Laman

Kamis, 09 Januari 2014

DALAM DUNIA SUFI, SEORANG MAJENUN ITU TIDAK SAJA NYENTRIK TAPI JUGA UNIK.


Assalamu’alaikum warohmatullahi
wabarokatuh…
Dalam dunia sufi, “majenun”
menjadi sesuatu yang wajar. Nama-
nama seperti Abu Nawas dan
Nasaruddin Hoja dianggap mewakili
orang “gila”. Mereka tidak saja
“nyentrik” tapi juga “unik”. Kisah-
kisahnya muncul dengan aroma
humor yang kental. Bahkan cerita-
cerita tentang keduanya hingga
sekarang masih terus ditulis. Salah
satu nama generasi sufi “gila”
lainnya adalah BUHLUL bin AMR
ASH-SHAIRAFI. Menurut catatan Abu
Qasim an-Naisaburi, Buhlul
dikatagorikan sebagai orang
majenun yang banyak akal. Ia
dipanggil dengan sebutan ABU
WUHAIB, seorang sufi tinggal di
Kuffah dan hidup sejaman dengan
Khalifah Harun al-Rasyid.
Salah satu kisah Buhlul yang
diceriterakan oleh Muhammad bin
Ismail bin Abu Fudaik, yaitu pada
suatu hari mendengar Buhlul berada
di kuburan. Ia sedang menjulurkan
kakinya di atas sebuah kuburan dan
mempermainkan tanahnya.
Kemudian kutanyakan kepadanya,
“Apa yang engkau lakukan disini
wahai Buhlul?”. Mendengar
pertanyaanku, ia menjawab, “Aku
duduk bersama kaum yang tidak
menyakitiku, dan bila aku pergi,
mereka tidak menggunjingku”.
Kemudian, aku berkata, “Krisis
sedang melanda di negeri ini. Harga
barang terus naik membumbung.
Alangkah baiknya, bila engkau
berdoa kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala agar kesulitan ini usai dan
harga-harga turun kembali”.
Mendengar permintaanku, Buhlul
pun menjawab, “Demi Allah, aku
tidak memperdulikan semua itu.
Sekalipun satu biji gandum berharga
satu dinas. Sesungguhnya Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah meminta
kepada kita agar segera
menyembah-Nya. Dan Allah
bertanggung jawab untuk
memberikan rejeki kepada kita
sebagaimana telah dijanjikan-Nya”.
Kemudian Buhlul bersyair, “Wahai
orang-orang yang bersuka ria
dengan harta dunia dan segala
perhiasan. Kedua matanya tak
pernah tidur hanyut dalam
kelezatannya. Kau sibukkan dirimu
pada yang tak mampu, kau raih apa
yang dikatakan kepada Allah
manakala menghadap-Nya”.
Ceritera yang lain, datanglah dari
Abdurrahman al-Kufi. Suatu hari
Abdurrahman bertemu dengan
Buhlul, dan berkata, “Aku akan
bertanya kepadamu”. Abdurrahman
pun menjawab, “Bertanyalah”. Lalu
Buhlul berkata, “Apakah
kedermawanan, menurutmu?”.
Abdurrahman menjawab, “Ya, satu
perbuatan baik dibalas sepuluh kali”.
Buhlul serta merta membantahnya,
“Itu bukan kedermawanan, tetapi
perdagangan yang mencari
keuntingan !”. Mendengar hal itu,
Abdurrahman pun balik bertanya,
“Lalu bagaimana pendapatmu?”.
Maka Buhlul menjawab,
“Kedermawanan adalah jika Allah
melihat hatimu sepi dari keinginan
terhadap sesuatu karena
menjalankan sesuatu”.
Ceritera lain tentang Buhlul dengan
Khalifah Harun al-Rasyid, yaitu
suatu ketika Khalifah Harun al-
Rasyid menunaikan ibadah haji
(ketika berada di luar kota Kuffah)
tiba-tiba ia melihat Buhlul berjalan
membawa tongkat dengan diikuti
anak-anak di belakangnya. Lalu
Buhlul lari menghindar. Melihat hal
itu, Harun al-Rasyid bertanya
kepada anak-anak tersebut,
“Siapakah orang itu?”. Mereka pun
menjawab, “Dia Buhlul si gila”.
Kemudian Harun al-Rasyid berkata,
“Aku ingin menemuinya, panggillah
dia, jangan ditakut-takui”. Anak-
anak itu pun berlari dan membujuk
Buhlul. “Penuhilah panggilan Amirul
Mukminin”, pinta mereka. Lalu
Buhlul berlari sambil membawa
tongkatnya menuju Khalifah Harun
al-Rasyid. Khalifah Harun al-Rasyid
memberi salam, dan berkata, “Aku
sedang merindukanmu, wahai
Buhlul”. Mendengar perkataan
Khalifah, Buhlul pun menjawab,
“Tetapi aku tidak merindukanmu”.
Khalifah lalu meminta, “Berilah aku
nasehat”. Buhlul pun menjawab,
“Dengan apa, aku memberi nasehat
padamu?”. Khalifah terus mendesak
dan meminta nasehat, maka Buhlul
kemudian berkata, “Wahai Amirun
Mukminin ! Barangsiapa yang diberi
ketampanan dan rizki harta oleh
Allah, dia tidak berbuat kejahatan
dengan ketampanannya, dan belas
kasihan dengan hartanya, maka ia
dicatat dalam kitab amal sebagai
orang baik”. Mendengar jawaban itu,
Harun al-Rasyid mengira Buhlul
menghendaki sesuatu. Khalifah
kemudian berkata, “Aku telah
memerintahkan agar semua
utangmu dilunasi”. Mendengar itu,
Buhlul menjawab, “Tidak, wahai
Amirul Mukminin. Utang tidak
dibayar dengan utang, tetapi
kembalikan hak kepada yang punya
dan bayarlah utamnu sendiri !”.
Harun al-Rasyid kemudian berkata,
“Kami telah memerintahkan kamu
diberi gaji tetap !”. Buhlul pun
menjawab, “Wahai Amirul
Mukminin, apakah engkaubh
berpendapat bahwa Allah
memberimu tetapi Dia lupa
kepadaku?”. Selanjutnya Buhlul
pergi dengan berlari.
Dalam kisah yang lain, Buhlul
pernah berkata kepada Harun al-
Rasyid, “Wahai Amirul Mukminin,
bagaimanakah bila Allah
menempatkanmu di sisi-Nya? Lalu,
engkau ditanya tentang perahu kecil,
sumbu lampu dan kulit?”. Kata-kata
ini membuat Khalifah Harun al-
Rasyid tercekik sehingga pengawal
menegur Buhlul, “Engkau telah
melukai hati Amirul Mukminin”, kata
pengawal. Ternyata, tidak demikian
dengan sikap Harun al-Rasyid. Ia
berkata, “Biarkan dia”. Buhlul pun
berkata sambil menuding pengawal,
“Sebenarnya al-Rasyid ini rusak
karena ulah kamu dan orang-orang
sepertimu !”. Khalifah pun berkata,
“Aku ingin memberikan tali kasih
kepadamu”. Buhlul menjawab,
“Kembalikan saja kepada orang-
orang yang telah kamu ambil
hartanya”. Harun al-Rasyid
kemudian bertanya, “Lantas apa
keperluanmu kesini?”. Buhlul
menjawab, “Aku ingin agar engkau
tidak melihatku dan aku tidak
melihatmu”. Lalu ia berlari sambil
membawa tongkatnya dan berkata,
“Sungguh kamu termasuk orang
ternama di muka bumi ini. Para
hamba telah mendekat kepadamu.
Kemudian apakah gerangan yang
akan terjadi?. Bukankah kamu akan
mati dan ditanam di dalam tanah?
Lalu, peninggalanmu akan dibagi-
bagikan diantara ahli warismu !”.
Semoga dapat mengambil pelajaran
dari salah seorang majenun…amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar