Kang aran soleh bagus atine
Kerono mapan seri ngelmune
Laku thoriqot lan ma’rifate
Ugo hakekot manjing rasane... 2x
Disebut soleh karena bagus hatinya
Karena selaras dengan ilmunya
Menempuh thariqah dan ma’rifatnya
Juga hakikat merasuk jiwanya
Al- Quran qodim wahyu minulyo
Tanpo dinulis biso diwoco
Iku wejangan guru waskito
Den tancepake ing jero dodo... 2x
Al-Qur’an Qodim wahyu mulia
Tanpa ditulis bisa dibaca
Itulah nasehat dari guru waskita
Tancapkan di dalam dada
Kumantil ati lan pikiran
Mrasuk ing badan kabeh jeroan
Mu’jizat rosul dadi pedoman
Minongko dalan manjinge iman... 2x
Merasuk hati dan pikiran
Merasuk badan hingga ke dalam
Mu’jizat Rosul jadi pedoman
Sebagai jalan masuknya iman
Kelawan Alloh kang moho suci
Kudu rangkulan rino lan wengi
Ditirakati diriyadohi
Dzikir lan suluk jo nganti lali... 2x
Bersama Allah Yang Maha Suci
Harus pelukan siang dan malam
Dilakukan dengan tirakat riyadhoh
Dzikir dan suluk janganlah lupa
Uripe ayem rumongso aman
Dununge roso tondo yen iman
Sabar narimo najan pas pasan
Kabeh tinakdir saking pengeran... 2x
Hidupnya damai merasa aman
Sampai dirasa tandanya iman
Sabar dan menerima walau sederhana
Semua hanya takdir dari Pengeran
Ayo lawan konco dulur lan tonggo
Kang podho rukun ojo daksiyo
Iku sunnahe rasul kang mulyo
Nabi Muhammad panutan kita... 2x
Ayo kawan saudara dan tetangga
Yang sama rukun jangan musuhan
Itu Sunnah Rasul yang mulia
Nabi Muhammad Panutan kita
Ayo anglakoni sakabehane
Allah kang ngangkat drajate
Senajan ashor toto dhohire
Ananging mulyo maqom drajate... 2x
Yang bisa menjalankan semuanya
Allahlah yang mengangkat derajatnya
Walau rendah kelihatan tampaknya
Namun mulia maqom derajatnya
Lamun palastro ing pungkasane
Ora kesasar roh lan sukmane
Den gadang Allah swargo manggone
Utuh mayite ugo ulese
Jika di akhir hayatnya
Tak tersesat ruh dan jiwanya
Dihantar Allah syurga tempatnya
Utuh mayatnya dan kafannya
Yarosulalloh salammun’alaik…
Yaarofi’asaaniwaddaaroji…
‘atfatayaji rotall ‘aalami…
Yauhailaljuu diwaalkaromi… 2x
Al – Fatihah...
Upah Yang Sedikit Tapi Berkah
Seseorang datang kepada Imam Syafi'i mengadukan tentang kesempitan hidup yang ia alami. Dia memberi tahukan bahwa ia bekerja sebagai orang upahan bergaji 5 dirham. Dan gaji itu tidak mencukupinya.
Anehnya, Imam Syafi'i justru menyuruh dia tuk temui orang yang mengupahnya agar mengurangi gajinya jadi 4 dirham. Orang itu pergi melaksanakan perintah Imam Syafi'i sekalipun ia tidak paham maksud dari perintah itu.
Setelah berlalu beberapa lama orang itu datang lagi kepada Imam Syafi'i mengadukan tentang kehidupannya yang tidak ada kemajuan. Lalu Imam Syafi'i memerintahkannya tuk kembali menemui orang yang mengupahnya dan minta tuk mengurangi lagi gajinya jadi 3 dirham. Orang itupun pergi melaksanakan anjuran Imam Syafi'i dengan perasaan sangat heran.
Setelah berlalu sekian hari orang itu kembali lagi menemui Imam Syafi'i dan berterima kasih atas nasehatnya. Ia menceritakan bahwa uang 3 dirham justru bisa menutupi seluruh kebutuhan hidupnya, bahkan hidupnya menjadi lapang. Ia menanyakan apa rahasia di balik itu semua?
Imam Syafi'i menjelaskan bahwa pekerjaan yang ia jalani itu tidak berhak dapatkan upah lebih dari 3 dirham. Dan kelebihan 2 dirham itu telah mencabut keberkahan harta yang ia miliki ketika tercambur dengannya.
Lalu Imam Syafi'i membacakan sebuah sya'ir:
جمع الحرام على الحلال ليكثره
دخل الحرام على الحلال فبعثره
Dia kumpulkan yang haram dengan yang halal supaya ia menjadi banyak.
Yang haram pun masuk ke dalam yang halal lalu ia merusaknya.
Langganan:
Postingan (Atom)