Laman

Jumat, 25 Juli 2014

FUTUHUL GHOIB AJARAN 56,57 & 58

AJARAN 56

Apabila seorang hamba Allah telah mengusir segala mahluk, dirinya sendiri, kehendak dan keinginannya, baik mengenai keduniaan maupun keakhiratan dari dalam hatinya, maka ia tidak akan menghendaki apa-apa lagi selain Allah. Hatinya kosong dari apa saja selain Allah. Setelah itu, barulah ia sampai masuk ke dalam majlis Tuhan Yang Maha Tinggi. Ia mencintai Allah dan Allah mencintainya. Allah menjadikan seluruh mahluk mencintai hamba itu pula. Kecintaan hamba dalam peringkat ini hanya ditujukan kepada Allah dan ia menginginkan kedekatan kepada Allah. Allah akan membukakan pintu rahmat-Nya bagi hamba itu dan pintu itu tidak lagi tertutup baginya. Dengan demikian, lelaplah hamba itu di dalam Allah. Ia berniat karena Allah, ia bertindak karena Allah, dan ia diam serta bergerak karena Allah. Ringkasnya, ia adalah alat bagi Allah Yang Maha Besar. Hamba itu tidak melihat apa-apa lagi selain Allah. Kemudian, seakan-akan Allah menjanjikan sesuatu kepada hamba itu, tetapi janji itu tidak ditunaikan-Nya dan apa yang diharapkan oleh hamba itu dari janji tersebut tiada diperolehnya. Hal ini, karena kehendak, kemauan dan pencarian kemewahan itu telah hilang. Kemudian, seluruh diri hamba itu akan menjadi perbuatan dan objek Allah semata-mata. Oleh karena itu, di sini tidak terdapat perkara ‘dipenuhinya janji’ atau ‘tidak dipenuhinya janji’, karena perkara itu hanya terdapat pada orang yang masih mempunyai kemauan atau kehendak sendiri. Dalam keadaan ini, janji Allah bagi orang yang berada dalam peringkat ini bisa diibaratkan sebagai orang yang telah berniat hendak melakukan sesuatu perkara, lalu niat itu bertukar kepada yang lain, sehingga niat pertama tadi batal, sebagaimana Allah menukar wahyu yang membatalkan wahyu yang terdahulu, seperti firman Allah, “Apa saja ayat yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya. Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu ?” (QS 2:106)

Nabi Muhammad SAW bersih dari kehendak dan kemauan sendiri, kecuali dalam peristiwa-peristiwa tertentu yang Allah firmankan di dalam Al Qur’an. Misalnya, dalam masalah tawanan perang ketika perang Badar, Allah berfirman, “Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyyah, sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil.” (QS 8:67-68)

Nabi adalah objek (alat) Allah. Allah tidak membiarkan Nabi tetap tinggal dalam satu keadaan, satu perkara dan satu janji saja, tetapi Allah menukarkan dan memindahkan beliau ke dalam takdir-Nya dan membiarkan beliau memegang tali takdir itu. Dengan demikian, Allah akan memindahkan beliau dari suatu keadaan ke keadaan atau tempat dalam takdir-Nya dan mengawasi beliau dengan firman-Nya, “Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu ?” (QS 2:106)

Dengan perkataan lain, kamu berada dalam takdir atau qadha’ dan qadar Allah semata. Kamu berada di dalam lautan takdir Allah dan gelombang takdir itu menghempasmu ke sana ke mari. Oleh karena itu, posisi akhir kewalian adalah posisi awal ke-Nabi-an. Tidak ada lagi peringkat yang lebih tinggi daripada peringkat wilayah (kewalian) dan badaliyyah, kecuali peringkat ke-Nabi-an.

AJARAN 57

Semua keadaan pengalaman kerohanian itu adalah keadaan kontrol diri (self control) atau kesabaran, karena wali diperintahkan untuk menjaganya. Apa saja yang diperintahkan untuk dijaga itu memerlukan kesabaran. Menurut takdir Illahi, itu adalah keadaan yang menyenangkan, karena seseorang tidak diperintahkan untuk menjaga apa-apa kecuali dirinya sendiri yang berada di dalam takdir itu. Oleh karena itu, hendaknya seorang wali tidak berselisih faham takdir Illahi. Hendaklah ia tidak memusingkan apa saja yang ditimpakan atau ditakdirkan oleh Allah kepadanya, baik itu berupa kebaikan maupun berupa kejahatan. Hendaklah ia ridha dan senang hati terhadap apa saja yang diperbuat Allah. Keadaan pengalaman itu mempunyai batas-batas. Maka ia diperintahkan untuk menjaga batas-batas itu. Sedangkan perbuatan Allah, yaitu takdir atau qadha’ dan qadar-Nya, tidak mempunyai batas-batas yang harus dijaga.

Tanda yang menunjukkan bahwa hamba itu telah mencapai posisi takdir dan perbuatan Allah serta kesenangan adalah bahwa ia diperintahkan supaya memohon kemewahan setelah ia diperintahkan supaya membuang dan menjauhkannya. Karena apabila hatinya telah kosong dari apa saja selain Allah, maka iapun akan diberi kesenangan dan ia diperintahkan supaya memohon apa-apa yang telah ditetapkan Allah untuknya. Permohonannya itu pasti dikabulkan oleh Allah, agar kedudukannya, keridhaan Allah terhadapnya dan perkenan Allah terhadap doa dan permohonannya menjadi nyata dan berdiri dengan sebenarnya. Menggunakan mulut untuk meminta sesuatu kenikmatan dan karunia Allah itu menunjukkan kesenangannya terhadap apa yang telah diterimanya, setelah bersabar beberapa lama, setelah keluar dari semua keadaan pengalaman kerohanian dan pengembaraannya dan setelah menahan diri berada di dalam batasan.

Jika ada pertanyaan atau pembahasan yang menyatakan bahwa tidak bersungguh-sungguhnya si hamba di dalam menjaga dan mengikuti hukum-hukum atau syari’at itu akan membawa hamba itu ke lembah atsim (tidak percaya adanya Allah) dan keluar dari Islam atau tidak mematuhi firman-Nya ini, “… dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS 15:99), maka aku menjawab bahwa ini bukan berarti bahwa hamba itu tidak akan menjadi atsim (orang yang tidak percaya kepada adanya Allah) atau keluar dari Islam atau tidak mematuhi firman-Nya itu, dan ini juga bukan berarti membawa hamba tadi ke lembah yang tidak diinginkan itu, karena Allah Maha Pemurah dan tidak akan membiarkan Wali-Nya terjerumus ke dalam lembah yang hina itu. Hamba yang dekat kepada-Nya itu sangat disayangi-Nya dan tidak akan dibiarkan jatuh cacad di dalam syari’at dan agama-Nya, tetapi hamba itu tetap berada dalam pemeliharaan Allah. Allah tidak akan membiarkannya ditimpa dosa, tetapi akan tetap memeliharanya berada dalam batas hukum dan undang-undang yang dibuat-Nya, tanpa hamba itu bersusah payah atau sadar melakukan semua itu, karena ia terlalu dekat kepada Allah Yang Maha Agung. Allah berfirman yang maksudnya kurang lebih, “Demikianlah, Kami hindarkan ia dari dosa dan maksiat. Sesungguhnya ia termasuk dalam hamba-hamba-Ku yang ikhlas.” “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat.” (QS 15:42) “… tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari doa).” (QS 37:40)

Wahai manusia, orang-orang seperti itu ditinggikan derajatnya oleh Allah dan mereka adalah objek Allah. Mereka dekat kepada Allah dan berada dalam rahmat kasih sayang pemeliharaan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Bagaimana bisa iblis akan mendekati mereka ? Bagaimana bisa perkara-perkara dosa dan maksiat mencacadi mereka ? Mengapa kamu lari dari rahmat Allah dan mengabdikan dirimu kepada kedudukan (derajat) ? Kamu telah mengatakan sesuatu yang tidak baik.

Semoga tuduhan yang tidak sopan itu dibinasakan oleh Allah dengan kekuasaan, rahmat dan kasih sayang-Nya. Semoga Allah memelihara kita berada dalam kesempurnaan serta memelihara kita dari dilanda dosa dan noda. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberkati kita dan memelihara kita dengan kasih sayang-Nya yang tidak terhingga.

AJARAN 58

Tutup mata hatimu dari melihat segala sesuatu selain Allah. Selagi mata hatimu masih melihat semua itu, maka karunia Allah dan kedekatan kepada-Nya tidak akan terbuka bagimu. Oleh karena itu, tutuplah semua itu dengan kesadaran bertauhid kepada Allah, mem-fana’-kan diri kamu dan dengan ilmu kamu. Setelah itu, akan terbukalah mata hatimu untuk melihat Allah Yang Maha Besar. Kamu akan melihat-Nya dengan mata hatimu, apabila Dia datang dengan pancaran cahaya hatimu, dengan keimanan dan kepercayaanmu yang teguh. Ketika itu, tampaklah satu nur dari hatimu lalu memancar keluar, ibarat cahaya lampu dari dalam rumah yang memancar lewat sela-sela dan celah-celah dinding rumah itu lalu menerangi malam yang gelap gulita. Maka, diri dan anggota badan kamu akan merasa senang terhadap janji dan karunia-Nya, bukan terhadap janji dan hadiah yang datang langsung dari selain Dia.

Oleh karena itu, sayangilah dirimu dan janganlah engkau dholimi. Janganlah engkau campakkan dirimu ke dalam kegelapan kebodohan dan kejahilanmu, agar engkau tidak melihat segi-segi mahluk dan mengagumi kekuasaan dan kepintarannya, sehingga terpedaya dan bergantung padanya. Jika kamu hanya melihat segi-segi mahluk saja, maka semua segi itu akan tertutup bagimu dan segi karunia Allah tidak akan terbuka untukmu, kemudian kamu akan mendapatkan hukuman, karena kamu telah bersikap syirik.

Apabila kamu menyadari ke-Esa-an Allah, melihat karunia-Nya, berharap kepada-Nya, tidak berharap kepada yang lain dan menutup mata hatimu terhadap yang lain selain Dia, maka Allah akan mendekatimu dan melimpahkan rahmat-Nya kepadamu. Kamu akan diberi rizki, makan dan minum, layanan pengobatan, kebahagiaan, kesentosaan dan pertolongan serta menjadikan kamu sebagai pemerintah. Kamu akan dihilangkan dari mahluk dan dari diri kamu sendiri. Setelah itu, kamu tidak akan lagi memandang kaya atau miskin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar