Laman

Selasa, 28 Januari 2014

Allah Selalu Mengingat Hamba yang Mengingat-Nya


Faedah tauhid berikut akan membicarakan dua sifat Allah yang mulia yaitu kebersamaan Allah dan kedekatan Allah pada hamba-Nya. Ketika hamba semakin dekat pada Allah, maka Allah lebih dekat lagi padanya. Sehingga hal ini mengingatkan kita jangan sampai lalai dari mengingat atau berdzikir pada Allah. Juga hadits ini membicarakan bagaimana Allah sesuai dengan sangkaan hamba-Nya, yang di mana hal ini menuntut kita supaya selalu husnuzhon pada Allah dalam do’a dan rasa harap.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِى ، فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى ، وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا ، وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً »

Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari no. 6970 dan Muslim no. 2675).

Penjelasan:

Hadits ini adalah hadits qudsi, yaitu hadits yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah Ta’ala (lafazh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maknanya dari Allah). Hadits ini adalah hadits yang amat mulia di mana berisi perkara mulia yang berkenaan dengan Allah subhanahu wa ta’ala, yaitu berisi pembicaraan sifat-sifat Allah.

Di antara faedah dari hadits di atas:

1. Penetapan bahwa Allah memiliki sifat kalam (berbicara). Sebagaimana hal ini ditunjukkan pada hadits dalam perkataan “يَقُولُ اللَّهُ”.

2. Allah merealisasikan apa yang disangkakan hamba-Nya yang beriman. Sebagaimana hal ini adalah makna “أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى” (Aku sesuai persangkaan hamba pada-Ku).

3. Hadits ini mengajarkan untuk berhusnuzhon (berprasangka baik) pada Allah. Yaitu setiap hamba hendaklah berprasangka pada Allah bahwasanya Dia maha pengampun, begitu menyayangi hamba-Nya, maha menerima taubat, melipatgandakan ganjaran dan memberi pertolongan bagi orang beriman. Berhusnuzhon pada Allah di sini dibuktikan dengan seorang hamba punya rasa harap dan rajin memohon do’a pada Allah.

4. Hadits ini menunjukkan sifat kebersamaan Allah dengan hamba-Nya (ma’iyyatullah). Dan sifat kebersamaan yang disebutkan dalam hadits ini adalah sifat kebersamaan yang khusus.

5. Dorongan untuk berdzikir pada Allah baik dalam keadaan bersendirian dan terang-terangan. Dzikir pada Allah ini bisa dilakukan dengan mengucapkan bacaan tasbih (subhanallah), tahmid (alhamdulillah), tauhid (laa ilaha illalah), dan takbir (Allahu akbar). Jadi lafazh “فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ” (jika ia mengingat-Ku pada dirinya) bukanlah bermakna hamba tersebut mengingat Allah dalam hati tanpa dilafazhkan. Namun maknanya adalah hamba tersebut mengingat Allah dalam keadaan bersendirian tanpa ada yang mengetahui.

6. Allah akan menyebut-nyebut orang yang mengingat-Nya. Jika Allah menyebut-nyebut seperti ini, menunjukkan bahwa sebutan tersebut mengandung pujian dan kasih sayang Allah (rahma Allah) pada hamba tersebut.

7. Balasan sesuai dengan amalan yang dilakukan (al jaza’ min jinsil ‘amal). Hal ini dibuktikan pada ayat Al Qur’an,

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku ni.�8`a Aku ingat (pula) kepadamu” (QS. Al Baqarah: 152). Dalam hadits di atas dibuktikan pula dalam lafazh,

فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى ، وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ

“Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).”

Juga dalam lafazh,

وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا ، وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً

“Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.”

8. Allah menyebut-nyebut hamba-Nya dengan kalam yang ia perdengarkan pada para malaikat yang Dia kehendaki. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam lafazh hadits,

ذَكَرْتُهُ فِى مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ

“…, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).”

Juga dikuatkan dalam hadits shahih lainnya,

إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ إِنِّى أُحِبُّ فُلاَنًا فَأَحِبَّهُ

“Jika Allah mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril seraya berkata, “Sesungguhnya Aku mencintai si fulan, maka cintailah dia.” (HR. Bukhari no. 7485 dan Muslim no. 2637).

9. Hadits ini menunjukkan dekatnya hamba pada Allah dan dekatnya Allah pada hamba-Nya.

10. Di antara nama Allah adalah: Al Qoriib Al Mujiib (Maha Dekat lagi Maha Mengabulkan). Allah Ta’ala menyebutkan mengenai nabi-Nya, Sholih ‘alaihis salam,

فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ

“Karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabbmu amat dekat lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)” (QS. Hud: 61). Sifat Allah dekat sebagaimana sifat Allah lainnya. Sifat ini tidaklah sama dengan kedekatan makhluk dan tidak diketahui kaifiyah (cara) kedekatan Allah tersebut.

11. Kedekatan Allah pada hamba itu bertingkat-tingkat. Ada hamba yang Allah lebih dekat padanya lebih dari yang lain.

12. Kedekatan hamba pada Allah bertingkat-tingkat pula. Ada hamba yang begitu dekat pada Allah lebih dari yang lain.

13. Kedekatan Allah didekati dengan penyebutan sesuatu yang terindra seperti dengan jengkal, hasta dan depa. Namun ini cuma secara maknawi yang menunjukkan Allah itu dekat.

14. “Harwalah” yang disebutkan dalam hadits bermakna berjalan cepat. Dari konteks hadits menunjukkan bahwa jika hamba dekat pada Allah, maka Allah akan semakin dekat pada hamba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar