BACAAN SURAT YASIN BUKAN UNTUK ORANG MATI
Oleh : Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
HADITS PERTAMA
“Barangsiapa
membaca surat Yaasiin karena mencari keridhaan Allah Ta’ala, maka Allah
akan mengampunkan dosa-dosanya yang telah lalu. Oleh karena itu,
bacakan-lah surat itu untuk orang yang akan mati di antara kalian.” [HR.
Al-Baihaqi dalam kitabnya, Syu’abul Iman]
Keterangan: HADITS INI (Dho'if) LEMAH
Lihat Dha’if Jami’ush Shaghir (no. 5785) dan Misykatul Mashaabih (no. 2178).
HADITS KEDUA
“
Barangsiapa menziarahi kubur kedua orang tuanya setiap Jum’at dan
membacakan surat Yaasiin (di atasnya), maka ia akan diampuni (dosa)nya
sebanyak ayat atau huruf yang dibacanya.
Keterangan: HADITS INI (Maudhu') PALSU
Diriwayatkan
oleh Ibnu ‘Adiy (I/286), Abu Nu’aim dalam kitab Akhbaru Ashbahan
(II/344-345) dan ‘Abdul Ghani al-Maqdisi dalam Sunannya (II/)91 dari
jalan Abu Mas’ud Yazid bin Khalid. Telah menceritakan kepada kami Yahya
bin Sulaim ath-Thaifi, dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya, dari
‘Aisyah, dari Abu Bakar secara marfu’.
Lihat Silsilah Ahadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah (no. 50).
Dalam
hadits ini ada ‘Amr bin Ziyad Abul Hasan ats-Tsaubani. Kata Ibnu ‘Adiy:
“Ia sering mencuri hadits dan menyampaikan hadits-hadits yang BATHIL.”
Setelah
membawakan hadits ini, Ibnu ‘Adiy berkata: “Sanad hadits ini BATHIL,
dan ‘Amr bin Ziyad dituduh oleh para ulama memalsukan hadits.”
Kata Imam Daruquthni: “Ia sering memalsukan hadits.”
Periksa: Mizaanul I’tidal (III/260-261 no. 6371), Lisanul Mizan (IV/364-365).
Penjelasan Hadits-Hadits Di Atas.
Hadits-hadits
di atas sering dijadikan pegangan pokok tentang dianjurkannya membaca
surat Yaasiin ketika ada orang yang sedang naza’ (sakaratul maut) dan
ketika berziarah ke pemakaman kaum Muslimin terutama ketika menziarahi
kedua orangtua. Bahkan sebagian besar kaum Muslimin menganggap hal itu
‘Sunnah’? Maka sekali lagi saya jelaskan bahwa semua hadits-hadits yang
menganjurkan itu LEMAH, bahkan ada yang PALSU, sebagaimana yang sudah
saya terangkan di atas dan hadits-hadits lemah tidak bisa dijadikan
hujjah, karena itu, orang yang melakukan demikian adalah berarti dia
telah berbuat BID’AH. Dan telah menyalahi Sunnah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang sah yang menerangkan apa yang harus dilakukan
ketika ada orang yang sedang dalam keadaan naza’ dan ketika berziarah ke
kubur.
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany berkata:
“Membacakan surat Yaasiin ketika ada orang yang sedang dalam keadaan
naza’ dan membaca al-Qur'an (membaca surat Yaasiin atau surat-surat
lainnya) ketika berziarah ke kubur adalah BID’AH DAN TIDAK ADA ASALNYA
SAMA SEKALI DARI SUNNAH NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM YANG SAH.
Lihat Ahkamul Janaa-iz wa Bida’uha (hal. 20, 241, 307 & 325), cet. Maktabah al-Ma’arif.)
Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Ketika Ada Orang yang Sedang dalam Keadaan Naza’
Pertama
Di-talqin-kan (diajarkan) dengan ‘Laa Ilaaha Illallah’ agar ia (orang yang akan mati) mengucapkan Laa Ilaaha Illallah.”
Dalilnya:
"Dari
Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata: “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, ‘Ajarkanlah ‘Laa Ilaaha Illallah’ kepada orang yang
hampir mati dari an-tara kalian.” (Hadits SHAHIH, riwayat Muslim (no.
916), Abu Dawud (no. 3117), an-Nasa'i (IV/5), at-Tirmidzi (no. 976),
Ibnu Majah (no. 1445), al-Baihaqi (III/383) dan Ahmad (III/3).)
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar kalimat Tauhid ini yang
terakhir diucapkan, supaya dengan demikian dapat masuk Surga.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa
yang akhir perkataannya ‘Laa Ilaaha Illallah,’ maka ia akan masuk
Surga.” [ Hadits riwayat Ahmad (V/233, 247), Abu Dawud (no. 3116) dan
al-Hakim (I/351), dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu.]
Kedua
Hendaklah mendo’akan kebaikan untuknya dan kepada mereka yang hadir pada saat itu. Hendaknya mereka berkata yang baik.
Dalilnya:
"
Dari Ummu Salamah, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda, ‘Apabila kalian menjenguk orang sakit atau berada
di sisi orang yang hampir mati, maka katakanlah yang baik! Karena
sesungguhnya para malaikat mengaminkan (do’a) yang kalian ucapkan.’”
[Hadits SHAHIH riwayat Muslim (no. 919) dan al-Baihaqi (III/384) dan
selain keduanya.]
SUNNAH-SUNNAH NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM KETIKA BERZIARAH KE PEMAKAMAN KAUM MUSLIMIN
Pertama
Mengucapkan salam kepada mereka.
Dalilnya ialah:
‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah apakah yang harus aku ucapkan
kepada mereka (kaum Muslimin, bila aku menziarahi mereka)?” Beliau
men-jawab: “Katakanlah:
" Semoga dicurahkan kesejahteraan atas kalian
wahai ahli kubur dari kaum Mukminin dan Muslimin. Dan mudah-mudahan
Allah memberikan rahmat kepada orang yang telah mendahului kami dan
kepada orang yang masih hidup dari antara kami dan insya Allah kami akan
menyu-sul kalian.’”
[Hadits SHAHIH riwayat Ahmad (VI/221), Muslim (no. 974) dan an-Nasa'i (IV/93), dan lafazh ini milik Muslim]
Buraidah
berkata: “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan
kepada mereka (para Shahabat) apabila mereka memasuki pemakaman (kaum
Muslimin) hendaknya mengucapkan:
"Mudah-mudahan dicurahkan
kesejahteraan atas kalian, wahai ahli kubur dari kaum Mukminin dan
Muslimin. Dan insya Allah kami akan menyusul kalian. Kami mohon kepada
Allah agar mengampuni kami dan kalian.’”
[Hadits SHAHIH riwayat
Muslim (no.975), an-Nasa-i (IV/94), Ibnu Majah (no. 1547), Ahmad (V/353,
359 & 360). Lafazh hadits ini adalah lafazh Ibnu Majah]
Kedua
Mendo’akan dan memohonkan ampunan bagi mereka.
Dalilnya:
"Aisyah
berkata: “Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar
ke Baqi’ (tempat pemakaman kaum Muslimin), lalu beliau mendo’akan
mereka.” Kemudian ‘Aisyah bertanya tentang hal itu, beliau menjawab:
“Se-sungguhnya aku diperintah untuk mendo’akan mereka.”
[Hadits SHAHIH riwayat Ahmad (VI/252)]
BACA AL-QUR'AN DI PEMAKAMAN MENYALAHI SUNNAH NABI SHALALLLAHU 'ALAIHI WA SALLAM
Hadits-hadits
yang saya sebutkan di atas tentang Adab Ziarah, menunjukkan bahwa baca
al-Qur-an di pemakaman tidak disyari’atkan oleh Islam. Karena seandainya
disya-ri’atkan, niscaya sudah dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, dan beliau pasti sudah mengajarkannya kepada para
Shahabatnya.
‘Aisyah ketika bertanya kepada beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam apa yang harus diucapkan (dibaca) ketika ziarah kubur?
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya mengajar-kan salam dan do’a.
Beliau tidak mengajarkan baca al-Fatihah, baca Yaasiin, baca surat
al-Ikhlash dan lainnya. Seandainya baca al-Qur'an disyari’atkan, pasti
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyembunyikannya.
Menurut ilmu ushul fiqih:
“Menunda keterangan pada waktu keterangan itu dibu-tuhkan tidak boleh.”
Kita
yakin bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mungkin
menyembunyikan ilmu dan tidak pernah pula beliau mengajarkan baca
al-Qur'an di pemakaman. Lagi pula tidak ada satu hadits pun yang sah
tentang masalah itu.
Membaca al-Qur'an di pemakaman menyalahi
Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita membaca al-Qur'an di rumah:
"
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kalian
jadikan rumah kalian seperti kuburan, karena sesungguhnya setan akan
lari dari rumah yang dibaca di dalamnya surat al-Baqarah.” [Hadits
riwayat Muslim (no. 780), Ahmad (II/284, 337, 387, 388) dan at-Tirmidzi
(no. 2877) serta ia menshahihkannya]
Hadits ini jelas sekali
menerangkan bahwa pemakaman menurut syari’at Islam bukanlah tempat untuk
membaca al-Qur'an, melainkan tempatnya di rumah, dan melarang keras
menjadikan rumah seperti kuburan, yang jelas tidak ada bacaan al-Qur'an
dan shalat-shalat sunnat di pema-kaman.
Jumhur ulama Salaf
seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam-imam yang lainnya melarang
membaca al-Qur'an di pemakaman, dan inilah nukilan pendapat mereka:
Pendapat
Imam Ahmad, Imam Abu Dawud berkata dalam kitab Masaa-il Imam Ahmad hal.
158: “Aku mende-ngar Imam Ahmad ketika beliau ditanya tentang baca
al-Qur-an di pemakaman? Beliau menjawab: “Tidak boleh.”
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dari asy-Syafi’i sendiri tidak terdapat
perkataan tentang masalah ini, yang demikian ini menunjukkan bahwa (baca
al-Qur-an di pemakaman) menurut beliau adalah BID’AH. Imam Malik
berkata: ‘Tidak aku dapati seorang pun dari Sha-habat dan Tabi’in yang
melakukan hal itu!’”
Lihat Iqtidhaa’ Shirathal Mustaqim (hal. 380), Ahkaamul Janaa-iz (hal. 191-192).
PAHALA BACAAN AL-QUR'AN TIDAK AKAN SAMPAI KEPADA SI MAYYIT
Al-Hafizh Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat:
"Artinya : Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh (pahala) selain apa yang diusahakannya.” [An-Najm: 53]
Beliau berkata:
“Sebagaimana
dosa seseorang tidak dapat dipindahkan kepada orang lain, maka demikian
pula ganjaran seseo-rang (tidak dapat dipindahkan/dikirimkan) kepada
orang lain, melainkan didapat dari hasil usahanya sendiri. Dari ayat ini
Imam asy-Syafi’i dan orang yang mengikuti beliau ber-istinbat
(mengambil dalil) bahwasanya pahala bacaan al-Qur'an tidak sampai kepada
si mayyit dan tidak dapat dihadiahkan kepada si mayyit, karena yang
demikian bukanlah amal dan usaha mereka.
Tentang (mengirimkan
pahala bacaan kepada mayyit) tidak pernah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam me-nyunnahkan ummatnya, tidak pernah mengajarkan ke-pada
mereka dengan satu nash yang sah dan tidak pula ada seorang Shahabatpun
yang melakukan demikian. Seandainya masalah membaca al-Qur-an di
pemakaman dan menghadiahkan pahala bacaannya baik, semestinya merekalah
yang lebih dulu mengerjakan perbuatan yang baik itu. Tentang bab
amal-amal Qurbah (amal ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah) hanya
diboleh-kan berdasarkan nash (dalil/contoh) dari Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan tidak boleh memakai qiyas atau pendapat.”
Periksa: Tafsir Ibni Katsir (VI/33), cet. Darus Salam dan Ahkaamul Janaa-iz (hal. 220), cet. Maktabah al-Ma’arif.
Apa
yang telah disebutkan oleh Ibnu Katsir dari Imam asy-Syafi’i itu
merupakan pendapat sebagian besar ulama dan juga pendapatnya Imam
Hanafi, sebagaimana dinukil oleh az-Zubaidi dalam Syarah Ihya’
‘Ulumuddin (X/369).
Lihat Ahkaamul Janaa-iz (hal. 220), cet. maktabah al-Ma’arif th. 1412 H.
Allah berfirman tentang al-Qur'-an:
“ Supaya ia (al-Qur-an) memberi peringatan kepada orang yang HIDUP…” [Yaasiin: 70]
Artinya : “Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur-an ataukah hati mereka terkunci.” [Muhammad: 24]
Yang
wajib juga diperhatikan oleh seorang Muslim adalah, tidak boleh
beribadah di sisi kubur dengan melakukan shalat, berdo’a, menyembelih
binatang, bernadzar atau membaca al-Qur-an dan ibadah lainnya. Tidak ada
satupun keterangan yang sah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para Shahabatnya bahwa mereka melakukan ibadah di sisi kubur.
Bahkan, ancaman yang keraslah bagi orang yang beribadah di sisi kubur
orang yang shalih, apakah dia wali atau Nabi, terlebih lagi dia bukan
seorang yang shalih.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam
keras terhadap orang yang menjadikan kubur sebagai tempat ibadah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“ Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani (karena) mereka menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat ibadah.”
Tidak
ada satu pun kuburan di muka bumi ini yang mengandung keramat dan
barakah, sehingga orang yang sengaja menuju kesana untuk mencari keramat
dan ba-rakah, mereka telah jatuh dalam perbuatan bid’ah dan syirik.
Dalam Islam, tidak dibenarkan sengaja mengada-kan safar (perjalanan)
ziarah (dengan tujuan ibadah) ke kubur-kubur tertentu, seperti, kuburan
wali, kyai, habib dan lainnya dengan niat mencari keramat dan barakah
dan mengadakan ibadah di sana. Hal ini dilarang dan tidak dibenarkan
dalam Islam, karena perbuatan ini adalah bid’ah dan sarana yang menjurus
kepada kesyirikan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“
Tidak boleh mengadakan safar (perjalanan dengan tuju-an beribadah)
kecuali ketiga masjid, yaitu Masjidku ini (Masjid Nabawi), Masjidil
Haram dan Masjidil Aqsha.”
Adapun adab ziarah kubur, kaum
Muslimin dianjur-kan ziarah ke pemakaman kaum Muslimin dengan
me-ngucapkan salam dan mendo’akan agar dosa-dosa mereka diampuni dan
diberikan rahmat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Wallaahu a’lam bish shawab.
[Disalin
dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas,
Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]
_______
MARAJI’
[1]. Al-Qur'anul Karim, serta terjemahannya.
[2]. Tafsir Ibni Katsir, cet. Daarus Salam, th. 1413 H.
[3]. Shahih al-Bukhary.
[4]. Shahih Muslim.
[5]. Sunan Abi Dawud.
[6]. Sunan an-Nasaa-i.
[7]. Sunan Ibni Majah.
[8]. Musnad Imam Ahmad.
[9]. Sunanul Kubra’, oleh al-Baihaqy.
[10]. Al-Mustadrak, oleh Imam al-Hakim.
[11]. Syu’abul Iman, oleh Imam al-Baihaqy.
[12]. Dha’if Jami’ush Shaghir, oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany.
[13]. Misykatul Mashabih, oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany.
[14]. Al-Kamil fii Dhu’afaa-ir Rijal, oleh Imam Ibnu ‘Ady.
[15]. Mizaanul I’tidal, oleh Imam adz-Dzahaby, tahqiq: ‘Ali Muhammad al-Bajaawy, cet. Daarul Fikr.
[16]. Lisanul Mizan, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany.
[17]. Ahkamul Janaa-iz wa Bida’uha, oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany, cet. Maktabah al-Ma’arif.
[18]. Iqtidha’ Shirathal Mustaqim, oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
[19]. Fat-hul Majiid Syarh Kitaabit Tauhiid, oleh Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh.