Laman

Jumat, 25 Juli 2014

FUTUHUL GHOIB AJARAN 53. 54 & 55

AJARAN 53

Memohonlah kepada Allah supaya kita bisa ridha kepada takdir-Nya dan bisa tenggelam di dalam perbuatan Allah. Karena, di situlah terletak kedamaian dan surga dunia ini dan itulah pintu gerbang Allah yang agung serta cara mencapai kasih sayang Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman. Barangsiapa dikasihi oleh Allah, maka orang itu tidak akan disiksa atau dihukum di dunia dan di akhirat. Dalam merasa ridha kepada-Nya-lah dan dalam tenggelam di dalam perbuatan-Nya-lah terletak hubungan dengan Allah dan kebersatuan serta keterpaduan dengan-Nya.

Janganlah kamu terlena oleh kesenangan dan kemewahan dunia saja. Janganlah kamu hanya mengharapkan dan mengingat apa yang telah ditentukan untukmu saja atau apa yang tidak ditentukan untukmu saja. Jika kamu berusaha untuk mendapatkan apa yang tidak ditentukan untukmu, maka itu adalah tanda kebodohan dan kejahilanmu, dan itu merupakan hukuman berat yang ditimpakan kepadamu. Sebab, ‘diantara hukuman yang paling berat ialah berusaha mendapatkan apa yang tidak ditakdirkan untukmu’.

Jika kamu diberi, maka itu tidak lain hanyalah ketamakanmu, menyekutukan penyembahan-Nya, kasih sayang dan hakekat-Nya di dalam usaha mencarinya, karena kamu terlena dalam hal yang selain Allah. Barangsiapa bersungguh-sungguh mencari kesenangan dan kemewahan dunia, maka berarti ia tidak ikhlas dalam mencintai Allah dan bersahabat dengan-Nya. Oleh karena itu, jika ada orang yang mementingkan apa saja selain Allah, maka ia adalah seorang pembohong dan pendusta.

Begitu juga, jika ada orang yang menyembah Allah karena menghendaki sesuatu balasan dari-Nya, maka ia adalah orang yang tidak ikhlas. Penyembahan yang ikhlas adalah penyembahan karena Allah semata-mata dan mengakui ke-Tuhanan-Nya, yaitu Rububiyyah-Nya (sifat-sifat Allah yang mengontrol dan memelihara alam semesta). Orang yang ikhlas itu menyembah Allah karena ke-Tuhanan-Nya dan karena memang Dia sajalah yang harus disembah. Sudah sepatutnya ia patuh dan mengabdikan dirinya kepada Allah yang mengontrol segala-galanya, yang mengontrol dirinya, gerak dan diamnya dan bahkan apa saja. Hamba itu dan segala apa saja yang dimilikinya, sebenarnya, adalah kepunyaan Allah juga.Bagaimana tidak ? Seperti telah aku katakan bahwa, semua perbuatan penyembahan adalah karunia Allah dan limpahan kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya, karena Dia-lah yang memberi kekuatan kepada hamba-hamba itu untuk melakukan penyembahan tersebut dan Dia jugalah yang memberikan kekuasaan kepada mereka untuk melakukannya.

Bersyukur kepada-Nya adalah lebih baik daripada meminta balasan karena melakukan ibadah atau penyembahan itu.

Mengapa kamu ingin terlena dan bermati-matian memburu kesenangan dan kemewahan dunia saja, padahal kamu telah melihat dan mengetahui bahwa kebanyakan manusia yang mengejar kesenangan dan kemewahan dunia itu semakin bertambah ingkar, angkuh dan lupa kepada Allah yang memberikan karunia itu kepada mereka, bahkan mereka semakin bertambah loba dan tamak ? Mereka selalu memandang bahwa apa yang mereka miliki itu masih terlalu kecil dan tidak baik, sedangkan apa yang dimiliki oleh orang lain mereka anggap paling baik dan paling agung dan harus mereka rebut. Dalam peristiwa rebut dan mengejar itu, umur semakin bertambah tua, badan bertambah lemah, keringat menjadi kering, harta benda semakin berkurang, hati bertambah gelap dan dosa semakin bertumpuk. Maka keadaan hidupnya di dunia ini semakin bertambah hina dan buruk. Mereka lupa untuk bersyukur kepada Allah yang memberikan karunia itu kepada mereka. Mereka durhaka kepada Allah. Maka merugilah mereka di dunia dan di akhirat. Mereka tidak bisa mendapatkan bagian orang lain yang mereka kejar itu. Umur mereka di dunia ini sia-sia belaka dan di akhirat kelak lebih sia-sia lagi. Inilah orang-orang yang paling hina, bodoh dan tidak mempergunakan akal dan pikiran mereka.

Sekiranya mereka bersyukur dan ridha dengan apa yang ada pada mereka serta patuh kepada Allah, maka mereka tidak akan bersusah payah mengejar bagian mereka di dunia ini, mereka akan menjadi orang-orang Allah dan mereka akan menerima apa mereka minta dan mereka inginkan dari Allah. Semoga Allah menjadikan kita semua orang-orang yang ridha dengan takdir-Nya. Semoga kita semua masuk dalam majlis-Nya dan mendapatkan kesejahteraan, kekuatan dan kesehatan kerohanian. Dan semoga Allah meridhai kita sekalian.

AJARAN 54

Barangsiapa menghendaki akhirat, maka ia harus memalingkan dirinya dari dunia. Dan barangsiapa mengendaki Allah, maka ia harus memalingkan dirinya dari akhirat dan hendaklah ia membuang kehidupan keduniaannya karena Allah semat-mata. Selagi masih ada kehendak kepada keduniaan sepeti kelezatan dan kemewahan keduniaan, makan, minum, kawin, rumah, kendaraan, kekuasaan, pangkat, sanjungan, memperdalam ilmu-ilmu selain rukun Islam yang lima itu beserta hadits dan Al Qur’an, menginginkan kemiskinan dihilangkan darinya, ingin kaya, ingin bahagia, tidak ingin terkena bencana, menginginkan faidah dan sebagainya; terlintas dalam pikiran dan hati kamu, maka hal itu menunjukkan bahwa kamu belum menjadi orang Allah, karena semua itu hanyalah untuk kepentingan diri sendiri, kehendak jasmani dan kebahagiaan pikiran, serta semua itu adalah keduniaan belaka.

Semua itu harus dikikis habis dari hati. Pikiran harus dibersihkan dari ingatan-ingatan kepadanya dan tanamkanlah perasaan suka dan senang untuk mem-fana’-kan diri di dalam Allah, sekalipun tidak memiliki harta benda. Biarkan hati itu bersih dari segala sesuatu selain Allah, agar hidup bersih di dunia ini.

Apabila orang itu telah melaksanakan semua ini dengan sempurna, maka seluruh keadaan duka, sedih, resah dan gelisah akan hilang dari hati dan pikirannya. Kemudian, ia akan hidup baik dan sentosa serta dekat kepada Allah. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Tidak mempedulikan dunia itu akan membawa kebahagiaan hati dan badan.”

Selagi di dalam hati itu masih ada kecenderungan kepada keduniaan, maka selagi itu pula masih ada kesedihan dan kedukaan. Hati itu akan merasa takut dan gelisah. Hati semacam itu akan terhalang dari Allah. Semua keadaan seperti ini tidak akan dapat dihilangkan, kecuali jika kecintaan terhadap dunia telah dikikis habis dari hati itu.

Setelah itu, janganlah mempedulikan kehidupan di akhirat seperti menghendaki surga, bidadari, derajat yang tinggi di akhirat, tempat tinggal yang paling baik, kendaraan surga, pakaian, minuman, makanan, hiasan dan keindahan di surga yang telah disediakan oleh Allah untuk orang-orang yang beriman.

Oleh karena itu, dengan beribadah, janganlah kita mengharapkan ganjaran di surga kelak. Janganlah kita beribadah atau shalat karena kita mengharapkan ganjaran di akhirat kelak atau di dunia ini. Hendaklah kita shalat dan beribadah karena Allah semata-mata. Hanya dengan itu saja Allah akan memberikan ganjaran yang baik kepada kita. Dengan itu Allah akan membawa kita dekat kepada-Nya dengan penuh keridhaan dan kasih sayang-Nya. Allah telah menganugerahkan kebaikan dan ilmu tentang Dzat-Nya kepada para Rasul, para Nabi, para Wali dan orang-orang yang dikasihi-Nya. Dari hari ke hari, hamba itu akan bertambah maju. Kemudian, iapun dimasukkan ke alam akhirat dan mengalami “apa yang tidak pernah dilihat oleh mata kepala, apa yang tidak pernah didengar oleh telinga dan apa yang tidak pernah terlintas dalam pikiran”, yang semua itu berada di luar pengetahuan dan tidak dapat dibayangkan.

AJARAN 55

Kesenangan hidup ini dibuang sebanyak tiga kali. Pada mulanya, seorang hamba Allah berada dalam kegelapan kejahilannya dan dalam keadaan yang yang tidak tentu arah, ia bertindak sewenang-wenang dalam seluruh tindak-tanduk hidupnya dengan menuruti hawa nafsu kebinatangannya semata-mata, tanpa mau mengabdikan dirinya kepada Allah dan tanpa pegangan agama yang mengawal dirinya. Dalam keadaan seperti ini, Allah melihatnya dengan penuh kasih sayang. Oleh karena itu, Allah mengutus seorang penasehat kepadanya dari orang-orang yang termasuk dalam golongannya yang juga seorang hamba Allah yang baik, dan satu penasehat lagi yang terdapat dalam dirinya sendiri. Kemudian, kedua penasehat ini mempengaruhi dirinya. Sehingga, hamba itu dapat melihat cacad yang ada pada dirinya seperti mengikuti hawa nafsu saja dan tidak mengikuti yang haq (benar). Dengan demikian, ia cenderung untuk mengikuti peraturan-peraturan atau hukum-hukum Allah di dalam semua tindak-tanduknya.

Kemudian hamba itu menjadi seorang Muslim yang berdiri tegak di dalam hukum-hukum Allah, keluar dari keadaannya yang jahil dan meninggalkan hal-hal yang haram dan meragukan. Hamba itu hanya mengambil perkara-perkara yang halal saja seperti makan, minum, bepergian, kawin dan lain sebagainya yang kesemuanya diperlukan untuk menjaga kesehatan dan kekuatan untuk patuh kepada Allah, asalkan ia menerima sepenuhnya apa yang diberikan Allah kepadanya dan tidak boleh melampaui batas serta tidak boleh keluar dari kehidupan dunia ini sebelum ia pergi mendapatkannya dan menyempurnakannya.

Maka berjalanlah ia di dalam hal-hal yang halal dalam seluruh keadaan hidupnya ini, sehingga ia mencapai peringkat kewalian (wilayah) dan masuk ke dalam golongan orang-orang yang membenarkan hakekat dan orang-orang pilihan Allah yang menghendaki berdampingan dengan Allah SWT.

Setelah itu, iapun hanya berjalan di dalam perintah Allah saja, dan di dalam dirinya ia mendengar firman Allah yang maksudnya kurang lebih, “Buanglah dirimu sendiri dan marilah ke mari; buanglah kelezatan dan kemewahan mahluk, jika kamu menghendaki Allah. Buanglah dunia dan akhirat serta kosongkanlah diri dari segala-galanya. Merasa senanglah dengan ke-Esa-an Allah. Buanglah syirik dan bersikap ikhlaslah. Kemudian, masuklah ke dalam majlis ke-Tuhan-an dan mendekatlah kepada-Nya dengan bersujud dan menghinakan diri serta tidak lagi mempedulikan hal-hal keduniaan dan keakhiratan, atau mahluk atau kemewahan hidup.”

Apabila ia telah sampai kepada peringkat ini dan telah teguh di dalamnya, maka ia akan menerima pakaian kemuliaan dan kehormatan dari Allah, dan Allah akan melimpahkan nur dan berbagai karunia. Lalu dikatakan kepadanya, “Pergunakanlah rahmat dan nikmat-Ku, dan janganlah bersikap angkuh serta jangan pula membuang kehendak atau kemauan, karena menolak pemberian-Ku itu bisa memberatkan Aku dan memperkecil kekuasaan-Ku”. Kemudian, iapun diberi pakaian yang mulia dan terhormat itu, tanpa ia sendiri memainkan peranan di dalam perkara tersebut. Sebelum itu, ia diselimuti oleh kemauan hawa nafsunya sendiri saja, lalu dikatakanlah kepadanya, “Selimutilah dirimu dengan rahmat dan karunia Allah.”

Jadi, bagi dia, ada empat peringkat di dalam mencapai kebahagiaan dan bagiannya. Peringkat pertama, ialah kehendak hawa nafsu kebinatangan semata dan ini adalah diharamkan. Peringkat kedua, ialah menuruti hukum dan undang-undang Allah, dan ini diperbolehkan. Peringkat ketiga adalah peringkat-peringkat batin, dan ini adalah peringkat kewalian (wilayah) dan membuang hawa nafsu kebinatangan. Peringkat keempat adalah peringkat keridhaan dan karunia Illahi, di sini lenyaplah kehendak dan maksud diri. Inilah peringkat Badaliyyat. Hamba itu masuk ke dalam majlis ke-Tuhan-an Yang Maha Tinggi, ia berserah bulat kepada Allah dan menuruti perbuatan Allah semata-mata. Inilah peringkat di mana ia terus mendapatkan ilmu Allah dan mempunyai sifat-sifat yang baik. Seorang hamba tidak boleh dikatakan benar dan baik, jika ia belum mencapai peringkat ini.

Ini sesuai dengan firman Allah yang maksudnya lebih kurang, “Sesungguhnya kawanku ialah Allah yang menurunkan Al Qur’an dan Dia menolong orang-orang yang baik.”

Oleh karena itu, hamba yang telah mencapai peringkat keempat ini tidak lagi mempergunakan apa-apa yang memberikan manfaat kepada dirinya dan tidak pula menghindarkan apa-apa yang memberikan mudharat kepada dirinya. Ia seperti bayi di pangkuan ibunya atau seperti mayat di tagan orang-orang yang sedang memandikannya. Ia hanya bergantung kepada qadha’ dan qadar Allah semata-mata, tanpa memilih dan tanpa berusaha apa-apa. Ia kembali kepada Allah untuk melakukan apa saja karena-Nya. Ia tidak mempunyai apa-apa lagi. Kadang-kadang Allah memberinya kesusahan dan kadang-kadang memberinya kesenangan. Kadang-kadang ia kaya dan kadang-kadang ia miskin papa. Ia tidak mau memilih atau menginginkan suatu posisi atau pertukaran posisi. Sebaliknya, ia ridha dan senang hati kepada apa saja yang diperbuat Allah terhadapnya. Inilah peringkat terakhir dalam pengembaraan kerohanian yang dicapai oleh para Abdal dan Aulia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar