Laman

Senin, 14 Juli 2014

INDAHNYA CINTA DAN KEGILAANNYA


Suatu saat Musa as. berjalan melewati sebuah padang dan mendengar seorang gembala sedang menyeru Tuhannya: “Duhai Tuhan, dimanakah Engkau? Biar kurapikan tempat tidur-Mu. Biar kutuangkan air susu-Mu. Biar kusisiri rambut-Mu.”
Serentak Musa marah. Ia menegur gembala itu. “Tak tahukah kamu dengan Siapa kamu bicara? Dialah Tuhan alam semesta.” Mendengar teguran Musa gembala itupun merintih dan berlari hingga menghilang di tengah bebukitan. Berangkatlah Musa ke bukit Sinai dan berbicara dengan Tuhannya.
Ketika Musa hendak Pulang, Tuhan menegur Musa, “Lupakah kau dengan si gembala? Sungguh aku tidak melihat kata – kata yang diucapkan. Yang aku lihat adalah hati yang bersih yang mengeluarkannya. Ibadah yang indah jika tanpa makna, hanyalah khayalan hampa.” Tuhan menegur Musa.
Kata – kata yang disampaikan begitu sederhana, ternyata dipandang agung di hadapan Sang Pencipta. Usai dari bukit Sinai, Musa mencari si gembala. Ia temukan gembala itu tengah tersungkur di sebuah gubuk.
Ketika disampaikan padanya apa yang disampaikan Tuhan semesta. Gembala itu berkata, “Aku sudah melewati batasan kata – kata. Kini kurasakan indahnya cinta.”
“Pada suatu hari, aku keluar bersama saudaraku Dzun – Nun al – Mishri. Kata Abdul Bari, seorang sufi. Tiba – tiba kami berjumpa dengan serombongan anak – anak yang sedang melempari seseorang dengan batu. Saudaraku berkata pada mereka: ‘Apa yang kalian inginkan darinya?’
Mereka menjawab: ‘Orang ini gila, dia mengaku melihat Tuhan!’ Lalu, kami mendekati dia, yang ternyata seorang pemuda yang sangat tampan. Tampak pada dirinya wibawa ‘arifin. Kami ucapkanlah salam padanya.
Kami berkata: ‘Mereka menuduh kamu mengaku pernah melihat Allah.’ Ia berkata, ‘Enyahlah dari sini wahai pemalas! Sekiranya aku kehilangan Dia sekejap mata saja, akan kusesali seluruh hidupku.’
Kemudian ia melantunkan syair:
Sang kekasih mengejar ridha Kekasihnya
Dambaan kekasih hanyalah perjumpaan dengan Kekasihnya
Dipandangnya Kekasih dengan kedua mata hatinya
Hati mengenal Tuhannya dan melihatnya
Bahagia sang kekasih dapat mendekati Kekasihnya
Meninggalkan para budak, maka tidak dia lihat siapapun selain Dia.
Aku berkata kepadanya : ‘Apakah kamu gila?’ Ia berkata: ‘Di hadapan penghuni bumi, memang benar aku gila: di hadapan penduduk langit, tidak’
Aku bertanya lagi: ‘Bagaimana keadaanmu dengan Junjunganmu?’
Ia berkata: ‘Sejak aku mengenalnya, aku tidak pernah meninggalkan-Nya. Aku bertanya: ‘Sejak kapan kamu mengenalnya?‘ Ia menjawab: ‘Sejak Dia menjadikan aku dalam kelompok orang gila.’”
Menyimak kisah diatas, apabila kita renungkan dengan seksama. Ternyata orang ini bukanlah orang gila. Pemuda ini hanya merasakan cinta dalam hatinya. Cinta yang begitu besar dan luas hingga ia terhanyut didalamnya. Apakah kita dapat mengatakan bahwa dia gila setelah mendengar penjelasannya? Tentu tidak, apakah seseorang yang mencintai Tuhannya patut dianggap gila? Dia sedang merasakan keindahan yang sangat dalam jiwanya. Kenikmatan yang tidak dapat dirasakan setiap orang. Kepuasan yang hanya dialami oleh seseorang yang memiliki cinta. Orang yang seperti ini bukanlah orang gila.
Rasulullah Saw pernah menjelaskan siapa orang gila yang sebenarnya. Sewaktu beliau melewati sekelompok orang yang sedang berkumpul. Beliau bertanya pada mereka, “Karena apakah kalian berkumpul disini?” Para sahabat menjawab, “Ya Rasulullah, ini ada orang gila, sedang mengamuk. Karena itulah kami berkumpul disini.” Beliau bersabda.”Orang ini bukan gila. Ia sedang mendapat musibah. Tahukah kalian, siapakah orang gila yang benar – benar gila?” Para sahabat menjawab, “Tidak ya Rasulullah.”
Beliau menjelaskan, “Orang gila ialah orang yang berjalan dengan sombong, yang memandang orang dengan pandangan yang merendahkan yang membusungkan dada, berharap akan surga Tuhan sambil berbuat maksiat kepadanya, yang kejelekannya membuat orang tidak aman dan kebaikannya tidak pernah diharapkan. Itulah orang gila yang sebenarnya. Adapun orang ini, dia hanya sedang mendapat musibah saja.”
Kata ‘Majnun atau orang gila berasal dari akar kata ‘jannat, yang berarti menutupi. Meskipun dia memiliki akal, namun akal tersebut tak mampu menerangi perilakunya. Akalnya tersebut telah ditutupi dan dikuasai oleh hawa nafsunya. Dalam pengertian inilah Rasulullah Saw menyebut seseorang yang takabur itu gila. Adapun kepada orang yang sedang terganggu pikirannya Rasulullah menyebutnya sebagai orang yang sedang menerima musibah, orang sakit. Ia sakit karena ketidak sanggupannya menanggung derita. Dan perilakunya yang aneh hanyalah pelariannya dari kenyataan yang menyakitkan dalam hidupnya. Orang yang sedang menerima musibah seperti ini justru patut kita bantu. Ia bukanlah orang gila, kita seharusnya meringankan dirinya dari penderitaan dan menuntunnya menuju jalan keluar dari permasalahan yang ia alami. Ia bukanlah seseorang yang telah tertutup hatinya. Ia hanya seseorang yang telah terluka dan hancur hatinya.
Bukankah Tuhan berkata, “Carilah aku di tengah – tengah orang yang hancur hatinya?” Bukan orang yang seperti ini yang patut kita jauhi, melainkan orang yang benar – benar gila. Yang merasa dirinya besar, dan merendahkan orang lain. Ia menutup kenyataan bahwa ia tidak berbeda dari orang lain. Sifatnya yang merasa dirinya lebih dari yang lain menjadi sebuah tembok besar yang menghalangi kepribadian mulianya.
Rasulullah Saw berkata kepada Abu Dzarr, “Wahai Abu Dzarr, barangsiapa mati dan dalam hatinya ada sebesar debu dari takabur, ia tidak akan mencium bau surga, kecuali bila ia bertobat sebelum maut menjemputnya. “ Abu Dzarr berkata, “Ya Rasulullah, aku mudah terpesona dengan keindahan. Aku ingin gantungan cambukku indah dan pasangan sandalku juga indah. Yang demikian itu membuatku takut.” Rasulullah Saw bertanya, “Bagaimana perasaan hatimu? “ Abu Dzarr menjawab, “Aku dapatkan hatiku mengenal kebenaran dan tenteram di dalamnya. “Rasulullah Saw berkata, “Yang demikian itu tidak termasuk takabur. Takabur itu meninggalkan kebenaran dan kamu mengambil selain kebenaran. Kamu melihat kepada orang lain dengan pandangan bahwa kehormatannya tidak sama dengan kehormatanmu dan darahnya tidak sama dengan darahmu.” Banyak manusia yang terjebak dalam kesombongan yang ia sendiri tidak menyadarinya. Apabila anda tidak mau menerima sebuah kebenaran dikarenakan oleh kebenaran tersebut disampaikan dari lidah seorang miskin, atau seseorang yang anda rasa lebih rendah dari anda. Anda telah takabur. Atau anda tidak ingin mendengar penjelasan seseorang karena pemahamannya berbeda dari anda, lalu anda menganggap orang tersebut salah dan andalah yang paling benar. Atau karena anda merasa lebih berilmu dengan gelar anda atau jabatan anda lalu anda tidak ingin disamakan dengan orang yang tidak memiliki apapun. Anda telah takabur. Apabila anda seorang ahli agama. Anda khususkan surga hanya bagi golongan anda, dan selain anda dan kelompok anda semuanya berada dalam neraka. Atau apabila anda seorang ahli ibadah, lalu anda merasa bangga dengan amalan – amalan anda sehingga meninggalkan keutamaan akhlak kepada orang disekitar anda. Anda telah takabur. Atau apabila anda telah memiliki kekuasaan atau harta yang berlebih, lalu anda dengan berbagai alasan menolak berbaur dan berbuat dzalim kepada orang lain. Anda telah takabur. Dan anda telah menjadi orang gila yang sebenarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar