Laman

Sabtu, 19 Juli 2014

IQRO" DENGAN KALBU


Pardi berkeringat basah pagi itu. Nafasnya ngos – ngosan, seperti baru dikejar raja babi hutan.
“Olahraga kok dipaksa, Di. Kalau ngga kuat istirahat dulu . Jangan langsung lari tiga kilo.. “ sindir Dulkamdi
“Olahraga gundhulmu itu, “ jawab Pardi ketus.
“Terus?”
“ Saya ini cepat –cepat lari kemari, khawatir telat ketemu orang – orang disini, terutama pada Kang Soleh, sebab kabarnya ia mau pergi ke Jakarta “
“Ada apa sih?”
Sambil meredakan nafasnya, Pardi menjawab,
“Semalam saya menghadiri diskusi dikota , Dul. Narasumbernya dari Jakarta dan Surabaya. Ada Penanya yang cukup mengagetkan . dan lebih kaget lagi , narasumbernya tidak tahu jawabannya. “
“Memangnya bertanya apa, Di. Kan biasa dalam diskusi, kalau tidak bisa jawab, ya sudah, kalau berbeda pendapat , ya wajar..”
“ Orang itu menanyakan , kapan thariqat itu dimulai di zaman Rasul? Kapan pula Tasawuf dikembangkan? Nah, saya ikut manggut – manggut saja , ingin mendengarkan bagaimana jawabannnya, soalnya saya juga ngga mengerti, kapan ya thariqat sufi dimaulai di zaman Rasul. Kalau bentuk – bentuk alamiahnya, kita tahu, Dul. Kan banyak di buku – buku . Rupanya pertanyaan ini tidak ada dalam kitab maupun buku, Dul”
“ Bener juga kamu Di. Saya juga baru mendengarnya, Di..”
Rupanya hadirin di kedai Cak San menunggu seseorang , sebab mereka juga tidak tahu, kapan sufi di mulai di zaman Rasul?
“ Nah ini biangnya Kang, saya ngga mau basa – basi. Kapan sih dunia Thariqat sufi dimulai di zaman Nabi Muhammad S.A.W ?” Tanya Pardi tiba – tiba pada Kang Soleh
“ Untuk apa kamu tanyakan itu” sahut Kang Soleh
“ Pokoknya buat kita – kita pentinglah , Kang “
“ Kalau saya beri tahu, biar kamu nanti bisa berdebat begitu?”
“ Bukan begitu Kang . Kita – kita ini juga tidak tahu Kang, kata Dulkamdi juga tidak ada di kitab kuning..”
“ Memang Di, di kitab kuning tidak ada, apalagi kitab putih . Sebenarnya , kalau kita telusuri lebih dalam lagi juga ada. Hanya saja, perlu dijelaskan dengan pandangan – pandangan yang lebih tegas lagi.”
“Betul Kang..” jawab mereka kompak
“ Begini, Singkat saja ya.. Sejak Nabiyullah dan Rasulullah diangkat menjadi Nabi dan Rasul, sejak saat itu beliau adalah Nabi yang Sufi dan RAsul yang Sufi. Nubuwah dan Risalah Islam tentu secara keseluruhan mengandung dimensi sufistik semuanya. Kecuali mereka yang hanya melihat Islam dari bentuk dan kulitnya saja, akan menolak semua ini. Singkatnya, sejak Rasulullah menerima wahyu pertama kali di Gua Hira’ , saat itulah secara deklaratif misi sufi menjadi substansi wahyu itu sendiri. Rasulullah merasa tidak bisa membaca. Sebab yang bisa hanyalah Allah. Namun ketika Jibril meneruskan “ Bacalah, dengan nama Tuhanmu.. dst” Rasulullah langsung membacanya.
Maksudnya, Jibril meminta membaca dengan dan bersama Tuhan. Nama Tuhan itu adalah Allah. Allah hanyalah sebuah nama bagi Tuhan. Maka Nabi pun membacanya dengan kalbunya, lalu bergemuruhlah dada Nabi dengan sebutan Allah… Allah.. Allah hingga bertahun – tahun, sampai mengalami istighraq atau jadzab , atau tenggalam dalam lautan Illahi, hingga tubuhnya menggigil. Dzikrullah , sebagai elemen utama Sufi dimulai dalam gua itu, Nah, jelas, kan?” Kata Kang Soleh mengakhiri penjelasannya.
Mereka mendengarkan dengan penuh penyimakan dan persunyian. Rasulullah menyatukan dirinya denga Asma Allah itu dalam hatinya. Artinya Rasulullah membaca dengan kalbunya. Bacaan kalbu beda dengan bacaan lisan. Bacaan kalbu adalah hasrat dan seluruh fakta kebenaran ideal yang terus bergelora.

CINTAN SANG NABI SAW YANG TERAMAT SANGAT TERHADAP UMMATNYA

CINTAN SANG NABI SAW YANG TERAMAT SANGAT TERHADAP UMMATNYA
-Bacaan yang dapat menggetarkan Sanubarimu untuk semakin cinta kepada Rasulullah SAW-
Dari Al Habib Munzir Al Musawa, ia pernah berkata :
"Rasulullah SAW adalah idolaku dan idola kalian, kekasihku dan kekasih kita semua sungguh beruntunglah orang yang mencintai Beliau SAW, sebagaiamana Sabda Beliau SAW : “Seseorang bersama orang yang dicintai. “

Demikian Riwayat Shahih Bukhari. Dan Saudara/i ku , hadits ini memanggil semua jiwa baik ia seorang shalih ataupun pendosa besar untuk mau tidaknya mereka bersama Sayyidina Muhammad SAW, maukah kita bersama Rasulullah SAW? Hadits ini telah membuka gerbang luas agar kita bersama Muhamamad Rasulullah SAW. Cintailah Nabi kita Muhammad Rasulullah SAW.
Saudara/I ku yang di Muliakan ALLAH Azza Wa Jalla. Sungguh manusa yang paling sempurna, manusia yang paling indah untuk dipanut dan Beliau SAW sangat ramah bahkan kepada para orang-orang yang tidak beriman kepada ALLAH , dan sangat menyayangi ummatnya yang pendosa agar mau kembali kepada Pintu kasih Sayang ALLAH , dan amat lembut kepada ummatnya yang beriman dan semakin lembut karena tidak ada Manusia yang lebih lembut dari Sayyidina Muhammad SAW.
Berkata Abu Hurairah R.a ketika sedang duduk memandang Wajah Sang Nabi SAW seraya berkata : “Ya Rasulullah… jika kami memandang wajahmu terangkat jiwa kami Kekhusyuan. “
Saudara/I ku yang di Muliakan ALLAH, Rasulullah Saw bersabda , diriwayatkan oleh Imam Buhkari dalam kitabnya Adabul Mufrad : “Maukah kalian ku beritau orang-orang yang mulia diantara kalian? Orang yang jika kalian lihat wajahnya, membuat kalian ingat kepada ALLAH dan berdzikir kepada ALLAH. “
Merekalah para Shalihin, jika para Shalihin saja ketika kita lihat wajahnya membuat kita ingat kepada ALLAH , lebih-lebih jika kita melihat Wajah pemimpin para Shalihin yaitu Sayyidina Muhammad SAW.
Berkata Anas bin Malik R.a didalam Sahih Bukhari : “Belum pernah kami melihat Wajah yang lebih menakjubkan dari wajah Sayyidina Muhammad SAW. “
Demikianlah Perkataan Anas bin Malik, maka kita memahami bahwa tidak ada wajah yang lebih patut dicintai dari wajah Sayyidina Muhammad SAW, yaitu wajah yang ketika para Sahabat R.a melihat Wajah beliau SAW semakin bertambah khusyulah mereka karena memandang Sayyidina Muhammad SAW.
Beliau SAW adalah Makhluk ciptaan ALLAH yang memang ALLAH ciptakan sebagai Makhluk yang paling berkasih Sayang dari semua ciptaan-Nya , sebagai mana firman-Nya : “Sungguh engkau (Nabi SAW) berada pada akhlak yang Agung“ (Q.S Al Qalam : 4)
Juga ALLAH Azza Wa Jalla berfirman bahwa Rasulullah SAW ada “SIRAJAN MUNIRA / Pelita yang terang benderang. “.
Demikian bukti cinta ALLAH kepada para hamba-hamba Nya , memang di dunia ini kita tidak dapat melihat ALLAH, tidak dapat melihat secara langsung bagaimana kasih sayang-Nya ALLAH, tidak dapat melihat secara langsung bagaimana lembut-Nya SWT. Namun ALLAH tidak mau mengecewakan para hamba-hamba Nya maka Dia SWT menciptakan Sayyidina Muhammad SAW untuk membuktikan bahwa ALLAH Maha berkasih Sayang , dan bahwa ALLAH Maha berlemah lembut.
Dengan menciptakan Sayyidina Muhammad SAW , seakan-akan ALLAH melihatkan kasih sayang-Nya, melihatkan kelembutan-Nya kepada seluruh hamba-hamba Nya, namun kalian patut memahami bahwa Nabi Muhammad SAW adalah makhluk yang berlemah lembut dan berkasih sayang , dan jangan kalian mengira bahwa Nabi Muhammad SAW sama dengan ALLAH AZZA WA JALLA , namun kalian harus memahami bahwa ketika kalian melihat Sirah atau sejarah kehidupan Nabi SAW yang sangat berlemah kembut kepada siapa saja, (MAKA DISITU ADA PEMBBUKTIAAN LANGSUNG DARI ALLAH) dan kalian dapat mengambil kesimpulan bahwa “Ciptaan-Nya ALLAH Azza Wa Jalla saja sudah seperti itu (maksudnya Rasulullah SAW) lebih-lebih cinta dan Kasih saying ALLAH kepada seluruh hamba-hamba Nya“
Rasulullah SAW diciptakana ALLAH sebagai manusia pilihan dan kelemah lembutan Rasulullah SAW itu belum seberapa dibanding dengan Kelembutan Sang Maha Lembut yaitu ALLAH, namun ALLAH perlihatkan kelembutan-Nya dengan memperlihatkan kepada Aku dan Kalian dari kelemah lembutan sosok terpilih yang dicptakan ALLAH yaitu Sayyidina Muhammad SAW.
Saudara/i ku yang di Muliakan ALLAH , ketahuilah bahwa Rasulullah SAW sejak dahulu sudah merindukan mu , sebagaimana Sabda beliau SAW : “aku merindukan saudara-saudaraku“ siapa mereka yang dimaksud Rasulullah SAW? Sebagaimana Riwayat Shahih Muslim “HUMUL LADIIN YA'ISYUUNA BA'DI , YAWWADDU AHADUHUM LAW RA'ANI BI AHLIHI WAMAALIHI“ yaitu mereka yang hidup setelah aku wafat sangat ingin melihat wajahku dari segal-galanya. Yang dimaksud Rasulullah SAW yaitu kalian wahai yang dirindukan semulia-mulia Makhluk yaitu Sayyidina Muhammad SAW.

BIDADARIPUN NGOMEL


Pagi itu , kedai Cak San belum ada pelanggan yang datang. Kecuali seorang kakek tua yang bertubuh kurus dan berwajah pucat. Badannya gemetaran dan tubuhnya dibungkus sarung sampai menutup kepalanya.
“ Lagi sakit, Mbah..”
“Wajah Mbah kelihatan pucat. Mbah mungkin terserang demam..”
Kakek itu diam saja. Ketika secangkir kopi disodorkan di hadapannya , ia raih cangkir itu segera. Dan suara sruputan itu terasa nikmat sekali.
Pardi dan Dulkamdi datang bersamaan, sepulang dari jama’ah subuh masjid Raudah. Agak jauh dibelakang Kang Soleh dan rombongannya., sedang asyik berbincang . Satu per satu akhirnya mereka memasuki kedai Cak San.
Kakek tua itu menggeser pantatnya menuju sudut mendekati perapian, tempat memanggang pisang bakar. Kehadirannya terasa tak ingin diketahui oleh orang –orang itu. Tapi Dulkamdi menangkap sesuatu yang ganjil kakek itu. Wajahnya yang pucat, tapi menggambarkan senyuman bak mawar pagi.
“ Mbah.., dari mana Mbah, kok saya tidak pernah jumpa, Mbah..”
“ Dari rumahnya Gusti Allah.. Maunya, ya menuju rumah nya Allah. Tapi saya kesrimpet dijalan. Saya baru saja diomeli habis – habisan oleh para bidadari..”
Betapa terkejutnya para hadirin di kedai mendengar jawaban kakek tua itu. Sedang wajah kakek tua itu ekspresinya tetap saja dingin, seperti menyimpan rahasia terdalam.
“ Ke rumah Allah, kok mampir di kedai jelek ini Mbah..” Goda Pardi.
“ Karena saya jengkel sama bidadari itu. Jadi.. lebih baik saya ngopi di kedai ini … ngga papa kan?"
Mendengar jawaban itu , Pardi jadi penasaran. Sebab, semalaman baru saja ia diomeli istrinya, dan pagi – pagi ke kedai Cak San, siapa tahu , dapat hiburan segar yang bisa membugarkan hatinya yang kecut.
“Memang bidadari ada yang ngedumel, Mbah..”
Kakek itu tiba –tiba terdongak dan meledakkan ketawanya sampai napasnya habis. Yang tersisa adalah batu – batuk yang ngikil, akibat tersedak oleh napasnya yang hampir terhenti.
Kang Soleh yang sejak tadi sudah menaruh perhatian pada kakek tua itu, matanya tak berkedip memandangnya.
“ Pasti, si tua ini bagian dari Sirrulah.. (rahasia Allah) yang tersebar dimuka bumi..” katanya dalam hati.
“ Ya bisa ngedumel dan cemburu dan … kalau perlu kamu akan diomeli habis-habisan..”
“Memangnya , Mbah diomeli ?”
“ Wah.. wah… wah.. sudah tiga bulan ini saya tidak bisa tidur..” kata kakek tua itu, yang tidak meneruskan ucapannya.
Pardi, Dulkamdi, dan Kang Soleh terjengak mendengar kisah kakek itu. “ Saya juga tidak doyan makan, paling – paling hanya minum saja. Sekarang ini perut saya terasa lapar sekali setelah di omeli bidadari… Memang.. memang.. itu salah saya sendiri. Tapi.. memang nafsu itu.. nafsu itu..”
Orang – orang pada terdiam
“ Teruskan Mbah…” pinta Pardi.
“ Nafsu itu membuatku lalai. Aku hanya ingin istirahat sejenak denga rasa lelah yang kurebahkan, tiba tiba bidadari itu muncul. Matanya yang tajam penuh amarah dan cemburu, “ Heh , kakek tua.. baeratus-ratus tahun aku merindumu, memujamu, membayangkan drama cinta kita yang mesra dan romantic, tanpa makan, tanpa tidur.. bahkan untuk mimpi pun aku tak mau…kecuali mimpi denganmu wahai kakek tua. Kok tiba – tiba semalam kamu terlelap dalam tidurmu..sementara aku tak memejamkan matamu…” Begitu omelan bidadari itu padaku. Lalu aku terbangun, dan nafasku hampir copot. Aku ketakutan, lari kesana kemari, sampailah aku ke kedai ini….”
Pardi keliahatan bengong melompong mendengar kisah menarik kakek tua ini. Bahkan, Dulkamdi tak kuat menahan harunya, lalu air matanya mengembang dan mulutnya terkunci rapat menahan emosi yang hendak meledak dalam tangisnya.
“Mbah, sampean merindukan bidadari…”
“ Sebenarnya saya tidak membayangkanya, apalagi merindukannya. Tapi saya kasihan melihat bidadari itu. Jadinya saya kasihan pada diri sendiri. Begitu nafsuku ingin menikmati tidurku, bidadari itu mencemburuiku…”
“Okhhhhhhh… saya paham… saya paham… Mbah, tapi Mbah pasti lebih paham…” kata Kang Soleh.
Kang Soleh mendekati si Mbah itu.Ia dekatkan mulutnya ke telinganya, komat kamit membisikkan sesuatu. Ganti si kakek tua itu mendekatkan mulutnya ke telinga Kang Soleh, mulutnya komat – kamit . Lalukeduanya tertawa terbahak – bahak seperti dua orang sahabat lama yang baru saja bertemu. Entah, apa yang mereka katakana berdua itu. Wallahu A’lam.

A…B…C…Itu Adalah Allah


Suatu hari seorang sahabat Nabi bertanya; `Wahai Nabi, apabila Al-Qur’an itu bukan makhluk? Lalu apakah huruf hijaiyah, alif, ba’, ta’, sampai ya’ itu makhluk atau bukan?”
“Huruf hijaiyah itu bukan makhluk,” jawab Nabi SAW.
“Alif itu adalah salah satu dari nama Allah. Ba’ juga nama Allah, ta’ juga nama Allah….hingga ya’. Bahkan A…B…C…D…E..dan seterusnya itu juga nama-nama Allah.”
Hadits ini dikutip oleh seorang wali besar Syeikh Abdul Qadir al-Jilany dalam kitabnya Al-Ghunyah.
Jadi, jika Allah saja bersembunyi di balik tirai huruf-huruf yang kelak dari huruf itu membentuk suku kata dan dari kata membentuk kalimat, maka setiap kalimat yang baik dan bermanfaat – yang bisa mengubah jiwa kita, pastilah tidak lepas dari rahasia Ilahi yang tersembunyi di balik huruf-huruf-Nya. Karenanya, jika Anda berkata jorok, berdusta, berbohong, menggunjing, memaki, menyakiti dengan ucapan, sesungguhnya Anda telah memanipulasi susunan kata-kata yang terdiri dari Asmaul Husna untuk sebuah kejorokan, kekejian, kejahatan, dan kedustaan. Itulah awal dari sebuah dosa yang muncul dari kata dan wacana.
Seorang sufi ketika ditanya apa anti ucapan-ucapan atau kalamullah dalam Al-Qur’an? Ia hanya akan menjawab; “Ooouh, artinya, semuanya Allah… Allah… Allah… Dari surat Al Fatihah sampai Al Falaq, An Naas, dan seterusnya, semuanya artinya Allah….” Kalimat seorang sufi ini meneguhkan betapa seluruh huruf dalam Al-Qur’an itu adalah Asmaul Husna. Karena itu kita harus suci lahir dan batin ketika membaca Al-Qur’an. Sebab kita sesungguhnya sedang berdzikir menyebut nama-nama Allah Ta’ala.
Keagungan cinta Allah, semakin luhur ketika Allah “sengaja” menirai di balik sesuatu yang tak pernah terduga oleh para hamba-Nya. Termasuk bersembunyi di balik huruf-huruf itu, sampai huruf itu menjadi simbol dari nama Allah.
Jika kita sadari bahwa seluruh suara dan ucapan kita sesungguhnya juga deretan nama-nama Ilahi, kita pasti akan berdzikir kepada Allah. Qiyaaman (ketika berdiri, aktif, dan bergerak), wa qu’uudan (ketika diam, sunyi, dan tak bergerak), wa’ala junuubihim (ketika kita tidur lelap dalam kefanaan hamba), hanya karena kita sadar betapa nafas, simbol, anugerah, dan cahaya Ilahi terus menerus mengitari gerak gerik hati kita, suara yang lahir dari mulut kita, bahkan keluar masuknya nafas kita.

Jumat, 18 Juli 2014

Cinta Syeikh Abul Hasan Asy-Asyadzily


Syeikh Abul Hasan Asy-Asyadzily
Beliau r.a. menceritakan dari gurunya: Tekunilah bersuci dari kesyirikan; setiap kali berhadas, maka kamu bersuci; jangan sekutukan Allah dengan sesuatu pun. Dan dari noda cinta dunia; setiap kali condong kepada suatu syahwat, kamu meluruskan
dengan tobat apa yang telah atau hampir dirusak oleh hawa nafsu.
Kamu harus mencintai Allah Swt. dalam pengagungan dan kesucian. Biasakanlah minum dengan gelas-Nya (sekaligus) bersama kemabukan dan kesegaran: Setiap kali tersadar atau terbangun, teruslah minum sehingga jadilah mabukmu dan segarmu dengan-Nya. Hingga kamu lenyap dengan keindahan-Nya dari cinta dan dari minuman, kemuliaan, dan gelas, dengan apa yang tampak bagimu dari cahaya keindahan-Nya dan kegungan-Nya yang suci dan sempurna.
Barangkali aku berbicara kepada orang yang tidak mengenal cinta dan minuman, minum, gelas, kemabukan, maupun kesegaran. Seseorang berkata kepadanya, “Benar. Berapa banyak orang yang tenggelam dalam sesuatu, tetapi ia tidak mengetahui ketenggelamannya. Karena itu, kenalkanlah kepadaku dan ingatkan aku terhadap apa yang tidak aku ketahui atau terhadap apa yang telah Dia anugerahkan kepadaku sedangkan aku lalai.”
Aku berkata kepadanya, “Baiklah. Cinta adalah pikatan dari Allah terhadap hati hamba yang mencinta dengan apa yang Dia singkapkan untuknya dari keindahan-Nya, kesucian kesempurnaan keagungan-Nya, cahaya-cahaya dengan cahaya-cahaya, nama-nama dengan nama-nama, sifat-sifat dengan sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan dengan perbuatan-perbuatan (af’al). Dan menjadi luas pandangan padanya bagi orang yang Allah kehendaki.
Minum adalah penuangan hati, sendi-sendi, dan nadi-nadi dari minuman ini hingga memabukkan. Dan minum itu adalah dengan pelatihan demi pelatihan dan pembersihan (pendidikan). Karena itu, masing-masing dituangkan sesuai dengan kadarnya, Sebagian mereka dituangkan tanpa media atau perantara, Allah Swt. yang menangani hal ini untuknya. Sebagian lagi dituangkan dari sudut media-media dengan perantara-perantara seperti malaikat, para ulama, tokoh-tokoh besar dari kalangan muqarrabin (dekat kepada Allah). Dan, sebagian lagi bahkan mabuk dengan menyaksikan gelas sebelum mencicipinya sedikit pun. Bagaimana adanya menurutmu setelah mencicipi, setelah minum, setelah puas, setelah mabuk dengan minuman? Kemudian, kesegaran setelah itu di atas ukuran-ukuran yang berbeda sebagaimana kemabukan demikian juga halnya.
Gelas adalah makrifat kepada al-Haqq. Dia mengerjakan minuman yang suci murni lagi jernih itu kepada siapa yang Dia kehendaki dari hamba-Nya yang diberikan kekhususan di antara para makhluk-Nya. Maka, kadang-kadang peminum menyaksikan gelas itu secara bentuk lahir, kadang-kadang menyaksikan nya secara maknawi, dan kadang-kadang menyaksikan nya secara ilmiah. Bentuk adalah jatah fisik badan dan nafsu, maknawi adalah jatah akal dan hati, dan ilmiah adalah jatah bagian roh dan sir (matabatin). Oh duhai minuman, betapa lezatnya.
Sungguh beruntung orang yang meminum darinya, senantiasa terus-menerus, dan tidak diputus darinya. Maka, kita memohon kepada Allah semoga mendapatkan karunia-Nya. Itu adalah karunia Allah, Dia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan, Allah memiliki karunia yang sangat besar.
Kadang-kadang jemaah para pencinta berkumpul lalu minum dituangkan kepada mereka dari satu gelas. Kadang-kadang dituangkan kepada mereka dari gelas-gelas yang banyak. Kadang-kadang dituangkan kepada seorang saja dengan satu gelas dan beberapa gelas. Kadang-kadang minuman berbeda sesuai dengan jumlah gelas. Dan kadang-kadang juga berbeda minumnya padahal dari satu gelas, meskipun banyak orang yang telah minum darinya.
Beliau juga ditanya tentang cinta. Beliau menjawab, “Cinta adalah pikatan dari Allah untuk hati hamba-Nya dari setiap sesuatu selain-Nya. Sehingga kamu melihat ego condong kembali ketaatan terhadap-Nya, akal berbenteng dengan maghfirah-Nya, roh terpikat di dalam hadirat-Nya, dan matabatin tercurah dalam musyahadah kepada-Nya. Dan hamba selalu minta tambah, lantas ditambahkan dan meminta dibukakan dengan apa yang lebih manis dari kelezatan munajat-munajat kepada-Nya, lantas dia dibusanai perhiasan-perhiasan pendekatan diatas permadani kedekatan. ltulah yang dinamakan pikiran-pikiran hakikat dan kekokohan ilmu. Oleh karena itu, mereka mengatakan: ‘Para wall Allah itu pengantin-pengantin.’
Seseorang berkata kepadanya, “Sungguh aku telah mengetahui cinta. Lalu, apa minuman cinta, apa gelas cinta, siapa penuang, bagaimana rasanya, siapa peminum, apa kepuasan, apa kemabukan, dan apa kesegaran?” Beliau r.a. menjawab, “Minuman adalah cahaya yang bersinar tajam dari keindahan Kekasih. Gelas adalah kelembutan yang menyampaikan hal itu ke mulut-mulut hati. Penuang adalah Yang Menangani bagi orang istimewa paling agung, dan orang-orang saleh dari para hamba-Nya, Dialah Yang Maha Mengetahui segala ukuran dan kemaslahatan para kekasih-Nya.
Siapa yang disingkapkan untuknya keindahan itu dan menikmatinya dalam satu napas atau dua napas kemudian dibentangkan tirai atasnya, maka dialah pencicip yang merindu, Siapa yang berlangsung baginya hal tu selama satu jam atau dua jam, maka dia adalah peminum sejati. Dan, siapa yang berkelanjutan padanya perkara itu dan penuangan minuman berlangsung terus hingga tenggorokan penuh dan sendi-sendinya dari cahaya-cahaya Allah yang tersimpan, maka itulah kepuasan. Dan, karena ia kehilangan indra dan pikiran, sehingga dia tidak tahu apa yang dikatakan dan apa yang ia katakan, maka itulah kemabukan.
Dan kadang-kadang gelas-gelas beredar di seputar mereka, keadaan mereka pun berbeda-beda. Mereka dikembalikan kepada zikir, keadaan-keadaan, dan ketaatan-ketaatan, serta mereka tidak berhasil dalam menggapai sifat-sifat bersama berdesakannya takdir. Maka, ilmu lah waktu kesegaran mereka, keluasan pandangan mereka, dan bertambahnya amal mereka. Maka, dengan bintang-bintang ilmu dan purnama tauhid, mereka mendapat petunjuk di malam mereka. Dengan matahari-matahari makrifat mereka memperoleh cahaya. Mereka itulah partai Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itu golongan yang menang.

SULUK WIJIL SUNAN BONANG


1
Inilah ceritera si Wujil
Berkata pada guru yang diabdinya
Ratu Wahdat
Ratu Wahdat nama gurunya
Bersujud ia ditelapak kaki Syekh Agung
Yang tinggal di desa Bonang
Ia minta maaf
Ingin tahu hakikat
Dan seluk beluk ajaran agama
Sampai rahasia terdalam
2
Sepuluh tahun lamanya Sudah
Wujil Berguru kepada Sang Wali
Namun belum mendapat ajaran utama
Ia berasal dari Majapahit
Bekerja sebagai abdi raja
Sastra Arab telah ia pelajari
Ia menyembah di depan gurunya
Kemudian berkata
Seraya menghormat
Minta maaf
3
“Dengan tulus saya mohon
Di telapak kaki tuan Guru
Mati hidup hamba serahkan
Sastra Arab telah tuan ajarkan
Dan saya telah menguasainya
Namun tetap saja saya bingung
Mengembara kesana-kemari
Tak berketentuan.
Dulu hamba berlakon sebagai pelawak
Bosan sudah saya
Menjadi bahan tertawaan orang
4
Ya Syekh al-Mukaram!
Uraian kesatuan huruf
Dulu dan sekarang
Yang saya pelajari tidak berbeda
Tidak beranjak dari tatanan lahir
Tetap saja tentang bentuk luarnya
Saya meninggalkan Majapahit
Meninggalkan semua yang dicintai
Namun tak menemukan sesuatu apa
Sebagai penawar
5
Diam-diam saya pergi malam-malam
Mencari rahasia Yang Satu dan jalan sempurna
Semua pendeta dan ulama hamba temui
Agar terjumpa hakikat hidup
Akhir kuasa sejati
Ujung utara selatan
Tempat matahari dan bulan terbenam
Akhir mata tertutup dan hakikat maut
Akhir ada dan tiada
6
Ratu Wahdat tersenyum lembut
“Hai Wujil sungguh lancang kau
Tuturmu tak lazim
Berani menagih imbalan tinggi
Demi pengabdianmu padaku
Tak patut aku disebut Sang Arif
Andai hanya uang yang diharapkan
Dari jerih payah mengajarkan ilmu
Jika itu yang kulakukan
Tak perlu aku menjalankan tirakat
7
Siapa mengharap imbalan uang
Demi ilmu yang ditulisnya
Ia hanya memuaskan diri sendiri
Dan berpura-pura tahu segala hal
Seperti bangau di sungai
Diam, bermenung tanpa gerak.
Pandangnya tajam, pura-pura suci
Di hadapan mangsanya ikan-ikan
Ibarat telur, dari luar kelihatan putih
Namun isinya berwarna kuning
8
Matahari terbenam, malam tiba
Wujil menumpuk potongan kayu
Membuat perapian, memanaskan
Tempat pesujudan Sang Zahid
Di tepi pantai sunyi di Bonang
Desa itu gersang
Bahan makanan tak banyak
Hanya gelombang laut
Memukul batu karang
Dan menakutkan
9
Sang Arif berkata lembut
“Hai Wujil, kemarilah!”
Dipegangnya kucir rambut Wujil
Seraya dielus-elus
Tanda kasihsayangnya
“Wujil, dengar sekarang
Jika kau harus masuk neraka
Karena kata-kataku
Aku yang akan menggantikan tempatmu”
11
“Ingatlah Wujil, waspadalah!
Hidup di dunia ini
Jangan ceroboh dan gegabah
Sadarilah dirimu
Bukan yang Haqq
Dan Yang Haqq bukan dirimu
Orang yang mengenal dirinya
Akan mengenal Tuhan
Asal usul semua kejadian
Inilah jalan makrifat sejati”
12
Kebajikan utama (seorang Muslim)
Ialah mengetahui hakikat salat
Hakikat memuja dan memuji
Salat yang sebenarnya
Tidak hanya pada waktu isya dan maghrib
Tetapi juga ketika tafakur
Dan salat tahajud dalam keheningan
Buahnya ialah mnyerahkan diri senantiasa
Dan termasuk akhlaq mulia
13
Apakah salat yang sebenar-benar salat?
Renungkan ini: Jangan lakukan salat
Andai tiada tahu siapa dipuja
Bilamana kaulakukan juga
Kau seperti memanah burung
Tanpa melepas anak panah dari busurnya
Jika kaulakukan sia-sia
Karena yang dipuja wujud khayalmu semata
14
Lalu apa pula zikir yang sebenarnya?
Dengar: Walau siang malam berzikir
Jika tidak dibimbing petunjuk Tuhan
Zikirmu tidak sempurna
Zikir sejati tahu bagaimana
Datang dan perginya nafas
Di situlah Yang Ada, memperlihatkan
Hayat melalui yang empat
15
Yang empat ialah tanah atau bumi
Lalu api, udara dan air
Ketika Allah mencipta Adam
Ke dalamnya dilengkapi
Anasir ruhani yang empat:
Kahar, jalal, jamal dan kamal
Di dalamnya delapan sifat-sifat-Nya
Begitulah kaitan ruh dan badan
Dapat dikenal bagaimana
Sifat-sifat ini datang dan pergi, serta ke mana
16
Anasir tanah melahirkan
Kedewasaan dan keremajaan
Apa dan di mana kedewasaan
Dan keremajaan? Dimana letak
Kedewasaan dalam keremajaan?
Api melahirkan kekuatan
Juga kelemahan
Namun di mana letak
Kekuatan dalam kelemahan?
Ketahuilah ini
17
Sifat udara meliputi ada dan tiada
Di dalam tiada, di mana letak ada?
Di dalam ada, di mana tempat tiada?
Air dua sifatnya: mati dan hidup
Di mana letak mati dalam hidup?
Dan letak hidup dalam mati?
Kemana hidup pergi
Ketika mati datang?
Jika kau tidak mengetahuinya
Kau akan sesat jalan
18
Pedoman hidup sejati
Ialah mengenal hakikat diri
Tidak boleh melalaikan shalat yang khusyuk
Oleh karena itu ketahuilah
Tempat datangnya yang menyembah
Dan Yang Disembah
Pribadi besar mencari hakikat diri
Dengan tujuan ingin mengetahui
Makna sejati hidup
Dan arti keberadaannya di dunia
19
Kenalilah hidup sebenar-benar hidup
Tubuh kita sangkar tertutup
Ketahuilah burung yang ada di dalamnya
Jika kau tidak mengenalnya
Akan malang jadinya kau
Dan seluruh amal perbuatanmu, Wujil
Sia-sia semata
Jika kau tak mengenalnya.
Karena itu sucikan dirimu
Tinggallah dalam kesunyian
Hindari kekeruhan hiruk pikuk dunia
20
Keindahan, jangan di tempat jauh dicari
Ia ada dalam dirimu sendiri
Seluruh isi jagat ada di sana
Agar dunia ini terang bagi pandangmu
Jadikan sepenuh dirimu Cinta
Tumpukan pikiran, heningkan cipta
Jangan bercerai siang malam
Yang kaulihat di sekelilingmu
Pahami, adalah akibat dari laku jiwamu!
21
Dunia ini Wujil, luluh lantak
Disebabkan oleh keinginanmu
Kini, ketahui yang tidak mudah rusak
Inilah yang dikandung pengetahuan sempurna
Di dalamnya kaujumpai Yang Abadi
Bentangan pengetahuan ini luas
Dari lubuk bumi hingga singgasana-Nya
Orang yang mengenal hakikat
Dapat memuja dengan benar
Selain yang mendapat petunjuk ilahi
Sangat sedikit orang mengetahui rahasia ini
22
Karena itu, Wujil, kenali dirimu
Kenali dirimu yang sejati
Ingkari benda
Agar nafsumu tidur terlena
Dia yang mengenal diri
Nafsunya akan terkendali
Dan terlindung dari jalan
Sesat dan kebingungan
Kenal diri, tahu kelemahan diri
Selalu awas terhadap tindak tanduknya
23
Bila kau mengenal dirimu
Kau akan mengenal Tuhanmu
Orang yang mengenal Tuhan
Bicara tidak sembarangan
Ada yang menempuh jalan panjang
Dan penuh kesukaran
Sebelum akhirnya menemukan dirinya
Dia tak pernah membiarkan dirinya
Sesat di jalan kesalahan
Jalan yang ditempuhnya benar
24
Wujud Tuhan itu nyata
Mahasuci, lihat dalam keheningan
Ia yang mengaku tahu jalan
Sering tindakannya menyimpang
Syariat agama tidak dijalankan
Kesalehan dicampakkan ke samping
Padahal orang yang mengenal Tuhan
Dapat mengendalikan hawa nafsu
Siang malam penglihatannya terang
Tidak disesatkan oleh khayalan
35
Diam dalam tafakur, Wujil
Adalah jalan utama (mengenal Tuhan)
Memuja tanpa selang waktu
Yang mengerjakan sempurna (ibadahnya)
Disebabkan oleh makrifat
Tubuhnya akan bersih dari noda
Pelajari kaedah pencerahan kalbu ini
Dari orang arif yang tahu
Agar kau mencapai hakikat
Yang merupakan sumber hayat
36
Wujil, jangan memuja
Jika tidak menyaksikan Yang Dipuja
Juga sia-sia orang memuja
Tanpa kehadiran Yang Dipuja
Walau Tuhan tidak di depan kita
Pandanglah adamu
Sebagai isyarat ada-Nya
Inilah makna diam dalam tafakur
Asal mula segala kejadian menjadi nyata
Setelah itu Sunan Bonang lebih jauh berbicara tentang hakikat murni ‘kemauan’. Kemauan yang sejati tidak boleh dibatasi pada apa yang dipikirkan. Memikirkan atau menyebut sesuatu memang merupakan kemauan murni. Tetapi kemauan murni lebih luas dari itu.
38
Renungi pula, Wujil!
Hakikat sejati kemauan
Hakikatnya tidak dibatasi pikiran kita
Berpikir dan menyebut suatu perkara
Bukan kemauan murni
Kemauan itu sukar dipahami
Seperti halnya memuja Tuhan
Ia tidak terpaut pada hal-hal yang tampak
Pun tidak membuatmu membenci orang
Yang dihukum dan dizalimi
Serta orang yang berselisih paham
39
Orang berilmu
Beribadah tanpa kenal waktu
Seluruh gerak hidupnya
Ialah beribadah
Diamnya, bicaranya
Dan tindak tanduknya
Malahan getaran bulu roma tubuhnya
Seluruh anggota badannya
Digerakkan untuk beribadah
Inilah kemauan murni
40
Kemauan itu, Wujil!
Lebih penting dari pikiran
Untuk diungkapkan dalam kata
Dan suara sangatlah sukar
Kemauan bertindak
Merupakan ungkapan pikiran
Niat melakukan perbuatan
Adalah ungkapan perbuatan
Melakukan shalat atau berbuat kejahatan
Keduanya buah dari kemauan

SELIBRITIS LANGIT


Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit. Dia, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafa’at, ternyata Allah memberi izin dia untuk memberi syafa’at sejumlah qobilah Robi’ah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang ketinggalan karenanya. Dia adalah “Uwais al-Qarni”. Ia tak dikenal banyak orang dan juga miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.
Seorang fuqoha’ negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : “Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri”. Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.
Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam. Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum.
Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya.
Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”. Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya.
Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”. Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rosulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rosulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua.
Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”.
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais , waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. “Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi,” Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!”Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa yang terjadi ?” “Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak ?”tanya kami. “Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! ”katanya. “Kami telah melakukannya.” “Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim!” Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut. Lalu orang itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”. “Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? ”Tanya kami. “Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami berkata lagi kepadanya, ”Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.” “Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.“Ya,”jawab kami. Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya. Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.)
Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya : “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa “Uwais al-Qorni” ternyata ia tak terkenal di bumi tapi menjadi terkenal di langit.