Laman

Kamis, 23 Januari 2014

Harta itu adalah Harta Tuhan

Semua harta yang kita miliki, pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. Selama berada di tangan kita, harta itu hanyalah pinjaman dari Allah SWT, karena setiap saat Allah dapat mengambilnya kembali. Gunakan harta itu dengan baik pada jalan yang baik pula. Infakkanlah harta itu di jalan Allah, karena apa yang kita infakkan dijalanNya akan menjadi harta yang hakiki. Kita harus ingat bahwa setiap infak yang kita berikan akan mendapat balasan di akhirat kelak. Infak inilah yang akan menjadi bekal yang sangat kita perlukan pada waktu itu, dan balasan yang diberikan Allah akan berlipat ganda hingga sepuluh kali amalan yang telah kita lakukan. Demikianlah seterusnya hingga menjadi lebih banyak dari itu, sesuai dengan kehendakNya. Rasulullah SAW bersabda, “Mereka yang menyedekahkan hartanya kepada orang lain, hartanya tidak akan berkurang. Bahkan, harta itu akan bertambah, dan bertambah, dan bertambah.”

Apa yang kita infakkan, sebenarnya itulah yang menjadi harta kita. Dan apa yang kita pertahankan, mungkin suatu saat akan diambil kembali oleh Tuhan yang memberinya atau mungkin akan menjadi hak orang lain. Betapa banyak malapetaka yang menimpa orang-orang yang telah mengabaikan kewajiban atas hartanya. Harta adalah fitnah [ujian], sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam surat At Taghaabun ayat 15, yang artinya “Bahwasanya hartamu dan anak-anakmu itu adalah fitnah [ujian], dan di sisi Allah ada pahala yang besar.”

Jika harta itu tidak diinfakkan di jalan yang benar sebagaimana yang diperintahkan Allah, maka harta itu akan menjadi fitnah [ujian]. Artinya, jika si pemiliknya tidak lulus dalam ujian terkait harta yang dimilikinya, maka harta itu akan menjadi fitnah [ujian] yang dapat melumatkan si pemiliknya. Fitnah [ujian] yang dijatuhkanNya kepada hartawan yang lalim bisa saja diberlakukanNya baik saat hidup di dunia maupun di kehidupan kekal nanti. Nauzubillahi min dzalik...

Bahwa di antara harta kita terdapat hak fakir miskin dan orang-orang terlantar yang membutuhkan bantuan kita, khususnya kaum kerabat dan tetangga dekat. Hak fakir miskin dalam konteks ini bukan berarti zakat yang sudah menjadi kewajiban atas harta kita yang harus dibayarkan. Bahkan selain zakat, ada pula kewajiban-kewajiban lain yang harus dikerjakan, yaitu sedekah sukarela untuk membantu orang-orang yang memerlukannya.

Betapa lebih indah kehidupan dunia fana ini bilamana setiap orang menyadari dan memahami arti harta yang dititipkanNya, terutama konsekuensi atas harta titipan itu. Niscaya tidak ada kemiskinan yang parah terjadi secara meluas di bumi ini, sebaliknya kesejahteraan yang adil dan merata di penjuru negeri, rasa kebersamaan sebagai makhlukNya membumi dan melangit.

Jadi, tunggu apalagi untuk memulai dari diri sendiri dan lingkungan diri ? .. sebelum terlambat, mulailah bersihkan dan berbenah diri, menghitung bagian-bagian yang hakikatnya bukanlah milikmu, agar tak membebani diri saat bel kepulangan abadi didentangkanNya. Untuk dunia, kita ikut berpartisipasi membangun negeri ini menuju masyarakat yang sejahtera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar