Laman

Kamis, 23 Januari 2014

Pemurnian Mental

Sebagaimana kita memiliki kebutuhan terhadap pencucian dan pemurnian tubuh, kita juga memiliki kebutuhan, bahkan lebih lagi, akal kita dicuci dan dimurnikan. Semua ketidakmurnian menyebabkan penyakit, sebagaimana ketidak-aturan dalam kerja sistem fisik. Hal yang sama berlaku bagi akal. Ada ketidakmurnian-ketidakmurnian akal yang menimbulkan penyakit yang berbeda-beda. Dengan mencuci akal, orang membantu menciptakan kesehatan baik pada tubuh maupun pada akal. Kesehatan adalah kondisi alamiah, dan spiritualitas adalah menjadi alamiah.

Sangat sedikit pemikiran seperti ini. Banyak orang mengira, menjadi spiritual berarti mampu melakukan hal-hal yang mengagumkan, mampu melihat hal-hal yang aneh, fenomena yang luar biasa. Sangat sedikit yang mengetahui betapa sederhananya ia, sehingga menjadi spiritual berarti menjadi alami.

Pemurnian mental dapat dilakukan dengan tiga cara. Cara yang pertama adalah menenangkan akal, karena sangat sering aktivitas akal yang memproduksi ketidakmurnian. Penenangan akal menghilangkan ketidakmurnian darinya. Ini seperti mengembalikan akal pada tempat alaminya. Akal dapat diumpamakan seperti kolam air. Ketika air dalam kolam tidak terganggu, pemantulan menjadi jelas. Begitu pun dengan akal, jika akal terganggu, orang tidak dapat menerima intuisi, inspirasi, dengan jelas di dalamnya. Sekali akal tenang, ia akan memberikan pantulan yang jelas, seperti yang terjadi pada kolam air di kolam itu tenang.

Kondisi ini bisa didapatkan dengan cara mempraktekkan penenangan fisikal. Dengan duduk dalam postur tertentu maka pengaruhnya tercipta. Dalam sains, para ahli mengetahui cara-cara duduk yang berbeda dalam keheningan, dan setiap cara memiliki signifikansi tertentu. Dan bukan hanya signifikansi imajiner, ia juga memproduksi hasil yang nyata. Beberapa pengalaman baik secara pribadi maupun melalui orang lain, yang menunjukkan bagaimana cara duduk tertentu dapat mengubah sikap akal. Dan orang-orang kuno mengetahui hal ini. Mereka mengetahui cara-cara duduk yang berbeda bagi orang yang berbeda. Ada cara pendekar, cara pelajar, cara bagi orang meditatif, cara usahawan, cara buruh, cara penemu, dan lain sebagainya. Ada efek besar yang didapatkan orang dengan cara duduk dengan postur tertentu, khususnya bagi akalnya.

Kita mengalaminya dalam kehidupan sehari-hari kita, tetapi kita tidak memikirkannya. Kita pernah duduk dengan cara tertentu tapi kita malah merasa geisah, dan pernah duduk dengan cara lain dan kita merasa damai. Posisi tertentu membuat kita merasa terinspirasi, dan cara duduk yang lain membuat kita lesu, tidak memiliki antusiasme. Dengan menenangkan akal, melalui postur tertentu, orang dapat memurnikan akalnya.

Cara kedua memurnikan akal adalah dengan cara pernapasan. Sangat menarik bagi orang-orang Timur ketika menyaksikan kadang-kadang di Barat, dalam penemuan mereka, orang tidak menyadari telah menerapkan prinsip ini. Orang Barat memiliki mesin yang membersihkan karpet dengan cara menghisap debunya. Prinsip ini adalah sama dengan cara penapasan yang tepat yaitu menghirup debu dari akal lalu mengeluarkannya. Para ilmuwan melangkah sangat jauh dengan mengatakan bahwa orang yang menghembuskan CO2 keluar, udara yang buruk dikeluarkan dengan cara menghembuskannya keluar dari tubuh. Sementara “ilmuwan” Timur melangkah lebih jauh lagi dengan mengatakan bahwa bukan hanya dari tubuh, tetapi juga dari akal. Jika orang mengetahui bagaimana cara menghilangkan ketidakmurnian, orang dapat menghilangkannya lebih dari yang bisa dibayangkan. Ketidakmurnian akal dapat dihembuskan keluar dengan cara bernapas yang benar. Itulah sebabnya mengapa para “ahli” Timur menggabungkan pernapasan dengan postur. Postur membantu menenangkan akal, pernapasan membantu membersihkan akal, kedua-duanya berjalan bersama-sama.

Cara ketiga memurnikan akal adalah dengan sikap, dengan sikap yang benar terhadap kehidupan. Menuju pemurnian adalah cara moral dan jalan agung. Orang bisa saja bernapas dan duduk dengan ribuan postur, tetapi jika tidak memiliki sikap yang baik terhadap kehidupan, dia tidak akan pernah berkembang. Itu hal yang prinsip. Pertanyaannya adalah apakah sikap yang benar itu ? sikap yang benar tergantung pada bagaimana menyenangkan orang menghargai kelemahan-kelemahannya sendiri. Sangat sering orang siap membela dirinya sendiri atas kesalahan dan kekhilafan yang dibuatnya, dan keinginan membuat kesalahan sendiri menjadi benar, tetapi ia tidak melakukan hal yang sama kepada orang lain. Orang menganggapnya sebagai tugasnya ketika harus menilai orang lain. Betapa mudahnya tidak menyetujui orang lain. Begitu mudahnya melangkah ke depan dan membenci orang lain, dan bukan hal yang sulit untuk maju lagi selangkah ke depan dan membenci orang lain. Ketika bertindak dengan cara itu, orang tidak berpikir sebagai suatu kesalahan. Walaupun suatu kondisi yang berkembang itu di dalam diri, orang selalu melihatnya sebagai di luar. Semua kejahatan yang berkembang di dalam diri, orang melihatnya pada orang lain. Oleh karena itu manusia selalu dalam ilusi. Hal yang paling besar adalah bahwa orang yang paling bersalah adalah orang yang menyalahkan. Tetapi lebih baik diekspresikan dengan cara yang lain karena orang yang paling menyalahkan, menjadi orang yang paling bersalah.

Ada keindahan bentuk, warna, garis, cara, karakter. Pada beberapa orang, keindahan itu kurang, sedangkan pada beberapa orang lainnya, keindahan itu berlebih. Hanyalah dengan perbandingan, sehingga satu orang lebih baik ketimbang yang lain. Jika kita tidak membandingkan, orang lain akan tampak baik. Perbandinganlah yang membuat kita menganggap satu hal lebih indah ketimbang yang lain. Jika kita melihat dengan hati-hati, kita akan melihat keindahan tersebut seperti terdapat pada yang lain juga. Sangat sering perbandingan kita tidak benar untuk suatu alasan yang sangat tepat. Meskipun saat ini kita menetapkan dalam akal kita apa yang indah dan bagus, kita layak mengubah konsepsi tersebut dalam waktu sehari, sebulan bahkan setahun atau lebih. Hal itu menunjukkan pada kita bahwa ketika melihat sesuatu, kita mampu menilainya jika keindahannya memanifestasi dalam pandangan kita.

Tidak ada yang perlu dikejutkan bilamana ada sebagian orang berkata “saya mencintai semua hal yang saya lihat di dunia, selain semua penderitaan, perjuangan dan kesulitan, semua berharga.” Sementara sebagian orang lain mengatakan, “semua menyedihkan. Kehidupan itu buruk, tidak ada sedikitpun keindahan di dunia ini.” Masing-masing benar menurut sudut pandangannya. Keduannya sama-sama ikhlas. Tetapi mereka berbeda karena mereka melihatnya dengan cara yang berbeda. Masing-masing memiliki alasan untuk membuktikan kehidupan indah atau tidak sama sekali. Hanya saja, yang satu menguntungkan dirinya dengan pandangan keindahan, dan yang lain menghilangkannya dengan tidak menghargainya, dengan tidak melihat keindahan di dalamnya.

Dengan sikap yang salah, dalam akalnya orang mengumpulkan ekspresi yang tidak diinginkan yang berasal dari orang banyak, karena tidak satu orangpun di dunia ini yang sempurna. Setiap orang memiliki satu sisi yang dapat dikritisi dan ingin diperbaikinya. Ketika melihat sisi itu, orang mengakumulasikan impresi yang membuat orang semakin tidak sempurna karena mereka mengumpulkan ketidaksempurnaan, dan yang kemudian menjadi satu dunia. Dan ketika akal menjadi penyerap yang penuh dengan impresi yang tidak diinginkan, apa yang keluar darinya juga hal-hal yang tidak diinginkan pula. Tidak ada orang yang dapat membicarakan sakit orang lain tanpa kecuali ia memilikinya, karena orang yang membicarakan sakit orang lain, sebenarnya menyakiti dirinya sendiri.

Jadi, pemurnian akal, dari sudut pandang moral, harus dipelajari dalam kehidupan sehari-hari seseorang, dengan mencoba menimbang hal-hal yang simpatik, dengan rasa suka, dengan memandang orang lain sebagaimana memandang diri sendiri, dengan menempatkan diri sendiri dalam posisi mereka, sambil menuduh orang lain dalam melihat ketidakkompakkan mereka. Jiwa-jiwa di bumi dilahirkan tidak sempurna dan menunjukkan ketidaksempurnaan. Dari sini mereka berkembang secara alami, sampai akhirnya menyempurna. Jika semuanya sempurna, tidak akan ada lagi tujuan penciptaan, dan manifestasi telah mengambil tempatnya. Dengan demikian, setiap wujud di sini bisa bergerak dari ketidaksempurnaan kepada kesempurnaan. Itulah tujuan dan kenikmatan kehidupan yang demi hal itu dunia ini diciptakan. Jika kita mengharapkan setiap orang menjadi sebagai sesuatu yang sempurna dan kondisi pun sempurna, maka tidak akan ada kenikmatan dalam hidup dan tidak ada tujuan kita berada di sini.

Oleh karena itu, pemurnian akal bertujuan untuk memurnikannya dari semua impresi yang tidak diinginkan, bukan hanya terhadap kelemahan orang lain, harus juga tiba pada tingkat ketika orang melupakan kelemahannya sendiri. Beberapa orang yang taat dan shaleh menyalahkan diri mereka atas segala kesalahan mereka, sehingga mereka menjadi kesalahan itu sendiri. Berkonsentrasi pada kesalahan terus-menerus, berarti mengukir kesalahan pada akal. Hal yang terbaik adalah dengan melupakan kesalahan sendiri dan kesalahan orang lain dan menetapkan akal pada pengumpulan semua yang baik dan indah-indah.
Ketika di dunia ketidaksempurnaan ini kita mencari semua yang indah dan baik, akan banyak kesempatan kekecewaan. Tetapi, pada saat yang sama, jika kita terus-menerus mencarinya, tidak melihat kepada kemungkinan kecewa itu sendiri, maka kita pasti menemukannya. Dan sekali kita menemukannya, kita akan menemukan lebih banyak keindahan dan kebaikan, dan lebih banyak lagi. Akan tiba suatu saat dalam kehidupan manusia ketika ia dapat melihat beberapa kebaikan pada diri orang yang paling jahat di dunia ini. Ketika ia mencapai posisi itu, meskipun kebaikan ditutupi oleh ribuan hijab, ia akan dapat meletakkan tangannya pada hal yang baik, karena ia mencari kebaikan-kebaikan, dan menarik apa yang baik dan indah.


...... simpati melumerkan kebekuan hati.....
[ Hazrat Inayat Khan ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar