Laman

Jumat, 05 Juli 2013

Menyembah Ka’bah Bag-4

Seperti yang sudah saya jelaskan pada tulisan sebelumnya, bahwa Iblis dan balatentaranya tidak akan mungkin bisa dilawan oleh manusia, bahkan anak setan yang kecil pun tidak bisa dilawan. Setan makhluk yang tersembunyi tidak bisa dilihat sedangkan dia bisa melihat dengan jelas manusia. Bagaimana mungkin manusia bisa melawan musuh yang tidak terlihat sementara musuh dengan mudah menyerangnya.
Disinilah pentingnya kita mengetahui cara untuk bisa berhubungan dengan Allah secara sempurna, dengan menggunakan metodologi yang tepat, dengan demikian Nur Allah akan bisa sampai dan bersemayam dalam hati sanubari kita. Ketika Nur Allah bersemayam dalam hati sanubari manusia maka segala bentuk kebathilan, segala angkara murka, iblis beserta bala tentaranya akan ikut hilang musnah dari hati. Ini memerlukan proses yang panjang, perjuangan ini memerlukan kesabaran, ini yang disebut dengan mujahadah.

Ketika setan dalam hati lenyap dengan hadirnya Nur Allah dalam hati, maka akan tersikap tirai yang selama ini menghalangi antara kita dengan Allah. Tersikapnya tirai tersebut dikenal dengan mukasyafah dengan demikian akan sampai kepada tahap musyahadah atau penyaksian. Setelah mengalami musyahadah inilah baru kita akan benar bersaksi, menyaksikan Dzat Maha Agung dan Maha Mulia, dengan demikian syahadat kita tidak lagi sekedar diucapkan oleh mulut dan dibenarkan oleh hati, tapi bathin ikut menyaksikan tanpa keraguan. Dalam hal ini Abu Yazid ketika ditanya apa itu makrifat, Beliau menjawab, Tiada keraguan sedikitpun bahwa yang aku saksikan adalah Allah”.

Untuk menghilangkan was was atau keraguan dalam hati maka diperlukan latihan yang terus menerus, istiqamah dalam berdzikir, melakukan secara intensif lewat suluk sehingga akan sampai kepada apa yang dijanjikan Allah dalam surat Al-Maidah ayat 35 yaitu mendapat kemenangan. Kemenangan yang dimaksud adalah kememenangan hakiki, mampu melawan setan yang bersemayam dalam diri, mampu melawan diri kita, diri yang selalu diliputi oleh hawa nafsu. Salah satu penghalang antara manusia dengan Tuhan bukan berada diluar dirinya, yang menghalangi adalah diri manusia sendiri.
Ketika manusia telah mampu melawan dirinya sendiri, telah menang berperang melawan hawa nafsunya maka Allah akan menyikapkan tirai pembatas, saat itu lah manusia bisa menyembah Allah dengan benar.
Hijab atau pembatas antara manusia dengan Tuhan yang lebih halus dari nafsu adalah ilmu. Dengan segudang ilmu yang dihapal dan di ingat dalam pikirannya seringkali menjadi penghalang antara manusia dengan Tuhan, karena pada saat itu manusia tidak lagi berniat mencari, telah merasa cukup dengan ilmu yang dimiliki.
Imam Al-Ghazali menyindir orang-orang yang menghapal ilmu atau orang-orang yang hanya berpedoman kepada bacaan ibarat orang yang berjalan memakai tongkat. Buku adalah ibarat tongkat yang membantu kita tahap awal untuk berjalan, ketika telah mampu berjalan maka tongkat itu tidak membantu sama sekali bahkan menjadi penghalang bagi kita dalam berjalan.
Untuk bisa beribadah dengan benar maka kunci nya adalah Makrifat. Tanpa makrifat maka ibadah yang kita lakukan tidak bernilai sama sekali.Tanpa makrifat maka manusia tidak bisa menyembah dengan benar. Kita disuruh untuk setiap saat mengingat Allah, bagaimana mungkin akal pikiran kita bisa mengingat sesuatu yang tidak pernah kita lihat, sesuatu yang tidak pernah terlintas dalam pikiran, sesuatu yang tidak ada serupa di dunia ini. Coba anda renungkan dalam-dalam hal ini, bisakah kita mengingat sesuatu yang belum pernah kita lihat?
Maka syarat utama untuk bisa mengingat-Nya adalah ketika kita telah berada di alam Rabbani, telah pernah menyaksikan wajah-Nya, barulah kemudian kita bisa mengingatkan dalam setiap saat, bisa berhubungan dengan-Nya dalam segala bentuk ibadah, barulah kita bisa mencapai tahap shalat yang khusyuk karena kita telah mengenal dengan baik bahkan bisa mengingat dengan benar Allah SWT.
Inilah sebenarnya yang menjadi problem terbesar ummat ini, satu sisi banyak yang setuju dengan pemahaman yang baru muncul dalam dunia Islam, sebuah pemahaman yang menolak kehadiran tarekat, menolak metodologi yang telah terbukti selama 1300 tahun mengantarkan manusia sampai kehadirat Allah. Satu sisi lain, kita di bingungkan dengan istilah Wajah Allah, mengingat Allah, makrifat kepada Allah, shalat Khusyuk yang seluruh pelajarannya ada di dalam tarekat, sebuah metode berharga yang diwariskan oleh Rasulullah SAW.
Ketika tarekat ditolak maka ummat mulai mencari cara beragama dengan pemahaman akalnya sendiri, menguraikan  Al-Qur’an dengan akal pikirannya yang sudah bisa dipastikan lebih banyak salahnya dari benarnya. Rasulullah sudah mengingatkan tentang hal ini, “Barangsiapa yang menguraikan Al-Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad).
Setiap ada perbedaan selalu menggunakan Al-Qur’an sebagai senjata untuk membenarkan tindakannya. “Al-Qur’an bilang begini..”, “Nabi bilang begini..”, “perbuatan kamu tidak sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Qur’an” dan sebagainya sehingga al-Qur’an dijadikan senjata untuk menyerang kelompok yang berbeda dengannya.
Satu hal yang sering dilupakan adalah bahwa al-Qur’an memiliki makna yang tersurat, tersirat dan tersembunyi. Pada umumnya orang bisa dengan mudah memaknai isi yang tersurat dari al-Qur’an, sedikit yang mengetahui makna di balik itu yaitu makna yang tersirat kecuali orang-orang yang dalam pengetahuannya dan sangat jarang orang yang bisa menjelaskan rahasia tersembunyi di balik al-Qur’an, ini hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang hubungannya sangat dekat dengan Allah.
Saya mohon maaf lewat tulisan ini kalau saya mengatakan bahwa tentang shalat khusyuk mustahil bisa dicapai tanpa melalui tarekat. Shalat khusyuk sampai kapanpun tidak akan bisa di dapat kalau belum sampai ke tahap makrifat. Pemahaman keliru selama ini adalah orang menyamakan khusyuk dengan tenang, kalau sudah tenang dalam shalat berarti sudah khusyuk. Ini pemahaman yang harus diluruskan karena kalau tenang dijadikan sebagai ukuran khusyuk maka dengan semedi juga akan memperoleh ketenangan, dengan konsentrasi pikiran menggunakan metode hypnoterapi atau NLP juga akan memperoleh ketenangan. Khusyuk juga bukan merupakan kekosongan, karena di dunia ini tidak ada yang kosong, kalau mengalami kekosongan maka akan ada yang mengisi, yang dikhawatirkan kekosongan dan kehampaan yang kita alami akan di isi oleh unsur-unsur yang tidak disukai oleh Allah SWT.
Khusyuk adalah suasana hati lalai bersama Tuhannya, sepi dalam keramaian dan ramai dalam kesunyian. Khusyuk adalah dimana hamba menyaksikan keagungan wajah-Nya, yang bisa memberikan getaran maha dahsyat ke dalam hati sanubari, dari sana akan diperoleh kenikmatan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Khusyuk seperti ini lah yang bisa menyelamatkan manusia dari ancaman neraka karena dalam dirinya telah ada surga yang abadi.
Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar