Laman

Kamis, 23 Januari 2014

Syair Manifestasi Nama-nama Al Haq

Syekh Abdul Karim Ibnu Ibrahim Al Jaili


Ku jawab seruan hamba yang memanggil dengan namanya
Ia tidak mengira bahwa sebutan namaNya adalah juga namaKu

Namanya dan nama Diri Ku adalah satu jiwa [ruh]
Sungguh sangat menakjubkan, satu jiwa [ruh] dalam dua jisim

Setiap hamba memiliki dua nama, namun satu zat
Jika salah satu dari dua nama kau sebut, zat pasti ikut terpanggil

Zat Diri Ku adalah zatnya, nama Ku adalah namanya
Keadaan setiap hamba adalah Tunggal dengan keadaan Diri Ku

Kau akan sulit menelisik hakikat ketunggalan nama ini
Akan tetapi, seperti apa rasa jiwamu ketika kau rindu kekasihmu ?

Aku Ku adalah aku mu. Dia mu adalah dia Ku
engkau adalah Diri Ku dan Aku adalah dirimu

Ruh dirimu adalah satu dalam ketunggalan Ku
Dalam realitas wujud, tampak sendiri-sendiri

Itulah wujud dirimu, sebelum dan sesudah penciptaanmu
Sebagaimana keadaan Diri Ku, sediakala dan yang akan datang

Luhurkan ruh dirimu, akan Aku singkapkan hijab dirimu
Tirai penghalang dirimu dan Diri Ku adalah matinya Qalbumu

Saksikan Diri Ku dengan melihat kesejatian Diri Ku
Dalam setiap keindahan dan kesempurnaan, pandanglah Diri Ku

Keindahan dan kesempurnaan Diri Ku sangatlah jelas
Tradisikan semua itu dalam dirimu, engkau akan melihat Diri Ku

Lukisan Kalbu

oleh FK Djuwono


Waktu berlalu bak cahaya berkilat
Semakin dekat akhir penantianku
Momen-momen perjalanan hakikat
Senantiasa indah dalam pandangan kalbu

Tiap detik menghitung masa
Harapan pertemuan kian menggelora
Walau tiap saat dapat bertemu
Namun bukan pertemuan abadiku

Rasa rindu tanpa akhir
Terkadang menyiksa fikir
Rasa cinta bening membara
Membuat diri hilang alfa

Kasih Terkasihku yang selalu dekat
Amat dekat pada diri melekat
Tiada pernah terpisahkan
Tiada pula yang dapat memisahkan

Kesetiaan yang tak teragukan
Kecintaan yang penuh sempurna
Kedamaian yang menyejukkan
Kebeningan dalam terang cahaya

Mata Batin

Jika mengejar sesuatu yang sudah dijamin oleh Allah, engkau lakukan sungguh-sungguh, tetapi kewajibanmu engkau abaikan. Inilah bukti bahwa mata hatimu telah buta.
[Syekh Ibnu Atho’illah]

Allah Maha Kaya, Maha Memiliki segalanya. Dia tidak pernah lupa menjamin kebutuhan hidup dan rejeki makhluk-makhlukNya. Maka tidak ada alasan untuk ragu sedikitpun terhadap urusan duniawi. Tidak ada alasan untuk sibuk memikirkan nasib di masa mendatang. Kita tidak tahu apa yang terjadi besok. Sudah jelas-jelas Allah memberi jaminan rejeki dan penghidupan. Tetapi seringkali mengejarnya, sampai-sampai lupa diri. Hal itu kita lakukan disebabkan kita tidak yakin bahwa jaminan Allah itu datang. Karena sibuk mengejar sesuatu yang sudah pasti berada di tangan, kita korbankan urusan yang lebih besar; urusan akhirat.

Tidakkah kita malu terhadap makhluk Allah SWT yang bernama cecak. Padahal ia sangat lemah dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengejar rejekinya. Bayangkan, binatang cecak tidak bisa terbang, tetapi makanannya berupa nyamuk yang pandai terbang. Dia hanya merayap di dinding dan menanti nyamuk datang mendekat. Meskipun demikian, perut cecak tak pernah kosong. Allah SWT menjamin binatang yang lemah itu dengan rejeki atas kehendakNya.

Cobalah direnungkan agar tidak menjadi rakus mengejar-ngejar rejeki yang sudah pasti. Agar kitatidak begitu mudah mengorbankan perkara yang lebih utama.

Akibat tenggelam dalam lautan duniawi, mengejar sesuatu yang sudah pasti, lalu kita lupa bahwa diri ini adalah seorang hamba, punya kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan. Inilah yang disebut buta mata hati.
Bagaimana mungkin hati dapat memancarkan cahaya, sedangkan di dalamnya terlukis gambaran duniawi. Atau, bagaimana mungkin hati dapat menuju Allah kalau ia masih terikat oleh syahwat [keinginan]. Bagaimana hati akan mempunyai keinginan yang kuat agar masuk kepada kehadirat Allah, padahal hatinya belum suci dari “janabah” kelalaiannya. Atau, bagaimana bisa berharap agar mengerti rahasia-rahasia yang halus, padahal ia belum bertaubat untuk menebus kesalahannya.
[Syekh Ibnu Atho’illah]


Setiap orang beriman tentunya menginginkan hatinya dapat memancarkan cahaya untuk mengenal Allah dengan mata batinnya. Namun hal itu tidak akan dapat dirasakannya jika di dalam hati masih ada goresan-goresan gambaran keadaan dunia, liku-liku kehidupan yang hanya semu. Kondisi bisa menimbulkan kegelapan kalbu. Jika kalbu menjadi gelap, tidak mungkin dapat memancarkan cahayaNya, sinar keimanan tidak dapat menembusnya. Mata batin menjadi tumpul.

Agar kalbu dan mata batin dapat bercahaya, dan dapat mengenal keajaiban-keajaiban Allah, yang harus diperhatikan adalah hendaknya goresan tentang dunia yang dipandang oleh mata lahir yang kemudian menempel di dalam kalbu haruslah disingkirkan. Hal ini merupakan belenggu nafsu. Selama nafsu membelenggu kalbu, maka jangan diharapkan dapat sampai kepada Allah. Jangan berharap dapat melihat keajaiban-keajaiban. Di dalam Al Qur’an diterangkan, “Dan adapun orang-orang yang takut terhadap kebesaran Tuhannya, dan mau menahan hawa nafsu dari keinginannya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” [QS An Naziaat : 40-41]

Selain itu, hendaknya kita membersihkan jiwa dan ruhani dari kesalahan-kesalahan, baik kesalahan terhadap Allah SWT maupun terhadap sesama manusia. Orang yang memiliki kesalahan diibaratkan ia sedang menanggung janabah [junub], yaitu hadas besar yang terlebih dahulu ia harus mandi. Adapun “mandi” dari kesalahan adalah bertaubat.

Orang yang mengharapkan “ilmu” dari Allah, yang mana dengan ilmu itu dapat menyingkap segala yang gaib, haruslah bertaubat dan bertakwa. Orang yang bertakwa tidak mungkin melakukan perbuatan buruk dan rendah. Karena takwa dan perbuatan maksiat merupakan dua hal yang bertolak belakang. Mustahil dua hal itu dapat bertemu.

Oleh karena itu, janganlah kita menuruti keinginan-keinginan yang melantur setinggi langit. Keinginan itu bermuara pada penguasaan harta benda, kenikmatan dan jabatan duniawi. Jika kita mengumbar keinginan yang nilainya rendah tersebut, maka tak mungkin dapat menajamkan mata hati. Jangan berharap dapat menggunakan mata batin untuk menyingkap perkara gaib.

Tidak ada satu benda pun yang menghalangi pandangan batinmu terhadap Allah, namun yang menghalangimu untuk melihatNya adalah persangkaanmu berupa adanya sesuatu yang maujud di samping Allah.
Zat Yang Haq tidak terhijab (terhalang). Yang terhijab adalah kamu sendiri dalam melihat terhadapNya. Seandainya ada yang membatasi pandangan terhadap Allah, berarti sesuatu itu menutupiNya. Jika ada sesuatu yang menutupiNya berarti wujudNya terkurung. Setiap yang mengurung sesuatu, maka pengurung itu menguasainya. Sedangkan Allah adalah Zat Yang Menguasai seluruh hambanya.
[Syekh Ibnu Atho’illah]



Al Washaya

Abu Abdullah Al Harits Ibn Asad Al Anazi Al Muhasibi [ 781M– 857M ]
LURUS
Barang siapa meluruskan batinnya melalui muqarabah dan ikhlas,
Allah akan Menghiasi lahiriahnya dengan mujahadah dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW


DUNIA & AKHIRAT
Manusia yang baik adalah mereka yang tidak terpengaruh akhiratnya oleh dunianya,
Dan tidak pula meninggalkan dunianya sama sekali karena akhiratnya


LIDAH

Janganlah lengah soal lidah, sebab ia bagaikan seekor hewan buas berbahaya yang mangsa pertamanya adalah pemiliknya sendiri
Tutuplah pintu omonganmu sekuat-kuatnya
Jangan membukanya, kecuali jika harus membukanya
Jika engkau membukanya, maka hati-hatilah
Penuhi kebutuhanmu untuk berbicara sekadarnya saja



MENDEKAT & MENJAUH
Hati-hatilah terhadap orang yang mendekatimu atau yang engkau dekati
Sebab orang-orang yang menjauhimu atau orang yang engkau jauhi pasti akan selamat dari dirimu dan engkaupun akan selama dari diri mereka


EVALUASI

Lihatlah sudut-sudut hati kecilmu dengan pandangan mata yang tajam dan pengamatan yang cermat. Jika engkau mendapati sesuatu yang terpuji, maka terpujilah Allah dan teruslah berlalu. Akan tetapi, jika engkau melihat sesuatu yang menjengkelkan, maka ikutilah dengan evaluasi dan pemeriksaan yang baik terhadapnya


WASPADA

Tanda-tanda kewaspadaan yang paling nyata adalah rasa sedih dan duka, serta persiapan yang baik untuk kesedihan dan kedukaan itu
Sedangkan tanda-tanda kelengahan yang paling nyata adalah sikap riang dan angkuh karena keduanya melupakan dan melalaikan kewaspadaan
Meninggalkan kewaspadaan berarti pula meninggalkan persiapan untuk sesuatu setelah kematian


DOSA

Meremehkan dosa kecil adalah pangkal bagi dosa besar
Awalnya adalah kehati-hatian
Kemudian menjadi ketidaksengajaan, kemudian menjadi dosa kecil, dan akhirnya menjadi dosa besar



PUJI
Tidak mungkin seseorang yang senang dipuji karena sesuatu yang belum pernah ia kerjakan
Tidak suka dipuji karena amal yang pernah ia kerjakan, kecuali ia menyukai keduanya


HARAP & SYUKUR

Berharaplah kepadaNya seperti berharapnya orang yang membenarkan janjiNya dan menganggap nyata balasan pahalaNya
Bersyukurlah kepadaNya seperti syukurnya orang yang telah menerima kebaikan-kebaikanNya, telah memperbaiki amal kepadaNya, menghampiriNya, dan memberiNya penghormatan



IBADAH

Landasan ibadah itu kerendahan hati
Sementara kerendahan hati itu takwa
Landasan takwa itu introspeksi
Sedangkan landasan introspeksi itu rasa takut dan berharap
Rasa takut dan berharap muncul dari pemahaman terhadap janji dan ancaman Allah
Pemahaman terhadap janji dan ancaman Allah muncul karena ingat balasan Allah
Dan, ingat balasan Allah itu muncul dari penalaran dan perenungan



MAWAS DIRI

Tanda muraqaabah [mawas diri] adalah memilih apa yang dipilih oleh Allah, menganggap besar apa yang dipandang besar olehNya, dan menganggap remeh apa yang dipandangNya remeh


ZUHUD

Siapa menginginkan sikap zuhud, hendaklah ia menganggap sedikit sesuatu yang dianggap banyak oleh orang lain, menganggap banyak dunianya yang sedikit, menganggap kecil bencana besar yang menimpa dirinya, dan menganggap besar sesuatu yang dianggap kecil oleh orang lain


SABAR

Sabar itu ada tiga macam :
Sabarnya orang yang berjuang untuk bersabar [mutashabbir],
Sabarnya orang yang sabar [shabir], dan

Pemurnian Mental

Sebagaimana kita memiliki kebutuhan terhadap pencucian dan pemurnian tubuh, kita juga memiliki kebutuhan, bahkan lebih lagi, akal kita dicuci dan dimurnikan. Semua ketidakmurnian menyebabkan penyakit, sebagaimana ketidak-aturan dalam kerja sistem fisik. Hal yang sama berlaku bagi akal. Ada ketidakmurnian-ketidakmurnian akal yang menimbulkan penyakit yang berbeda-beda. Dengan mencuci akal, orang membantu menciptakan kesehatan baik pada tubuh maupun pada akal. Kesehatan adalah kondisi alamiah, dan spiritualitas adalah menjadi alamiah.

Sangat sedikit pemikiran seperti ini. Banyak orang mengira, menjadi spiritual berarti mampu melakukan hal-hal yang mengagumkan, mampu melihat hal-hal yang aneh, fenomena yang luar biasa. Sangat sedikit yang mengetahui betapa sederhananya ia, sehingga menjadi spiritual berarti menjadi alami.

Pemurnian mental dapat dilakukan dengan tiga cara. Cara yang pertama adalah menenangkan akal, karena sangat sering aktivitas akal yang memproduksi ketidakmurnian. Penenangan akal menghilangkan ketidakmurnian darinya. Ini seperti mengembalikan akal pada tempat alaminya. Akal dapat diumpamakan seperti kolam air. Ketika air dalam kolam tidak terganggu, pemantulan menjadi jelas. Begitu pun dengan akal, jika akal terganggu, orang tidak dapat menerima intuisi, inspirasi, dengan jelas di dalamnya. Sekali akal tenang, ia akan memberikan pantulan yang jelas, seperti yang terjadi pada kolam air di kolam itu tenang.

Kondisi ini bisa didapatkan dengan cara mempraktekkan penenangan fisikal. Dengan duduk dalam postur tertentu maka pengaruhnya tercipta. Dalam sains, para ahli mengetahui cara-cara duduk yang berbeda dalam keheningan, dan setiap cara memiliki signifikansi tertentu. Dan bukan hanya signifikansi imajiner, ia juga memproduksi hasil yang nyata. Beberapa pengalaman baik secara pribadi maupun melalui orang lain, yang menunjukkan bagaimana cara duduk tertentu dapat mengubah sikap akal. Dan orang-orang kuno mengetahui hal ini. Mereka mengetahui cara-cara duduk yang berbeda bagi orang yang berbeda. Ada cara pendekar, cara pelajar, cara bagi orang meditatif, cara usahawan, cara buruh, cara penemu, dan lain sebagainya. Ada efek besar yang didapatkan orang dengan cara duduk dengan postur tertentu, khususnya bagi akalnya.

Kita mengalaminya dalam kehidupan sehari-hari kita, tetapi kita tidak memikirkannya. Kita pernah duduk dengan cara tertentu tapi kita malah merasa geisah, dan pernah duduk dengan cara lain dan kita merasa damai. Posisi tertentu membuat kita merasa terinspirasi, dan cara duduk yang lain membuat kita lesu, tidak memiliki antusiasme. Dengan menenangkan akal, melalui postur tertentu, orang dapat memurnikan akalnya.

Cara kedua memurnikan akal adalah dengan cara pernapasan. Sangat menarik bagi orang-orang Timur ketika menyaksikan kadang-kadang di Barat, dalam penemuan mereka, orang tidak menyadari telah menerapkan prinsip ini. Orang Barat memiliki mesin yang membersihkan karpet dengan cara menghisap debunya. Prinsip ini adalah sama dengan cara penapasan yang tepat yaitu menghirup debu dari akal lalu mengeluarkannya. Para ilmuwan melangkah sangat jauh dengan mengatakan bahwa orang yang menghembuskan CO2 keluar, udara yang buruk dikeluarkan dengan cara menghembuskannya keluar dari tubuh. Sementara “ilmuwan” Timur melangkah lebih jauh lagi dengan mengatakan bahwa bukan hanya dari tubuh, tetapi juga dari akal. Jika orang mengetahui bagaimana cara menghilangkan ketidakmurnian, orang dapat menghilangkannya lebih dari yang bisa dibayangkan. Ketidakmurnian akal dapat dihembuskan keluar dengan cara bernapas yang benar. Itulah sebabnya mengapa para “ahli” Timur menggabungkan pernapasan dengan postur. Postur membantu menenangkan akal, pernapasan membantu membersihkan akal, kedua-duanya berjalan bersama-sama.

Cara ketiga memurnikan akal adalah dengan sikap, dengan sikap yang benar terhadap kehidupan. Menuju pemurnian adalah cara moral dan jalan agung. Orang bisa saja bernapas dan duduk dengan ribuan postur, tetapi jika tidak memiliki sikap yang baik terhadap kehidupan, dia tidak akan pernah berkembang. Itu hal yang prinsip. Pertanyaannya adalah apakah sikap yang benar itu ? sikap yang benar tergantung pada bagaimana menyenangkan orang menghargai kelemahan-kelemahannya sendiri. Sangat sering orang siap membela dirinya sendiri atas kesalahan dan kekhilafan yang dibuatnya, dan keinginan membuat kesalahan sendiri menjadi benar, tetapi ia tidak melakukan hal yang sama kepada orang lain. Orang menganggapnya sebagai tugasnya ketika harus menilai orang lain. Betapa mudahnya tidak menyetujui orang lain. Begitu mudahnya melangkah ke depan dan membenci orang lain, dan bukan hal yang sulit untuk maju lagi selangkah ke depan dan membenci orang lain. Ketika bertindak dengan cara itu, orang tidak berpikir sebagai suatu kesalahan. Walaupun suatu kondisi yang berkembang itu di dalam diri, orang selalu melihatnya sebagai di luar. Semua kejahatan yang berkembang di dalam diri, orang melihatnya pada orang lain. Oleh karena itu manusia selalu dalam ilusi. Hal yang paling besar adalah bahwa orang yang paling bersalah adalah orang yang menyalahkan. Tetapi lebih baik diekspresikan dengan cara yang lain karena orang yang paling menyalahkan, menjadi orang yang paling bersalah.

Ada keindahan bentuk, warna, garis, cara, karakter. Pada beberapa orang, keindahan itu kurang, sedangkan pada beberapa orang lainnya, keindahan itu berlebih. Hanyalah dengan perbandingan, sehingga satu orang lebih baik ketimbang yang lain. Jika kita tidak membandingkan, orang lain akan tampak baik. Perbandinganlah yang membuat kita menganggap satu hal lebih indah ketimbang yang lain. Jika kita melihat dengan hati-hati, kita akan melihat keindahan tersebut seperti terdapat pada yang lain juga. Sangat sering perbandingan kita tidak benar untuk suatu alasan yang sangat tepat. Meskipun saat ini kita menetapkan dalam akal kita apa yang indah dan bagus, kita layak mengubah konsepsi tersebut dalam waktu sehari, sebulan bahkan setahun atau lebih. Hal itu menunjukkan pada kita bahwa ketika melihat sesuatu, kita mampu menilainya jika keindahannya memanifestasi dalam pandangan kita.

Tidak ada yang perlu dikejutkan bilamana ada sebagian orang berkata “saya mencintai semua hal yang saya lihat di dunia, selain semua penderitaan, perjuangan dan kesulitan, semua berharga.” Sementara sebagian orang lain mengatakan, “semua menyedihkan. Kehidupan itu buruk, tidak ada sedikitpun keindahan di dunia ini.” Masing-masing benar menurut sudut pandangannya. Keduannya sama-sama ikhlas. Tetapi mereka berbeda karena mereka melihatnya dengan cara yang berbeda. Masing-masing memiliki alasan untuk membuktikan kehidupan indah atau tidak sama sekali. Hanya saja, yang satu menguntungkan dirinya dengan pandangan keindahan, dan yang lain menghilangkannya dengan tidak menghargainya, dengan tidak melihat keindahan di dalamnya.

Dengan sikap yang salah, dalam akalnya orang mengumpulkan ekspresi yang tidak diinginkan yang berasal dari orang banyak, karena tidak satu orangpun di dunia ini yang sempurna. Setiap orang memiliki satu sisi yang dapat dikritisi dan ingin diperbaikinya. Ketika melihat sisi itu, orang mengakumulasikan impresi yang membuat orang semakin tidak sempurna karena mereka mengumpulkan ketidaksempurnaan, dan yang kemudian menjadi satu dunia. Dan ketika akal menjadi penyerap yang penuh dengan impresi yang tidak diinginkan, apa yang keluar darinya juga hal-hal yang tidak diinginkan pula. Tidak ada orang yang dapat membicarakan sakit orang lain tanpa kecuali ia memilikinya, karena orang yang membicarakan sakit orang lain, sebenarnya menyakiti dirinya sendiri.

Jadi, pemurnian akal, dari sudut pandang moral, harus dipelajari dalam kehidupan sehari-hari seseorang, dengan mencoba menimbang hal-hal yang simpatik, dengan rasa suka, dengan memandang orang lain sebagaimana memandang diri sendiri, dengan menempatkan diri sendiri dalam posisi mereka, sambil menuduh orang lain dalam melihat ketidakkompakkan mereka. Jiwa-jiwa di bumi dilahirkan tidak sempurna dan menunjukkan ketidaksempurnaan. Dari sini mereka berkembang secara alami, sampai akhirnya menyempurna. Jika semuanya sempurna, tidak akan ada lagi tujuan penciptaan, dan manifestasi telah mengambil tempatnya. Dengan demikian, setiap wujud di sini bisa bergerak dari ketidaksempurnaan kepada kesempurnaan. Itulah tujuan dan kenikmatan kehidupan yang demi hal itu dunia ini diciptakan. Jika kita mengharapkan setiap orang menjadi sebagai sesuatu yang sempurna dan kondisi pun sempurna, maka tidak akan ada kenikmatan dalam hidup dan tidak ada tujuan kita berada di sini.

Oleh karena itu, pemurnian akal bertujuan untuk memurnikannya dari semua impresi yang tidak diinginkan, bukan hanya terhadap kelemahan orang lain, harus juga tiba pada tingkat ketika orang melupakan kelemahannya sendiri. Beberapa orang yang taat dan shaleh menyalahkan diri mereka atas segala kesalahan mereka, sehingga mereka menjadi kesalahan itu sendiri. Berkonsentrasi pada kesalahan terus-menerus, berarti mengukir kesalahan pada akal. Hal yang terbaik adalah dengan melupakan kesalahan sendiri dan kesalahan orang lain dan menetapkan akal pada pengumpulan semua yang baik dan indah-indah.
Ketika di dunia ketidaksempurnaan ini kita mencari semua yang indah dan baik, akan banyak kesempatan kekecewaan. Tetapi, pada saat yang sama, jika kita terus-menerus mencarinya, tidak melihat kepada kemungkinan kecewa itu sendiri, maka kita pasti menemukannya. Dan sekali kita menemukannya, kita akan menemukan lebih banyak keindahan dan kebaikan, dan lebih banyak lagi. Akan tiba suatu saat dalam kehidupan manusia ketika ia dapat melihat beberapa kebaikan pada diri orang yang paling jahat di dunia ini. Ketika ia mencapai posisi itu, meskipun kebaikan ditutupi oleh ribuan hijab, ia akan dapat meletakkan tangannya pada hal yang baik, karena ia mencari kebaikan-kebaikan, dan menarik apa yang baik dan indah.


...... simpati melumerkan kebekuan hati.....
[ Hazrat Inayat Khan ]

Mengenal Diri


Mengenal diri adalah kunci untuk mengenal Tuhan, sesuai ungkapan hadis : “Siapa yang mengenal dirinya, ia mengenal Tuhannya,” dan sebagaimana dikatakan Al Quran : “Akan Kami tunjukkan ayat-ayat Kami di dunia ini dan dalam diri mereka agar kebenaran tampak bagi mereka.” [QS 41 : 53]

Ketahuilah, tak ada yang lebih dekat kepadamu kecuali dirimu sendiri. Jika kau tidak mengetahui dirimu sendiri, bagaimana bisa mengetahui yang lain. Pengetahuanmu tentang diri sendiri dari sisi lahiriah, seperti bentuk muka, badan, anggota tubuh, dan lainnya sama sekali tak akan mengantarmu untuk mengenal Tuhan. Sama halnya, pengetahuanmu mengenai karakter fisikal dirimu, seperti bahwa kalau lapar kau makan, kalau sedih kau menangis, dan kalau marah kau menyerang, bukanlah kunci menuju pengetahuan tentang Tuhan. Bagaimana bisa kau mencapai kemajuan dalam perjalanan ini jika kau mengandalkan insting hewani serupa itu ? Sesungguhnya pengetahuan yang benar tentang diri meliputi beberapa hal berikut :
Siapa aku dan dari mana aku dating ? kemana aku akan pergi, apa tujuan kedatangan dan persinggahanku di dunia ini, dan dimanakah kebahagiaan sejati dapat ditemukan ? ketahuilah, ada tiga sifat yang bersemayam dalam dirimu : hewan, setan dan malaikat. Harus kau temukan, mana di antara ketiganya yang aksidental dan mana yang esensial. Tanpa menyingkap rahasia itu , kau takkan temukan kebahagiaan sejati.

Pekerjaan hewan hanyalah makan, tidur dan berkelahi. Karena itu, jika engkau hewan, sibukkanlah dirimu dalam aktivitas itu. Setan selalu sibuk mengobarkan kejahatan tipu daya, dan dusta. Jika kau termasuk golongan setan, lakukan yang biasa ia kerjakan. Sementara, malaikat selalu merenungkan keindahan Tuhan dan sepenuhnya bebas dari sifat hewani. Jika kau punya sifat malaikat, berjuanglah menemukan sifat-sifat asalimu agar kau dapat mengenali dan merenungi DIA Yang Maha Tinggi serta terbebas dari perbudakan syahwat dan amarah. Berupayalah untuk mencari tahu mengapa kau diciptakan dengan kedua insting hewan ini, syahwat dan amarah, sehingga kau tidak ditundukkan dan diperangkap keduanya. Alih-alih diperbudak keduanya, kau harus menundukkan mereka dan mempergunakannya sebagai kuda tunggangan dan senjatamu.

Langkah pertama untuk mengenal diri adalah menyadari bahwa dirimu terdiri atas bentuk luar yang disebut jasad, dan wujud dalam yang disebut qalb atau ruh. Qalb yang saya maksudkan bukanlah segumpal daging yang terletak di dada kiri, melainkan tuan yang mengendalikan semua fakultas lainnya dalam diri serta mempergunakannya sebagai alat dan pelayannya. Pada hakikatnya, ia bukan sesuatu yang indrawi, melainkan sesuatu yang gaib; ia muncul di dunia ini sebagai pelancong dari negeri asing untuk berdagang dan kelak akan kembali ke tanah asalnya. Pengetahuan tentang wujud dan sifat-sifatnya inilah yang menjadi kunci mengenal Tuhan.

Sebagian pemahaman mengenai hakikat hati atau ruh dapat diperoleh seseorang dengan mengatupkan matanya dan melupakan segala sesuatu di sekitarnya selain dirinya sendiri. Dengan begitu, ia akan mengetahui ketakterbatasan sifat dirinya itu. Namun syariat melarang kita menelisik hakikat ruh sebagaimana ditegaskan Al Quran : “Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakan : ruh adalah urusan Tuhanku.”[QS 17 : 85]
Jadi, sedikit yang dapat diketahui hanyalah bahwa ia merupakan suatu esensi tak terbagi yang termasuk dalam dunia titah [amr], dan bahwa ia bukanlah sesuatu yang abadi, melainkan ciptaan. Pengetahuan filosofis yang tepat mengenai ruh bukanlah awal yang niscaya untuk meniti jalan ruhani. Pengetahuan itu akan didapatkan melalui disiplin diri dan kesabaran menapaki jalan ruhani, sebagaimana dikatakan Al Quran : “Siapa yang berjuang di jalan Kami, pasti akan Kami tunjukkan kepadanya jalan-jalan Kami [yang lurus].” [QS 29 : 69]

Untuk memahami lebih jauh perjuangan batin untuk benar-benar mengenal diri dan Tuhan, kita dapat melihat jasad kita sebagai sebuah kerajaan; jiwa sebagai rajanya dan indra beserta fakultas lain sebagai tentaranya. Akal bisa disebut perdana menterinya, syahwat sebagai pemungut pajak, dan amarah sebagai polisi. Dengan alasan mengumpulkan pajak, syahwat selalu ingin merampas segala hal demi kepentingan sendiri, sementara amarah cenderung bersikap kasar dan keras. Pemungut pajak dan polisi harus selalu ditempatkan di bawah raja, tetapi tak mesti dibunuh atau ditindas, karena mereka punya peran tersendiri yang harus dipenuhinya. Namun jika syahwat dan amarah menguasai nalar, maka jiwa pasti runtuh. Jiwa yang membiarkan fakultas-fakultas yang lebih rendah menguasai yang lebih tinggi, ibarat orang yang menyerahkan bidadari kepada seekor anjing, atau seorang musim kepada seorang raja kafir yang zalim.

Memelihara sifat-sifat setan, hewan, atau malaikat akan melahirkan watak yang bersesuaian dengannya di hari kiamat akan mewujud dalam rupa yang kasat mata, seperti syahwat menjadi babi, amarah menjadi anjing dan srigala, serta kesucian mewujud dalam rupa malaikat. Pendisiplinan moral bertujuan membersihkan kalbu dari karat syahwat dan amarah sehingga sebening cermin yang mampu memantulkan cahaya ilahi.

Mungkin ada orang yang berkeberatan dan menanyakan, “jika manusia diciptakan dengan sifat-sifat hewan, setan dan malaikat, bagaimana kita bisa tahu bahwa sifat malaikat adalah esensi kita, sementara sifat hewan dan setan hanyalah aksidensi ?.”
Jawabannya, esensi setiap makhluk adalah sesuatu yang tertinggi dan khas dalam dirinya. Contohnya, kuda dan keledai adalah hewan pengangkut beban, tetapi kuda lebih unggul karena ia dipergunakan juga untuk perang. Jika tidak, kuda terpuruk hanya menjadi hewan pengangkut beban. Fakultas tertinggi dalam diri manusia adalah akal yang memampukannya merenung tentang Tuhan. Jika akal mendominasi, maka ketika mati ia terbebas dari kecenderungan syahwat dan amarah, sehingga dapat bergabung dengan para malaikat. Dibandingkan dengan beberapa jenis hewan, manusia jauh lebih lemah. Berkat akal, ia dapat mengungguli mereka sebagaimana dikatakan Al Quran : “Telah kami tundukkan segala sesuatu di atas bumi untuk manusia.” [QS 45 : 13]
Sebaliknya, jika sifat hewani atau setan yang berkuasa, maka setelah mati ia akan selalu menghadap ke bumi dan mendambakan kesenangan duniawi.

Betapa mengagumkan, jiwa rasional [akal] manusia berlimpah dengan pengetahuan dan kekuatan. Berkat keduanya ia dapat menguasai seni dan sains, mampu bolak-balik dari bumi ke angkasa secepat kilat, dapat memetakan langit dan mengukur jarak antarbintang. Berkat ilmu dan kekuatan ia juga dapat menangkap ikan dari lautan dan burung di udara, bahkan kuasa menundukkan binatang liar seperti gajah, unta dan kuda. Panca indranya bagaikan lima pintu yang terbuka menghadap dunia luar. Namun yang paling menakjubkan dari semua itu adalah kalbunya yang memiliki jendela terbuka ke dunia ruh yang gaib. Dalam keadaan tidur, ketika saluran indranya tertutup, jendela ini terbuka menerima berbagai gambaran dari dunia gaib, yang kadang-kadang mengabarkan isyarat tentang masa depan. Kalbunya bagaikan sebuah cermin yang memantulkan segala sesuatu di Lauh Mahfuzh. Tetapi, bahkan di saat ia tidur, pikiran-pikiran yang bersifat duniawi akan memburamkan cermin tersebut sehingga kesan-kesan yang diterimanya tidak jelas. Bagaimanapun, saat kematian datang, semua pikiran seperti itu akan sirna dan hakikat segala sesuatu tampak sejelas-jelasnya. Saat itulah yang dimaksud dalam ayat Al Quran : “kamu lalai dari [hal] ini. Kami singkapkan tutup matamu sehingga penglihatanmu pada hari itu sangat tajam.” [QS 50 : 22]

Jendela dalam kalbu ini juga dapat terbuka dan mengarah ke dunia gaib di saat-saat yang menyerupai ilham kenabian, yakni ketika intuisi muncul dalam pikiran tanpa melalui perangkat indrawi. Makin seseorang memurnikan dirinya dari hasrat badani dan memusatkan pikiran kepada Tuhan, semakin peka ia terhadap intuisi-intuisi seperti itu. Orang yang tidak menyadari intuisi semacam itu tak berhak menyangkal keberadaannya.

Dan tidak hanya para nabi yang bisa menerima intuisi seperti itu. Layaknya sebatang besi yang terus dipoles akan berubah menjadi cermin, pikiran siapapun akan mampu menerima intuisi seperti itu jika dilatih dengan disiplin yang keras. Kebenaran inilah yang diisyaratkan oleh Nabi ketika beliau bersabda : “setiap anak dilahirkan dengan fitrah [kecenderungan menjadi musli]; orang tuanya kemudian menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
Setiap manusia di lubuk terdalam kesadarannya mendengar pertanyaan, “Bukankah Aku ini Tuhanmu ?,” dan menjawab, “ya” [referensi QS 7 : 172]. Tetapi kebanyakan kalbu manusia bagaikan cermin yang telah tertutup karat dan kotoran sehingga tidak dapat memantulkan gambaran yang jernih. Berbeda dengan kalbu para nabi dan wali yang, meski mereka pun memiliki nafsu serupa kita, sangat peka terhadap kesan-kesan ilahiah.

Sebagaimana dikatakan di atas, jiwa rasional dilimpahi pengetahuan dan kekuatan. Jadi, intuisi seperti itu tidak hanya bisa diraih dengan pengetahuan, yang membuat manusia lebih unggul dari semua makhluk lainnya, tetapi juga dengan kekuatan. Sebagaimana malaikat menguasai pelbagai kekuatan alam, jiwa manusia pun berkuasa mengatur semua anggota badan. Jiwa yang telah mencapai tingkat kekuatan tertentu, tidak saja dapat mengatur jasadnya sendiri, melainkan juga jasad orang lain. Jika ia ingin agar seseorang yang sakit sembuh, si sakit akan sembuh, atau jika ingin seseorang yang sehat agar jatuh sakit, sakitlah orang itu, atau jika ia inginkan kehadiran seseorang, orang itu akan dating dihadapannya. Baik atau buruk akibat yang ditimbulkan oleh jiwa yang sangat kuat ini bergantung pada sumber kekuatannya, sihir ataukah mukjizat.

Ada tiga hal yang membedakan jiwa yang sangat kuat ini dari jiwa orang kebanyakan.
Pertama, apa yang dilihat orang lain hanya dalam mimpi, mereka melihatnya di saat-saat jaga.
Kedua, sementara kehendak orang lain hanya mempengaruhi jasad mereka, jiwa ini, dengan kekuatan kehendakNya, bisa pula menggerakkan jasad orang lain.
Ketiga, jika orang lain mesti belajar keras untuk mendapatkan suatu pengetahuan, ia mendapatkannya melalui intuisi.

Tentu saja ada banyak hal lain yang membedakan jiwa mereka dari jiwa kebanyakan manusia. Namun, ketiga tanda itulah yang dapat diketahui umum. Sebagaimana tidak ada sesuatupun yang mengetahui hakikat sifat-sifat Tuhan kecuali Tuhan, sifat sejati seorang nabi pun hanya diketahui oleh nabi. Tak perlu merasa heran, karena dalam kehidupan sehari-haripun kita tak mungkin menerangkan keindahan puisi pada seseorang yang tak peka terhadap rima dan irama, atau menjelaskan keindahan warna kepada seorang yang buta. Selain ketidakmampuan, ada perintang-perintang lain untuk mencapai kebenaran spiritual. Satu di antaranya adalah pengetahuan capaian lahiriah. Jelasnya, hati manusia bisa digambarkan sebagai sumur dan panca indra sebagai lima aliran yang terus mengaliri sumur itu. Untuk mengetahui kandungan hati yang sebenarnya, kita harus menghentikan aliran-aliran tersebut dan membersihkan sampah yang dibawanya. Dengan kata lain, jika kita ingin sampai kepada kebenaran ruhani yang murni, kita mesti membuang pengetahuan yang telah dicapai melalui proses indrawi dan yang sering kali mengeras menjadi prasangka dogmatis.

Namun banyak juga orang yang salah kaprah menyikapi pengetahuan capaian lahiriah ini. Banyak orang yang dangkal ilmunya, seraya mengutip beberapa ungkapan yang mereka dengar dari guru-guru sufi, bercuap-cuap mencela dan menajiskan semua jenis pengetahuan. Ia tak ubahnya seseorang yang tak tahu kimia lalu berkoar : “kimia lebih baik daripada emas,” seraya menolak emas ketika ditawarkan kepadanya. Kimia memang lebih baik dari emas, tetapi alkemis sejati amatlah langka,begitupun sufi sejati.

Setiap orang yang mengkaji persoalan in akan melihat bahwa kebahagiaan sejati tak bisa dilepaskan dari makrifat, mengenal Tuhan. Tiap fakultas dalam diri manusia menyukai segala sesuatu yang untuk itu dia diciptakan. Syahwat senang memenuhi hasrat nafsu, kemarahan menyukai balas dendam, mata menyukai pemandangan indah, dan telinga senang mendengar suara-suara merdu. Jiwa manusia diciptakan dengan tujuan agar ia mencerap kebenaran. Karenanya, ia akan merasa senang dan tenang dalalm upaya tersebut. Bahkan dalam persoalan yang remeh sekalipun, seperti permainan catur, manusia merasakan kesenangan. Dan, semakin tinggi materi pengetahuan yang didapat, semakin besar rasa senangnya. Orang akan senang jika dipercaya menjadi perdana menteri, tetapi ia akan jauh senang jika semakin dekat kepada raja yang mungkin mengungkapkan berbagai rahasia kepadanya.

Seorang astronom yang dengan pengetahuannya bisa memetakan posisi bintang-bintang dan menguraikan lintasan-lintasannya, pasti merasa jauh lebih senang ketimbang pemain catur. Maka tentu saja hati ini akan merasa teramat bahagia saat mengetahui bahwa tak ada sesuatupun yang lebih tinggi dari Allah. Pengetahuan tentang Allah merupakan satu-satunya subyek pengetahuan tertinggi sehingga orang yang berhasil meraihnya pasti akan merasakan puncak kesenangan.

Orang yang tak menginginkan pengetahuan ini tak beda dengan orang yang tak menyukai makanan sehat; atau layaknya orang yang lebih suka lempung ketimbang roti. Ketika kematian datang dan membunuh semua organ tubuh yang bisa diperalat nafsu, semua dorongan dan hasrat badani musnah, tetapi jiwa manusia tidak. Ia akan tetap hidup dan menyimpan segala pengetahuannya tentang Tuhan, malah pengetahuannya semakin bertambah.

Satu bagian penting dari pengetahuan tentang Tuhan timbul dari kajian dan perenungan atas jasad manusia yang menampilkan kebijaksanaan, kekuasaan, serta cinta Penciptanya. Dengan kekuasaanNya, Dia membangun kerangka tubuh manusia yang luar biasa ini hanya dari setetes air mani. Kerumitan jasad kita dan kemampuan setiap bagiannya untuk bekerja secara harmonis menunjukkan kebijakanNya. CintaNya Dia perlihatkan dengan memberi organ tubuh yang mutlak diperlukan manusia, seperti hati, jantung, dan otak, dan juga organ yang tidak mutlak dibutuhkan, seperti tangan, kaki, lidah dan mata. Lalu Dia menyempurnakan ciptaanNya itu dengan menambahkan rambut yang hitam, bibir yang memerah, dan bulu mata yang melengkung.

Karena itu sangat pantas jika manusia disebut alam al shaghir [mikrokosmos]. Struktur jasadnya mesti dipelajari, bukan hanya oleh orang yang ingin menjadi dokter, melainkan juga oleh orang yang ingin mencapai pengetahuan lebih dalam tentang Tuhan, sebagaimana studi yang mendalam tentang keindahan dan gaya bahasa pada sebuah puisi yang indah akan mengungkapkan lebih banyak kegeniusan penulisnya.

Namun dibandingkan pengetahuan tentang jasad beserta fungsi-fungsinya, pengetahuan tentang jiwa lebih banyak berperan mengantar manusia pada pengetahuan tentang Tuhan. Jasad bisa diumpamakan seekor kuda sementara jiwa adalah penunggangnya. Jasad diciptakan untuk jiwa dan jiwa untuk jasad. Jika seseorang tidak mengetahui jiwanya, sesuatu yang paling dekat kepadanya, maka pengakuannya bahwa ia mengetahui hal-hal lain tidak berarti apa-apa. Ia tak ubahnya pengemis yang tak punya persediaan makanan, lalu mengaku bisa memberi makan seluruh penduduk kota.

Orang yang mengabaikan kebesaran jiwa manusia dan menodai kesuciannya dengan mengotori atau bahkan merusaknya, pasti akan kalah di dunia dan di akhirat. Kebesaran manusia yang sebenarnya terletak pada kemampuannya untuk terus maju dan berkembang. Tanpa kemampuan itu ia akan menjadi makhluk lainnya, takluk oleh rasa lapar, haus, panas, dingin, dan musnah oleh penderitaan. Sering kali apa yang disukai seseorang justru sangat membahayakan dirinya. Dan segala hal yang memajukannya tidak bisa diperoleh kecuali dengan kesusahan dan kerja keras. Intelektualitas manusia sesungguhnya sangat rapuh. Sedikit saja kekacauan dalam otaknya sudah cukup untuk merusak atau membuatnya gila. Dan fisiknya pun lebih lemah dibanding dengan hewan; bahkan sengatan tawon saja sudah mampu mengusik ketenangan dan kesehatannya. Tabiatnya bahkan lebih lemah lagi. Satu rupiah hilang dari kantongnya ia kelabakan dan gelisah tak keruan. Kecantikannya pun, berkat kulitnya yang lembut, hanya sedikit lebih baik daripada makhluk lainnya. Jika tidak sering dicuci, manusia akan tampak sangat menjijikkan dan memalukan.

Sebenarnya manusia merupakan makhluk yang teramat lemah dan hina di dunia ini. Kebernilaian dan keutamaannya hanya akan mewujud di negeri akhirat. Melalui pendisiplinan diri ia akan naik dari tingkatan hewan ke tingkatan malaikat. Karena itu, disertai kesadaran sebagai makhluk terbaik dan paling unggul, ia harus berusaha mengetahui ketakberdayaannya, karena pengetahuan itu menjadi salah satu kunci untuk membuka pengetahuan tentang Allah.

Harta itu adalah Harta Tuhan

Semua harta yang kita miliki, pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. Selama berada di tangan kita, harta itu hanyalah pinjaman dari Allah SWT, karena setiap saat Allah dapat mengambilnya kembali. Gunakan harta itu dengan baik pada jalan yang baik pula. Infakkanlah harta itu di jalan Allah, karena apa yang kita infakkan dijalanNya akan menjadi harta yang hakiki. Kita harus ingat bahwa setiap infak yang kita berikan akan mendapat balasan di akhirat kelak. Infak inilah yang akan menjadi bekal yang sangat kita perlukan pada waktu itu, dan balasan yang diberikan Allah akan berlipat ganda hingga sepuluh kali amalan yang telah kita lakukan. Demikianlah seterusnya hingga menjadi lebih banyak dari itu, sesuai dengan kehendakNya. Rasulullah SAW bersabda, “Mereka yang menyedekahkan hartanya kepada orang lain, hartanya tidak akan berkurang. Bahkan, harta itu akan bertambah, dan bertambah, dan bertambah.”

Apa yang kita infakkan, sebenarnya itulah yang menjadi harta kita. Dan apa yang kita pertahankan, mungkin suatu saat akan diambil kembali oleh Tuhan yang memberinya atau mungkin akan menjadi hak orang lain. Betapa banyak malapetaka yang menimpa orang-orang yang telah mengabaikan kewajiban atas hartanya. Harta adalah fitnah [ujian], sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam surat At Taghaabun ayat 15, yang artinya “Bahwasanya hartamu dan anak-anakmu itu adalah fitnah [ujian], dan di sisi Allah ada pahala yang besar.”

Jika harta itu tidak diinfakkan di jalan yang benar sebagaimana yang diperintahkan Allah, maka harta itu akan menjadi fitnah [ujian]. Artinya, jika si pemiliknya tidak lulus dalam ujian terkait harta yang dimilikinya, maka harta itu akan menjadi fitnah [ujian] yang dapat melumatkan si pemiliknya. Fitnah [ujian] yang dijatuhkanNya kepada hartawan yang lalim bisa saja diberlakukanNya baik saat hidup di dunia maupun di kehidupan kekal nanti. Nauzubillahi min dzalik...

Bahwa di antara harta kita terdapat hak fakir miskin dan orang-orang terlantar yang membutuhkan bantuan kita, khususnya kaum kerabat dan tetangga dekat. Hak fakir miskin dalam konteks ini bukan berarti zakat yang sudah menjadi kewajiban atas harta kita yang harus dibayarkan. Bahkan selain zakat, ada pula kewajiban-kewajiban lain yang harus dikerjakan, yaitu sedekah sukarela untuk membantu orang-orang yang memerlukannya.

Betapa lebih indah kehidupan dunia fana ini bilamana setiap orang menyadari dan memahami arti harta yang dititipkanNya, terutama konsekuensi atas harta titipan itu. Niscaya tidak ada kemiskinan yang parah terjadi secara meluas di bumi ini, sebaliknya kesejahteraan yang adil dan merata di penjuru negeri, rasa kebersamaan sebagai makhlukNya membumi dan melangit.

Jadi, tunggu apalagi untuk memulai dari diri sendiri dan lingkungan diri ? .. sebelum terlambat, mulailah bersihkan dan berbenah diri, menghitung bagian-bagian yang hakikatnya bukanlah milikmu, agar tak membebani diri saat bel kepulangan abadi didentangkanNya. Untuk dunia, kita ikut berpartisipasi membangun negeri ini menuju masyarakat yang sejahtera.