Laman

Minggu, 28 Mei 2017

Rahasia Perjamuan Pesalik dengan Lapar


Rahasia Allah SWT menentukan untuk menerima tamu-Nya adalah dengan lapar. Karena itu adalah untuk nikmat yang lebih baik dan tinggi dari nikmat makrifat, qurb– dekat- dan liqa’. Dan rasa lapar adalah paling dekatnya sebab untuk itu.Puasa adalah jamuan Allah SWT untuk hamba-Nya.
Bagi seorang pesalik dijalan Allah SWT, lapar dan puasa bukan sekedar taklif, tapi adalah jamuan yang wajib disyukuri dan dilakukannya. Keinginan Allah SWT inilah yang perlu diketahui kedudukannya serta mendalami nilai yang terdapat dari ayat panggilan Ilahi dari ayat suci-Nya. Karena itu adalah panggilan dan undangan kepada kalian untuk sampai pada tempat pertemuan. Dari nikmatnya kebaikan dan kefahaman dari hikmah dan falsafah tasyri’i puasa tersebut adalah mengurangi makan dan dan melemahkan kekuatan badan, sehingga dari sisi ini, puasa yang dilakukan di siang hari dapat dilakukan pula di malam hari. Puasa bukan hanya sekedar untuk tidak makan dan minum, tapi harus bersama puasa telinga, mata, mulut, dan sebagian kabar mengatakan bahwa kulit dan rambutpun harus berpuasa.
Niat dan Tujuan Pesalik dalam Puasa
Wahai para pesalik, untuk amal (puasa) ini tidak layak hanya dengan berniat untuk menghilangkan/mencegah murka Ilahi, sebagaimana tidak layak hanya dengan tujuan untuk mendapatkan pahala dan masuk kedalam nikmat surga sekalipun dengannya semua itu bisa didapat. Tapi haruslah berniat bahwa dengan puasa akan mendekatkan diri kepada Allah SWT, mendekatkan diri pada ridha Allah SWT. Dengan ini, maka akan dijauhkan dari syifat syaithani dan mendekat pada sifat malaikatiyah.
Ketika ini sudah diketahui, dengan pemahaman pengetahuan agar menjauhi semua tindakan dan perkataan yang menjauhkan diri saat hadir dihadapan Allah SWT. Karena tindakan yang menjauhkan diri dari Allah SWT itu bertentangan dengan keinginan-Nya dalam perjamuan di perhelatan ini maka, janganlah bergembira di saat engkau datang, kedekatan dan kehadiran pada dar-al-dhiyafah (tempat perjamuan) yang sebagai istana Mun’im (Allah SWT) karena semua rahasia dan apa yang ada di hati hamba-hamba-Nya telah diketahui oleh-Nya. Jangan melupakan Allah SWT karena Dia memperhatikan kamu, jangan sekali-kali kita melakukan protes, sementara Dia ada dihadapan kamu. Demi jiwaku aku besumpah, bahwa ini dalam hukum akal merupakan perbuatan qabaih ‘adhimah (keburukan/cela yang agung), dimana akal tidak akan ridha jika dengan sahabatnya berlaku demikian, (apakah lagi dengan Tuhannya).
Tapi karena kita berada di tempat yang sempurna dan Fadhl Ilahi, maka semua kealpaan ini tidak menjadikan kita terusir, karena Dia telah mengampuni hamba-Nya sehingga tidak keluar dari lingkungan taklif. Tapi juga hamba haruslah memahami kadar Tuan dan Sayyidnya untuk tidak bertindak hanya sebanding halal dan haram, tapi haruslah sebanding Ketuanan dan KeSayyidan-Nya, bertindak dengan ubudiyah pada-Nya atau lebih rendah dari ini, yaitu tindakan orang yang hina dan dina.
Dengan kata lain, hamba haruslah berlaku sebagaimana yang dipesankan oleh Imam Shadiq Beliau berkata: “Ketika engkau berpuasa hendaknya, memandang bahwa dirimu diundang dan dekat dengan akhirat [kematian]. Keadaanmu dalam keadaan tunduk, khusyu’,rendah dan hina dalam keadaan ketakutan dihadapan Tuhannya, bersihkan hatimu dari cela dan jauhkan batinmu dari makar dan tipu muslihat serta semua bentuk perbuatan yang keluar dari Ilahi.”
Tetapkanlah dalam puasa untuk meletakkan kekuasaan hanya pada Allah SWT dengan ikhlas (mengetahui hanya Allah SWT yang pantas disembah). Berharaplah sepenuhnya pada Allah SWT, hati dan badan hanya untuk Allah SWT. Pada hari-hari puasamu, jadikan hati untuk cinta dan zikir, badan beramal untuk ridha-Nya, hilangkan semua dari apa yang tidak diperlukan dalam undangan (perjamuan) itu. Imam menasehatkan juga (dimana kita harus bersedia untuk melakukannya) bahwa kita harus menjaga agar semua anggota badan jauh dari bahaya, penentangan dan larangan Allah SWT, terutama “lidah”, sehingga debat dan sumpahpun perlu dihindari.
Kemudian diakhir riwayatnya beliau bersabda: “Apabila kalian mengamalkan pesanku tentang semua hal yang pantas bagi orang orang yang puasa, maka (puasanya) telah benar, kalau tidak demikian, maka fadhilah dan pahalanyapun akan kurang.”
Maka pikirkanlah apa yang telah dipesankan tentang kewajiban orang puasa, kemudian berharaplah dengan nilainya, maka ketahuilah bahwa diri diundang dan dekat dengan akhirat, hati akan keluar dari lingkungan duniawi dan tidak keluar dari kesiapan untuk lingkungan akhirat. Bagitu juga kalau hatinya hudhu’dan besih dari semua hal yang bukan Ilahi. Kalau saja hati dan badannya merendah hanya untuk Allah SWT dan menghindar dari semua hal yang bukan Ilahi, maka ruh,hati dan badan serta semua wujudnya ada pada zikir Allah SWT, mahabbah Allah SWT, tenggelam dalam ibadah Allah SWT maka puasanya menjadi puasa orang-orang “muqarribin” (orang orang yang dekat dengan Allah SWT).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar