Laman

Sabtu, 16 Agustus 2014

Mereka yang Tersungkur karena Al-Quran


Kisah ini menceritakan seorang hamba Allah yang sangat peka terhadap firman Tuhannya. Pemahamannya terhadap Al-Quran dan rasa takutnya terhadap Sang Pencipta menyebabkan hatinya sangat lululh terhadap Al-Quran. Dia bisa jatuh tersungkur, menangis tersedu-sedu, pingsang, bahkan hingga mati, karena mendengar lantunan Al-Quran. Bukan dibuat-buat, tapi betul-betul buah dari ketakwaannya.

Barangkali merekalah orang yang dimaksud dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَدْخُلُ الْجَنَّةَ أَقْوَامٌ أَفْئِدَتُهُمْ مِثْلُ أَفْئِدَةِ الطَّيْرِ

“Akan masuk surga sekelompok orang, hati mereka seperti hati burung.” (HR. Ahmad 8382 & Muslim 2840)

Mereka orang yang hatinya sangat lunak, dipenuhi dengan ketakutan kepada Sang Pencipta. Sebagaimana burung. Binatang yang sangat peka dan mudah kaget.

Diantara hamba Allah yang bisa mencapai derajat semacam ini adalah Ali bin Fudhail bin Iyadh rahimahullah. Beliau digelari qatilul qur’an (orang yang ‘dibunuh’ Al-Quran). Al-Munawi dalam Faidhul Qadir (6/460) mengatakan:

وسمي علي بن الفضيل قتيل القرآن

“Ali bin Fudhail digelari qatilul quran”

Beliau bukan ahlul bait. Bukan pula keturunan kerajaan. Beliau putra seorang ulama yang dikenal sangat zuhud, Fudhail bin Iyadh rahimahullah.
Diceritakan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (2/302), dari Muhammad bin Bisyr Al-Makki, beliau bercerita:

Pada suatu hari kami bernah berjalan bersama Ali bin Fudhail. Kemudian kami melewati daerah Bani Al-Harits Al-Makhzumi, yang pada saat itu ada seorang guru yang sedang mengajar anak-anak. Kemudian sang guru membaca firman Allah:

لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى

“Supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).” (QS. An-Najm: 31)

Tiba-tiba Ali bin Fudhail langsung teriak dan jatuh pingsan. Datanglah ayahnya dan mengatakan: “Sungguh, dia terbunuh karena Al-Quran.”

Kemudian dia dibawa pulang. Salah seorang yang membawanya pulang bercerita bahwa Fudhail, ayahnya mengabarkan, Ali tidak bisa shalat pada hari itu, shalat dzuhur, asar, maghrib, dan isya. Pada tengah malam dia baru sadar.

Di lain kasus, Ibnu Qudamah menceritakan kisah seorang pemuda dalam kitabnya At-Tawwabin. Seorang pemuda dari Al-Azd. Beliau menghadiri majlis ilmu. Ketika beliau mendengan ada orang yang membaca firman Allah:

وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْآزِفَةِ إِذِ الْقُلُوبُ لَدَى الْحَنَاجِرِ كَاظِمِينَ مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلَا شَفِيعٍ يُطَاعُ

Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari kiamat yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafa’at yang diterima syafa’atnya. (QS. Ghafir: 18)

Tiba-tiba, beliau jatuh tersungkur, pingsan. Akhirnya dia diangkat di tengah keramaian banyak orang dalam kondisi pingsan.

Ya rabbi, jadikanlah kami hamba-Mu yang lunak hatinya, dan mencintai mereka yang lunak hatinya.

Tersenyumlah seperti Senyum Rasulullah


Rasulullah SAW sangat terkenal dengan senyumannya. Banyak kesaksian dan kisah Rasulullah SAW yang diceritakan oleh para sahabat, diantaranya adalah:
Rasulullah SAW menyatakan bahwa senyum adalah ibadah
Rasulullah SAW selalu tersenyum pada istrinya
Senyuman merupakan wujud tertawa Rasulullah SAW. Beliau tidak pernah tertawa terbahak-bahak
Rasulullah SAW menggunakan senyuman ketika menegur seseorang
Rasulullah SAW tetap tersenyum ketika menerima ancaman. Baca kisah “Ancaman Raja Persia“
Rasulullah SAW tersenyum ketika membebaskan tawanan orang kafir
Walaupun Rasulullah SAW sering tersenyum ketika disakiti, namun jika hukum Allah dilanggar, wajahnya akan memerah karena marah
Referensi:
Rasulullah SAW bersabda, ”Tersenyum ketika bertemu dengan saudara kalian adalah termasuk ibadah”. (Riwayat At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Al-Baihaqi)
Abdullah bin Al-Harist Radliyallahu’anhu menuturkan, yang artinya,”Tidak pernah aku melihat seseorang yang lebih banyak tersenyum daripada Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam “. (Riwayat At-Tirmidzi)
Al-Husein Radliyallahu’anhu, cucu beliau, menuturkan keluhuran budi pekerti beliau. Ia berkata,” Aku bertanya kepada Ayahku tentang adab dan etika Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam terhadap orang-orang yang bergaul dengan beliau. Ayahku menuturkan, ‘Beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam senantiasa tersenyum, budi pekerti lagi rendah hati, beliau bukanlah seorang yang kasar, tidak suka berteriak-teriak, bukan tukang cela, tidak suka mencela makanan yang tidak disukainya. Siapa saja mengharapkan pasti tidak akan kecewa dan siapa saja yang memenuhi undangannya pasti akan senantiasa puas…..” (Riwayat At-Tirmidzi)
Dalam sebuah riwayat disebutkan pula, ”Belum pernah aku menemukan orang yang paling banyak tersenyum seperti halnya Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam “. (Riwayat At-Tirmidzi)
Aisyah Radliyallahu’anha mengungkapkan, yang artinya, ”Adalah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam ketika bersama istri-istrinya merupakan seorang suami yang paling luwes dan semulia-mulia manusia yang dipenuhi dengan gelak tawa dan senyum simpul”. (Riwayat Ibnu Asakir)
Aisyah Radliyallahu’anha bercerita, yang artinya, “Tidak pernah saya melihat Raulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam tertawa terbahak-bahak sehingga kelihatan batas kerongkongannya. Akan tetapi tertawa beliau adalah dengan tersenyum”. (Riwayat Al-Bukhari)
Anas bin Malik berkata, “Rasulullah adalah orang yang paling mulia akhlaknya, paling lapang dadanya, dan paling luas kasih sayangnya, suatu hari aku diutus Nabi untuk suatu keperluan, lalu aku berangkat. Di tengah jalan, aku menemui anak-anak yang sedang bermain. Dan aku pun ikut bermain bersama mereka sehingga aku tidak jadi memenuhi suruhan beliau. Ketika aku sedang asyik bermain, tanpa sadar, ada seorang berdiri memperhatikan di belakangku dan memegang pundakku. Aku menoleh ke belakang dan aku melihat rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam tersenyum kepadaku lalu berkata, ‘Wahai Unais apakah engkau telah mengerjakan perintahku?’ Aku pun bingung dan berkata, ‘Ya, aku akan pergi sekarang ya Rasulullah!’ Demi Allah, aku telah melayani beliau selama sepuluh tahun dan beliau tidak pernah berkata kepadaku, ‘mengapa kau kerjakan ini? Mengapa kau tidak mengerjakannya?’”.
‘Aisyah Radliyallahu’anha menuturkan kepada kita, yang artinya, “Pada suatau ketika, Rasulullah baru kembali dari sebuah lawatan. Sebelumnya ku telah menirai pintu rumahku dengan korden tipis yang bergambar. Kitika melihat gambar tersebut Rasulullah langsung merobeknya hingga berubah rona wajah beliau seraya berkata, “Wahai ‘Aisyah ! sesungguhnya orang yang paling keras siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang-orang yang meniru ciptaan Allah”. (Muttafaq ‘Alaih)

(JANGAN LAGI ADA KATA)


Dalam diam terpaku...
Berjuta rasa menyatu...
Semilir dalam tiupan angin...
Tenggelam disamudra rasa...
Dalam dada yg merindu...

Dalam desiran rasa tersembunyi...
Pikiran dan jiwa menyatu bertanya...
Sedang mulut terkatup mengunci...
Diam hening mematung rasa...
Kemana akan melangkah...
Bila tak tahu arah...
Dimana persiapan bekal...
Bila hilang keinginan...
Kemana akan kembali...
Bila gelap pemaknaan hakikat diri...
SYAHADAT itu seutas tali tanda diri pernah berjanji...
SHOLAT itu saat dekatnya diri hakiki...
PUASA itu saat diri inginkan bukti...
ZAKAT itu demi kebersihan diri...
HAJI itu panggilan diri mengunjungi hati...
Barulah rindu merindui...
Cinta hangat tiada keraguan...
Cinta tinggi murni suci...
Berbalut kasih sayang...
Keikhlasan hati...
Pancaran raut wajah senyum keindahan...
Inilah tarian kalbu...
Berputar menggores sukma...
Bersenandung dalam rasa...
Hingga yg hina menjadi mutiara...
Bukan mutiara yg menjadi hina...
Pada hakikatnya diri...
Hina dan mutiara adalah aku...
Lebur ia dalam ke Esaan...
Lebur ia dalam ketunggalan...
Maka tak ada lagi mutiara...
Maka tak ada lagi hina...
Maka tak ada lagi kata dalam kata...
Karna Akulah tuhan yg ingin menjadi manusia...
Bukan manusia yg ingin menjadi tuhan...
Maka ku kiaskan ia dalam hadist qudsi...
Akulah rahasia insan...
Dan insan itulah rahasia aku...
Maka aku adalah nyatamu...
Maka mu adalah nyataku...
maka jangan ada lagi kata pandang...
Maka jangan ada lagi kata menyatu...
Maka jangan ada lagi kata kenal...
Maka jangan ada lagi kata berpisah...

WAJIBUL WUJUD (Yang Pasti Ada)


Yang ada hanya Allah. Tiada yang lain. Yang lain tidak ada.
TAUHID ialah mengetahui satu , melihat satu dan menjadi satu
Aku satu dan tiada sekutu denganKu.
Walaupun ada bertingkat-tingkat dari segi badan / akal / ruh / sirr / nur / zat, hakikat anda bukanlah salah satu dari tingkat tingkat itu tetapi adalah Zat itu sendiri.
HAKIKAT MUHAMMAD ialah KEPALA PANCURAN semua manifestasi . Meskipun Muhammad didalam badan, hakikatnya adalah hakikat seluruh alam.
Keturunannya ialah :-
- seluruh alam
- wali wali
- malaikat malaikat
- keturunan yang lahir dari jasadnya
Ulama Syariat berpendapat wujud itu ada dua :-
Pertama – satu yang asal yakni Allah
Kedua – yang dijadikan atau baharu yakni yang dijadikan Allah dari tiada
Ulama Hakikat berpendapat :-
Benda benda wujud bukan dari tidak ada tetapi adalah dari A’yan Sabitah ( bentuk bentuk tetap dalam Ilmu Allah ) yaitu dari Wujud Allah
Perintah KUN hendaklah pada benda yang ada. Yang tidak ada tidak dapat menerima Perentah Kun itu.
Lain lain perbezaan Prinsip Ulama Syariat & Ulama Hakikat :-
Ulama Syariat mengatakan Wujud Kejadian berbeza dengan Wujud Allah. Para Sufi mengatakan Tiada Perbezaan Hanya Satu Jua Yaitu Wujud Mutlah Allah
Ulamak Syariat mengatakan bahawa kejadian sari ADOM. Para Sufi mengatakan Yang Diperentah itu mestilah ada ayau wujud untuk menerima perentah dan ini ialah A’yan Sabitah.
Yang ketiga ialah HU HU ( Dia Dia ) & KAANAHU ( Saperti Dia )
Ulamak Syariat mengatakan dalam fana’ makhluk menjadi KAANAHU ( saperti Dia ) dan bukan HU HU ( Dia Dia )
Ibnu Arabi menyatakan wujud tidak lebeh dari SATU. Yang sama itu menzahirkan kepada DiriNya dengan DiriNya saperti air menzahirkan dirinya dalam bentuk ais. Jadi tiada yang fana’ Ianya Hu Hu. Yang lain tidak lebeh dari hanya nama nama dan benda benda pada fikiran sahaja. Hakikatnya Dia Yang Satu.
Semua nama nama adalah penzahiran daripada satu hakikat. Kadang kadang hakikat itu lautan, kadang kadang bueh, kadang kadang ombak, kadang kadang ais kadang kadang salji, kadang kadang Allah, kadang kadang makhluk
Nama itu banyak ..yang dinamakan itu hanya Satu.
Bentuk bentuk adalah DiriNya sendiri pada zahirnya dan pada hakikatnya.
Semua benda benda wujud kerana WujudNya Allah. Dengan sendirinya mereka itu TIDAK ADA. Huruf tidak ada , yang ada ialah Dakwat.
Yang Tidak Ada ialah cerminnya Wujud Mutlak
Mumtanul Wujud – Ada Yang Negatif = Cermin
Mumkinul Wujud – Ada Yang Mungkin = Bayangnya
Wajibul Wujud – Yang Pasti Ada = Orangnya.
Ulamak Syariat mengatakan Wujud benda benda ( dunia ) adalah Tambahan pada Zat. Para Sufi mengatakan Wujud Mutlak ialah Allah. Pembatasannya ialah DiriNya sendiri.
Zat mengetahui DiriNya sendiri
Dari segi mengetahui :-
Dia Menjadi wajib. Pelaku tanpa kualiti, Pencipta Yang Berkuasa dll
Dari segi Diketahui :-
Dia menjadi Yang Dilakukan . Yang diberi kualiti. Yang Dijadikan tanpa kuasa yaitu Hakikat Insan.
Surah Al-Hadid : 04
Dan Dia bersama kamu dimana sahaja kamu berada.
Huraian :-
Allah ialah hakikat semuanya – hakikat segala-galanya tiada yang kecuali.
Apabila Allah beserta dengan semua, Dia juga tanpa semua.
Selagi anda wujud dalam pandangan anda , DIA TIADA NAMPAK dan apabila anda tidak wujud dalam pandangan anda DIALAH YANG ANDA NAMPAK.
Allah menzahirkan DiriNya pada sesuatu benda yang dicari oleh seseorang itu. Tajallinya tidak terkira banyaknya . Penyembahan Yang Terhad oleh Yang Terhad adalah Syirik.
CINTA ALLAH ialah KEMAHUAN UNTUK MANIFESTASI ( penzahiran ) . Wujud adalah gerak dari KEADAAN YANG TERPENDAM ( Kunza Mahfiyyan – Adom Idhafi ) kepada KEADAAN YANG TERNAMPAK. Ini adalah Gerak Cinta. Tanpa Cinta ianya terpendam dalam Ilmu buat selama-lamanya.
Wujud itu adalah HANYA TAJALLI dan Tajalli itu menjadi hakikat seseorang dalam Tajalli. Hakikat benda ialah ZAT ALLAH sendiri. Wujud diluar dan wujud didalam tidak berbeza. Semuanya adalah Satu Diri Yang Sama itu jua yakni Allah.

Berkah Sebuah Ketakwaan


Ada seorang pemuda yang bertakwa, tetapi dia sangat lugu. Suatu kali dia belajar pada seorang syaikh. Setelah lama menuntut ilmu, sang syaikh menasihati dia dan teman-temannya, “Kalian tidak boleh menjadi beban orang lain. Sesungguhnya, seorang alim yang menadahkan tangannya kepada orang-orang berharta, tak ada kebaikan dalam dirinya. Pergilah kalian semua dan bekerjalah dengan pekerjaan ayah kalian masing-masing. Sertakanlah selalu ketakwaan kepada Allah dalam menjalankan pekerjaan tersebut.”
Maka, pergilah pemuda tadi menemui ibunya seraya bertanya, “Ibu, apakah pekerjaan yang dulu dikerjakan ayahku?” Sambil bergetar ibunya menjawab, “Ayahmu sudah meninggal. Apa urusanmu dengan pekerjaan ayahmu?” Si pemuda ini terus memaksa agar diberitahu, tetapi si ibu selalu mengelak. Namun, akhirnya si ibu terpaksa angkat bicara juga, dengan nada jengkel dia berkata, “Ayahmu itu dulu seorang pencuri!”
Pemuda itu berkata, “Guruku memerintahkan kami -murid-muridnya- untuk bekerja seperti pekerjaan ayahnya dan dengan ketakwaan kepada Allah dalam menjalankan pekerjaan tersebut.”
Ibunya menyela, “Hai, apakah dalam pekerjaan mencuri itu ada ketakwaan?” Kemudian anaknya yang begitu polos menjawab, “Ya, begitu kata guruku.” Lalu dia pergi bertanya kepada orang-orang dan belajar bagaimana para pencuri itu melakukan aksinya. Sekarang dia mengetahui teknik mencuri. Inilah saatnya beraksi. Dia menyiapkan alat-alat mencuri, kemudian shalat Isya’ dan menunggu sampai semua orang tidur.
Sekarang dia keluar rumah untuk menjalankan profesi ayahnya, seperti perintah sang guru (syaikh).
Dimulailah dengan rumah tetangganya. Saat hendak masuk ke dalam rumah dia ingat pesan syaikhnya agar selalu bertakwa. Padahal mengganggu tetangga tidaklah termasuk takwa. Akhirnya, rumah tetangga itu di tinggalkannya. Ia lalu melewati rumah lain, dia berbisik pada dirinya, “Ini rumah anak yatim, dan Allah memperingatkan agar kita tidak memakan harta anak yatim.” Dia terus berjalan dan akhirnya tiba di rumah seorang pedagang kaya yang tidak ada penjaganya. Orang-orang sudah tahu bahwa pedagang ini memiliki harta yang melebihi kebutuhannya. “Ha, di sini,” gumamnya.
Pemuda tadi memulai aksinya. Dia berusaha membuka pintu dengan kunci-kunci yang disiapkannya. Setelah berhasil masuk, rumah itu ternyata besar dan banyak kamarnya. Dia berkeliling di dalam rumah, sampai menemukan tempat penyimpanan harta. Dia membuka sebuah kotak, didapatinya emas, perak dan uang tunai dalam jumlah yang banyak. Dia tergoda untuk mengambilnya. Lalu dia berkata, “Eh, jangan, syaikhku berpesan agar aku selalu bertakwa. Barangkali pedagang ini belum mengeluarkan zakat hartanya. Kalau begitu, sebaiknya aku keluarkan zakatnya terlebih dahulu.”
Dia mengambil buku-buku catatan di situ dan menghidupkan lentera kecil yang dibawanya. Sambil membuka lembaran buku-buku itu dia menghitung. Dia memang pandai berhitung dan berpengalaman dalam pembukuan. Dia hitung semua harta yang ada dan memperkirakan berapa zakatnya. Kemudian dia pisahkan harta yang akan dizakatkan. Dia masih terus menghitung dan menghabiskan waktu berjam-jam. Saat menoleh, dia lihat fajar telah menyingsing. Dia berbicara sendiri, “Ingat takwa kepada Allah! Kau harus melaksanakan shalat dulu!” Kemudian dia keluar menuju ruang tengah rumah, lalu berwudhu di bak air untuk selanjutnya melakukan shalat sunnah. Tiba-tiba tuan rumah itu terbangun.
Dilihatnya dengan penuh keheranan, ada lentera kecil yang menyala. Dia lihat pula kotak hartanya dalam keadaan terbuka dan ada orang sedang melakukan shalat. Isterinya bertanya, “Apa ini?” Dijawab suaminya, “Demi Allah, aku juga tidak tahu.” Lalu dia menghampiri pencuri itu, “Kurang ajar, siapa kau dan ada apa ini?” Si pencuri berkata, “Shalat dulu, baru bicara. Ayo, pergilah berwudhu, lalu shalat bersama. Tuan rumahlah yang berhak jadi imam.”
Karena khawatir pencuri itu membawa senjata si tuan rumah menuruti kehendaknya. Tetapi –wallahu a’lam- bagaimana dia bisa shalat. Selesai shalat dia bertanya, “Sekarang, coba ceritakan, siapa kau dan apa urusanmu?” Dia menjawab, “Saya ini pencuri.” “Lalu apa yang kau perbuat dengan buku-buku catatanku itu?”, tanya tuan rumah lagi. Si pencuri menjawab, “Aku menghitung zakat yang belum kau keluarkan selama enam tahun. Sekarang aku sudah menghitungnya dan juga sudah aku pisahkan agar kau dapat memberikannya pada orang yang berhak.” Hampir saja tuan rumah itu dibuat gila karena terlalu keheranan. Lalu dia berkata, “Hai, ada apa denganmu sebenarnya.
Apa kau ini gila?” Mulailah si pencuri itu bercerita dari awal. Dan setelah tuan rumah itu mendengar ceritanya dan mengetahui ketepatan, serta kepandaiannya dalam menghitung, juga kejujuran kata-katanya, juga mengetahui manfaat zakat, dia pergi menemui isterinya. Mereka berdua dikaruniai seorang puteri. Setelah keduanya berbicara, tuan rumah itu kembali menemui si pencuri, kemudian berkata,
“Bagaimana sekiranya kalau kau aku nikahkan dengan puteriku. Aku akan angkat engkau menjadi sekretaris dan juru hitungku. Kau boleh tinggal bersama ibumu di rumah ini. Kau kujadikan mitra bisnisku.” Ia menjawab, “Aku setuju.” Di pagi hari itu pula sang tuan rumah memanggil para saksi untuk acara akad nikah puterinya.

HIDAYAH ALLAH


Ibarat menggali sumur, Anda harus menggalinya jauh ke dalam sampai Anda menemukan sumber mata airnya.
Jika penggalian belum mencapai titik sumber, dapatkah sumur itu dipenuhi dengan airnya?
Bila Anda bergantung pada hujan untuk memenuhi liang sumur itu, tentulah sia-sia karena air hanya singgah sejenak lalu menguap dan diserap tanah. Jadilah fatamorgana...
Galilah tanah dalam-dalam, maka Anda akan sampai pada sumber air yang tak habis-habisnya yang akan membasuh dirimu setiap waktu, menjadi bersih, suci, lega penawar dahaga...
Demikian juga halnya mencari HIDAYAH,
Hanya duduk menunggu berharap seseorang datang menyuguhkannya, tak berselang lama hidayah habis terlupa dan kembali ingkar...
Ibarat berharap kepada hujan untuk memenuhi sumur kering kerontang, sejenak penuh dan segar, lalu kembali gersang...
Berbeda dengan orang yang membuka HIDAYAH dari diri sendiri, banyak merenung tentang hakikat, gigih membuka hijab akan ilmu ma'rifat.
Sehingga merekalah orang-orang yang tenggelam dalan lautan cinta-NYA,
Orang-orang yang terpilih,
Orang-orang yang istiqomah...
Sifat-sifat Allah akan mengisi hatinya,
Nampak indah akhlaknya,
Zuhud akan dunia...
Hingga hari-harinya dihabiskan untuk menyendiri, tapi hakikatnya dia sedang berdua bercengkrama dengan Allah dalam dzikir sunyi...

Kamis, 14 Agustus 2014

BACA DAN BERHATI-HATILAH. TIADA NIKAH BATIN DLM ILMU TASAWWUF. TIADA BAI'AT MELALUI FB

PERHATIAN!
BACA DAN BERHATI-HATILAH. TIADA NIKAH BATIN DLM ILMU TASAWWUF. TIADA BAI'AT MELALUI FB.
Assalamualaikum.wr.wb.mungkin ini perlu saya muat agar atau setidaknya dapat menghindari banyak korban.,ada beberapa saudari saudari kita yang menyampaikan ke saya bahwa ada beberapa oknum oknum yang ngakunya ia mursyd bahkan mengklaim guru makrifat dan menerima murid murid yang pembelajaranya melalui fb..syaratnya para murid wanita jika ingin menjadi murid nya maka harus nikah bathin agar sah sebagai suami istri..bukan baiyat yang selama ini kita kenal..dan ucapan nikah bathinya..Allah Tuhanku,malaikat pencatatku,dan Muhammad saksiku..setelah bersama sama mengucapkan hal yang demikian maka mereka telah mengaku sah dalam ikatan..dan murid perempuan tersebut di suruh mengirim foto bugil agar di ketahui titik latifah nya...perlu di garis bawahi di dalam menuntuk ilmu tassawuf tidak ada syarat yang nama nya nikah bathin..yang ada hanya baiayat yaitu pengakuan murid terhadap guru dan guru terhadap murid..lalu dalam ranah tidak ada yang nama nya kirim foto bugil untuk mengetahui letak latifahnya..karna latifah halus sudah jelas di bagi menjadi 7 bagian mulai latifatul kalbi sampai latifatul kullu jasad...dan masalah menikah..tidak ada hak bagi ilmu tassawuf mengatur tata cara pernikahan ..karna ia telah di atur rinci oleh syariat...dan satu lagi tassawuf tidak bisa di tuntut hanya dengan bimbingan di fb...karna ia bukan mate matika yang mudah penjabaranya..jika ada yang mengaku mursyd dan mengajar membimbing di fb maka ia pendusta...adapun tulisan di fb itu hanya pesan pesan singkat ..yang tidak punya kapasitas untuk meng arah bimbingkan hati seseorang secara menyeluruh..jadi mohon di perhatikan ini dan jangan mudah tertipu...trmksh mhon maaf lahir bathin