Allah mencintaimu, bukan untuk DiriNya
MEREKA menyerupai para malaikat, dan para malaikat itu adalah
ulama-ulama mereka, melayani mereka dalam menjalankan tugas-tugas dunia
akhirat.
Wahai kaumku, bila ucapanku tidak sampai merubah
perilakumu, maka dengarkanlah dengan penuh pembenaran dan keimanan dalam
hatimu dan batinmu, maka perilaku lahiriyahmu dan batinmu akan
terhembusi olehnya, dan duri dalam nafsumu akan hancur karenanya, neraka
syahwatmu akan padam karenanya. Kesenangan terburukmu adalah rangsangan
duniawimu, dan matamu yang terpejam dari kefakiran, lalu semua itu
menghancurkanmu.
Seorang Sufi mengatakan — semoga rahmat Allah
Ta’ala melimpah padanya —, “Hakikat taqwa manakala apa yang ada dihatimu
engkau kumpulkan, lalu engkau biarkan di tempat terbuka, dan anda
membawanya keliling pasar, maka anda pun tidak sama sekali malu dengan
kondisi hatimu itu.”
Hai orang bodoh, bagaimana cukup taqwa
anda, bahkan ketika dikatakan pada diri anda, “Hai takwalah…!”, malah
anda marah. Ketika dikatakan pada anda bahwa anda benar, maka anda baru
mendengarkan dan anda merasa lebih mulia. Namun jika dikatakan anda
salah, anda berkeras kepala kepadanya, anda memaksa orang itu
menghilangkan marah anda.
Amirul Mu’minin Umar bin Khaththab
ra, “Orang yang bertaqwa kepada Allah Swt tidak akan hilang marahnya.”
Allah Swt, berfirman dalam hadits Qudsi, “Aku mencintai kalian ketika
kalian taat kepadaKu, maka ketika kalian maksiat kepadaKu, Aku marah
pada kalian.”
Allah Azza wa-Jalla mencintai kalian, bukan
karena butuh kalian, tetapi karena kasih sayangNya pada kalian. Dia
mencintai kalian, bukan untuk DiriNya. Dia mencintai ketaatanmu padaNya,
karena manfaatnya kembali padamu sendiri. Anda harus aktif dan
menghadap Dzat Yang mencintaimu, demi untukmu, dan berpaling dari orang
yang mencintaimu demi kepentingan orang itu.
Orang beriman itu
lupa segalanya dan mengingat Tuhannya Azza wa-Jalla, sehingga
berhasillah taqarrub kepadaNya, dan hidup denganNya, besertaNya, lalu
tawakkalnya benar.
Cukuplah di dunia dan akhirat bila
tawakkalnya orang beriman, tauhidnya benar, Allah Azza wa-Jalla
memberikan amal kepadanya sebagaimana dianugerahkan kepada Nabi Ibrahim
as, memberinya makna dan hakikatnya, bukan panggilan namanya. Allah
memberikan makanan dan memberinya minuman dan menempatkan di bilik
RumahNya, bukan berarti Allah Azza wa-Jalla memberinya pada wujud
tempatnya.
Bila dalam posisi ini, benarlah mengaitkan dengan Nabi Ibrahim as, dari segi maknawinya, bukan dari segi rupa bentuk.
Apa anda tidak malu, ketika anda berhasrat demikian, namun anda
mengabdi kegelapan dan memakan makanan haram. Sampai kapan anda makan
seperti itu, dan mengabdi pada penguasa? Padahal dalam waktu dekat
mereka lengser. Karena itu hendaknya anda mengabdi kepada Allah Azza
wa-Jalla yang tidak pernah lengser. Gunakan akal sehatmu, terimalah
kehidupan duniamu yang sedikit, hingga anda meraih akhirat lebih banyak.
Raihlah bagianmu dari zuhudmu, hingga upayamu justru menuju di hadapan
pintu Tuhanmu Azza wa-Jalla, ada di genggaman KuasaNya, bersamaNya,
bukan bersama dunia, bukan bersama tangan-tangan dunia, bukan pula
berada di tangan-tangan penguasanya melalui pergaulan naluri nafsu,
syetan dan publik.
Bila anda berusaha untuk kehidupan dunia,
sedangkan hati anda bersama Tuhan Azza wa-Jalla, maka para malaikat dan
ruh-ruh para Nabi ada di sekitar anda. Sungguh jauh berbeda orang yang
menyerah pada dunia dan orang yang menyerah kepada Allah Azza wa-Jalla.
Orang sufi yang berakal sehat mengatakan, “Kami tidak makan bagian
dunia kami, baik di jalan mauipun di rumah kami. Kami tidak makan
kecuali di sisiNya.”
Orang-orang zuhud makan di syurga. Orang
arif makan disisiNya, sedang mereka ada di dunia. Para pecintaNya tidak
makan di dunia maupun di akhirat. Makan dan minum mereka adalah
kemesraan, kedekatannya pada Tuhan mereka, memdang Allah Azza wa-Jalla,
Tuhannya dunia maupun Tuhannya akhirat.
Orang yang benar dalam
cintanya, menjual dunia dengan akhirat, lalu menjual akhirat dengan
hanya demi WajahNya dan hasrat kepadaNya bukan lainNya. Dan ketika jual
beli sempurna, kemuliaan menjadi dominan, maka dunia dan akhirat
dikembalikan padanya sebagai anugerah, dan perintah untuk meraih
keduanya, lalu mereka meraihnya hanya semata memenuhi perintahNya, baik
dengan kenyang maupun lapar, tetapi tidak butuh pada keduanya. Mereka
ini meraih itu semua sebagai bentuk keselarasan dengan takdir, beradab
yang bagus dengan takdir, dan mereka menerima dan meraih, serta
menyebutkan:
“Dan sesungguhnya kamu niscaya tahu apa yang Kami kehendaki.” (Huud: 79)
Maksudnya, “kamu tahu, bahwa kami telah ridho padaMu bukan selain
Engkau, kami pun ridho dengan lapar, dahaga, compang camping, hina dan
dina. Dan agar kami bersimpuh di pintuMu.”
Mereka menegaskan
jiwa mereka untuk tenteram padaNya. Allah Azza wa-Jalla memandang mereka
dengan pandangan penuh kasih saying, lalu Allah Azza wa-Jalla
memuliakan mereka setelah hinhanya, mengkayakan mereka setelah
miskinnya, dan menyiapkan taqarrub mereka dunia hingga akhirat.
Orang beriman itu zuhud di dunia, lalu zuhudnya membersihkan kotoran
batinnya, lalu ia datangi akhirat, dan hatinya tinggal di sana, lalu
yang lain pun dihilangkan dari hatinya, karena yang lain (selain Allah
Azza wa-Jalla) itu hijab di hadapanNya Azza wa-Jalla.
Disitulah
ia tinggalkan aktivitas dengan makhluk secara total, menjalankan
perintah syara’ dan menjaga aturannya ketika bergaul dengan sesama,
hingga terbuka matahatinya, lalu melihat cacat-cacat dirinya dan
makhluk. Kemudian tidak ada tempat hunian kecuali pada Tuhannya Azza
wa-Jalla, tidak pula mendengar dari lainNya, tidak berakal sehat kecuali
dariNya, tidak merasa tenteram kecuali pada selain janjiNya, tidak
takut selain ancamanNya. Ia tinggalkan aktivitas lain, dan lebih aktif
padaNya.
Jika ia telah memenuhinya, maka ia berada dalam
“Segala yang tak terbayang mata, takrdengar telinga dan tak pernah
terlintas di hati manusia.”
Anak-anak sekalian, aktiflah dengan
dirimu, maka akan berguna bagimu baru berguna pada yang lain. Jangan
sampai anda masuk pada suatu hal, bersama dirimu hawa nafsumu, karena
Allah Azza wa-Jalla apabila berkehendak padamu, Dia menyiapkanmu
untukNya. Apabila Dia menghendakimu untuk memberikan manfaat pada
sesame, Allah mengembalikanmu pada mereka, dan Dia memberimu keteguhan
dan kekuatan bagi mereka, kekuatan untuk menghadapi mereka dengan
keleluasaan hatimu untuk sesame, dan luasnya dadamu bagi mereka. Allah
Azza wa-Jalla juga memberikan hikmah dalam batin dan rahasia batinmu,
sehingga yang ada adalah Dia, bukan anda. Dengarkan firmanNya:
“Wahai Dawud, sesungguhnya Kami jadikan dirimu sebagai khalifah di muka bumi. (Shaad: 26)
“Sesungguhnya Kami jadikan dirimu sebagai khalifah.”
Tapi kamu mengklaim apa yang engkau katakan itu dari dirimu. Kaum sufi
tidak punya kehendak, tidak punya pilihan, semata mereka hanya
menjalankan perintahNya Azza wa-Jalla, tindakanNya, kehendakNya dan
aturanNya.
Hai orang yang terlempar dari Jalan yang Lurus.
Janganlah anda berargumentasi dengan sesuatu, karena anda sama sekali
tidak memiliki argumen di hadapanmu sendiri. Halal itu jelas, dan haram
juga jelas. Apa yang membuatmu menghindar dari Allah Azza wa-Jalla,
betapa kecilnya rasa takutmu padaNya, betapa banyak anggapan rendahmu
dalam memandangNya. Nabi Saw, bersabda: “Takutlah pada Allah Azza
wa-Jalla seakan engkau melihatNya, bila engkau tidak melihatNya,
sesungguhnya Allah Azza wa-Jalla melihatmu.” (Hr. Bukhari).
Orang yang sadar adalah orang senantiasa memandang Allah Azza wa-Jalla
melalui hatinya, lalu mengumpulkan yang bercerai berai dalam
kesatupaduan, hingga hijab runtuh satu persatu antara dirinya dengan
Allah Azza wa-Jalla, bangunan-bangunan ambruk dan yang ada hanya
maknawinya, hubungan-hubungan terputus, dan milik menjadi terlepas,
tidak ada yang tersisa melainkan hanyalah Allah Azza wa-Jalla, mereka
tak bisa bicara, tak bisa gerak, tak ada kesenangan pada sesuatu, hingga
benar apa yang dilakukannya. Jika telah benar, sempurnalah
kewajibannya. Pertama-tama mereka keluar dari perbudakan dunia, lalu
keluar dari segala hal selain Allah Azza wa-Jalla secara total, dan
mereka senantiasa dalam amaliyah jiwanya dengan Allah Swt, juga
menangani berbagai masalah di rumahnya.
“Dia melihat bagaimana mereka bekerja (beramal).” (Al-A’raaf: 129)
Rahasia batin adalah raja, dan qalbu adalah menteri, nafsu dan lisan
sertaanggota badan adalah aparat birokrasinya. Rahasia batin (sir) minum
dari lautan Ilahi Azza wa-Jalla. Qalbu minum dari sir. Nafsu yang
tenteram minum dari qalbu. Lisan minum dari nafsu yang tenteram. Seluruh
badan minum dari lisan. Jika ucapannya benar, hatinya benar. Jika
lisannya buruk maka hatinya buruk. Lisanmu butuh kendali taqwa dan
taubat dari ucapan yang kotor dan munafik.
Bila lisan bisa
langgeng demikian, maka kefasihan lisan akan menjadi kefasihan qalbu.
Apabila kefasihan qalbu langgeng akan memancarkan cahaya menuju lisan
dan anggota badan. Maka ucapannya adalah ucapan taqarrub, dan bila itu
terjadi dalam kedekatan padaNya, ia justru tidak punya ucapan, tidak
punya doa dan dzikir. Doa, dzikir dan ucapan menjauh. Dalam kedekatan
padaNya hanya diam, tercekam, dan menerima dengan memandang dan
menikmati bersamaNya.
Ya Allah jadikan kami termasuk orang yang memandangMu di dunia dengan mata hatinya dan di akhirat dengan mata kepalanya.
Ya Tuhan kami berikanlah kami kebajikan di dunia, dan kebajikan di akhirat dan lindungi kami dari azab neraka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar