Imam ash-Shadiq as berkata, “ Zikir Lisan itu puja (al-hamd) dan puji (ats-tsana’),
Zikir Jiwa (Dzikr al-Nafs) itu kesungguhan (al-juhd) dan kemauan yang
keras (al-‘ana’), Zikir Ruh itu takut (al-khauf) dan harap (al-raja’),
Zikir Kalbu itu pembenaran (al-shidiq) dan pembersihan (ash-shifa’),
Zikir Akal itu pengagungan (at-ta’zhim) dan malu (al-haya’), Zikir
Ma’rifat itu penyerahan diri (at-taslim) dan rela (ar-ridha’), Zikir
Sirr (Dzikr al-Sirr) itu memandang (al-ru-u’yat) dan berjumpa (al-liqa’)
” 1]
TINGKATAN PERTAMA : ZIKIR LISAN
Imam ash-Shadiq as berkata, ”Zikir Lisan itu puja (al-hamd) dan puji (ats-tsana’) .
Pertama-tama yang mesti dilakukan oleh seseorang yang sedang melakukan
latihan zikir, adalah membiasakan lidahnya untuk selalu berzikir.
Ia
harus senantiasa berzikir tanpa henti di mana pun ia berada dan kapan
pun keadaannya. Pada tingkatan ini, zikir diwujudkan oleh lisan dalam
bentuk pujaan dan pujian yang ditujukan hanya kepada Allah SwT.
Kata
“ al-Hamd – segala puji-” yang diucapkan lidahnya muncul dari
persaksian atas Karunia Allah kepada sang hamba. Sang hamba mesti
bersaksi dan mulai benar-benar menyadari bahwa Dia-lah yang telah
melimpahkan semua karunia yang diterimanya. 2] Oleh karena itu, sang
hamba mesti selalu mentaati-Nya di mana pun dan kapan pun ia berada.
TINGKATAN KEDUA : ZIKIR JIWA (DZIKR AL-NAFS)
Imam al-Shadiq as mengatakan, ”Zikir Jiwa itu adalah mewujudkan kesungguhan (al-juhd ) dan kemauan yang keras (al-‘ana )”.
Pada tingkatan Dzikr al-Nafs ini, sang pezikir mesti mulai melatih
untuk menguatkan jiwanya dengan kesungguhan dan kemauan yang keras agar
selalu terjaga dari alpa dan kelalaian. Nafs sang hamba mesti senatiasa
terjaga dalam kondisi zikir dan mengingat-Nya. Dengan kesungguhan dan
kemauan yang kuat, sang hamba harus menundukkan nafs (diri) –nya untuk
tetap berzikir (baca : ta’at) kepada Tuhannya.
Seseorang yang
berpikir bahwa dirinya akan dapat menyingkap rahasia-rahasia dan
mencapai Hakikat-Nya tanpa bermujahadah (kesungguhan) maka dia hanyalah
berangan-angan. Karena awal perjalanan ruhani itu adalah mujahadah.
Barangsiapa yang tidak memiliki kesungguhan (mujahadah) di jalan-Nya niscaya tidak akan memperoleh Cahaya dari-Nya. 3]
Kehendak dan kesungguhan adalah esensi kemanusiaan dan kriteria
kebebasan manusia. Perbedaan derajat manusia adalah sesuai dengan
perbedaan tingkat kehendak dan kesungguhan masing-masing manusia. 4]
Dengan kata lain tingkat kemanusiaan (insaniyyah ) seseorang dapat
diukur dari kuat lemah kesungguhan dan kemauan diri (nafs)-nya untuk
tidak lalai dan senantiasa mengingat-Nya di dalam mencapai
peringkat-peringkat ruhani di jalan-Nya.
“Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh)
di jalan Kami niscaya benar-benar akan Kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan Kami.
Dan sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik (ihsan)”
(QS 29 : 69)
TINGKATAN KETIGA : ZIKIR RUH
Imam ash-Shadiq as berkata, ”Zikir Ruh itu takut (al-khauf ) dan harap (al-raja’ )”.
Tingkatan Zikir Ruh adalah Tingkatan ketika Ruh berzikir kepada-Allah
sampai muncul hasil dari zikirnya itu rasa takut kepada Allah Swt yang
sedemikian rupa sehingga seorang hamba merasa jika ia datang kepada-Nya
dengan kebajikan (birr) dari 2 dunia (jin dan manusia), dia merasa akan
tetap dihukum oleh-Nya dan pada saat yang bersamaan muncul pula rasa
harap yang sedemikian rupa sehingga jika ia datang ke hadapan-Nya dengan
dosa 2 dunia, maka Dia akan tetap mengasihinya (dengan ampunan-Nya) 5]
Sesungguhnya tingkatan (maqam) “khauf dan raja’” ini merupakan
tingkatan ruhani yang cukup tinggi. Karena tidak akan muncul rasa takut
di dalam hati seseorang melainkan karena kesempurnaan pengetahuannya
tentang Tuhan. Al-Qur’an Yang Mulia mengatakan, ” Sesungguhnya yang
takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang
memiliki ilmu ” (QS 35 : 28).
Hanya mereka yang memiliki ilmu yang bermanfaatlah yang memperoleh rasa takut kepada Tuhannya Yang Maha Perkasa.
Namun rasa takut tidaklah hanya terungkap di dalam kata-kata atau
munajat, tetapi juga mewujud di dalam setiap amal perbuatan dan
ibadah-ibadahnya.
Imam Ali as berkata, ”Aku heran dengan orang yang
(mengaku) takut pada siksa (Neraka) tetapi ia tidak menahan diri (dari
dosa). Dan aku heran dengan orang yang mengharapkan ganjaran pahala
(tsawaab) namun ia tidak bertaubat dan melakukan amal shalih.” 6]
Dan adapun orang-orang yang takut
kepada kedudukkan Tuhannya
dan menahan dirinya dari hawa nafsu
maka Surga-lah tempat tinggalnya
(QS 79 : 40-41)
TINGKATAN KEEMPAT : ZIKIR KALBU (DZIKR AL-QALB)
Imam ash-Shadiq as berkata, ”Zikir Kalbu itu pembenaran (al-shidiq) dan pembersihan (ash-shifa’) ”.
Tingkatan ini lebih tinggi dari tingkatan sebelumnya. Diriwayatkan
bahwa Rasulullah saww bersabda, ”Janganlah kamu melihat shalat-shalat
mereka, puasa-puasa mereka dan banyaknya hajji dan kebaikan mereka,
bahkan ibadah malam mereka. Tetapi hendaklah kamu lihat (sejauh mana)
kebenaran kata-kata dan penunaian amanat (mereka) .” 7]
Jangan
sampai kita tertipu karena kita hanya mengandalkan amalan lahiriyah kita
(fiqih ) namun melupakan amalan batiniyah (akhlaq ). Banyak kita lihat
orang-orang yang rajin melakukan shalat, berpuasa bahkan pergi hajji
berkali-kali ke Baitullah namun ternyata mereka adalah para pendusta,
penipu, koruptor dan para pengkhianat bangsa dan agama. (Kita berlindung
dari amalan yang seperti itu).
Syahadat yang kita ucapkan di dalam
shalat kita, sudah semestinya tidak hanya diucapkan dengan lidah saja,
syahadat juga mesti diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Imam
Ali as mengatakan di dalam khutbahnya, ” Pokok pangkal agama itu adalah
mengenal Allah, dan kesempurnaan dari ma’rifat kepada-Nya adalah
pembenaran atas-Nya, dan kesempurnaan dari pembenaran atas-Nya adalah
meng-Esakan-Nya dan kesempurnaan peng-Esa-an-Nya adalah mengikhlashkan
(pengabdian) kepada-Nya, dan kesempurnaan dari pengikhlashan kepada-Nya
adalah menafikan semua sifat yang dinisbatkan kepada-Nya .” 8]
Zikir
Kalbu ini adalah pembenaran atas ke-Esa-an-Nya, yaitu ketika sang
pezikir sudah mencapai maqam musyahadah (penyaksian). Sang pezikir
menyaksikan dengan mata batinnya akan Wujud-Nya Yang Tunggal sehingga ia
pun membenarkan Sang Realitas seraya membersihkan hatinya dari
penisbatas sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya.
“Maha Suci Tuhanmu Yang Memiliki Keperkasaan
dari apa yang mereka sifatkan (kepada-Nya)”
(QS Al-Shâffât 37 : 180)
TINGKATAN KELIMA : ZIKIR AKAL (DZIKR AL-AQL)
Imam al-Shadiq as berkata, ”Zikir Akal itu pengagungan (at-ta’zhim ) dan malu (al-haya’ )”.
Agaknya maksud akal di dalam hadits ini bukanlah sekadar akal rasional,
namun akal ke’arifan. Di dalam sebuah hadits lainnya, Imam Ali as
berkata, ” Perumpamaan akal di dalam hati (al-qalb) adalah seperti lampu
di tengah-tengah sebuah rumah.” 9]
Akal yang berada dalam hati ini
hanya bisa bercahaya dan menyinari alam syuhud dan alam ma’nawi jika
‘digosok’ dan ‘dipoles’ dengan tadzakkur dan
tafakkur .
Cahaya
akal ini akan menyingkap tabir-tabir kegelapan yang menutupi diri sang
pejalan ruhani dari Al-Haqq sehingga ia dapat menyaksikan Keagungan
(al-Jalal )-Nya dan Keindahan( Al-Jamal )-Nya dan terpancarlah rasa
pengagungan (ta’zhim ) kepada-Nya.
Sebiji mata yang melihat
lebih baik ketimbang ratusan tongkat orang buta.
Mata dapat membedakan
permata dari kerikil
(Rumi, Matsnawi VI : 3785)
TINGKATAN KEENAM : ZIKIR MA’RIFAT
Imam al-Shadiq as mengatakan, ” Zikir Ma’rifat itu penyerahan diri
(at-taslim) dan rela (ar-ridha’) ”. Zikir ini lebih tinggi dari Zikir
Akal. Setelah tadzakkur dan tafakkur muncullah ma’rifat. Ma’rifat
kepada-Nya inilah yang membuatnya terdorong untuk berserah diri secara
total (taslim ) dan rela atas segala tindakan dan keputusan-Nya atas
dirinya.
Imam al-Shadiq as berkata, ” Sesungguhnya manusia yang
paling mengenal Allah adalah mereka yang ridha akan Qadha (ketentuan)
Allah ‘Azza wa Jalla. ” 10]
Di dalam sebuah Hadits Qudsi disebutkan
bahwa Allah ‘Azza wa Jalla berfirman kepada Nabi Musa as : “
Sesungguhnya engkau sekali-kali tidak akan mampu mendekati-Ku dengan
sesuatu yang lebih Aku cintai ketimbang sikap ridha dengan Ketentuan
(Qadla’)–Ku ” 11]
Dan melalui penyingkapan–diri-Nya di dalam pancaran cahaya,
Dia menunjukkan keterbatasan kemampuan (penglihatan) mata
serta kekuatan rasional,
menjadikannya melampaui kekuatan (penglihatan) mata
Jadi, segala sesuatu memiliki keterbatasan,
hanya Tuhan yang memiliki Kesempurnaan Esensi
(Ibn ‘Arabi, Futuhat al-Makkiyyah II : 632.29)
TINGKATAN KETUJUH : ZIKIR SIRR
Imam al-Shadiq as berkata, ”Zikir Sirr itu memandang (al-ru-u’yat) dan berjumpa (al-liqa’) ”.
Inilah tingkatan zikir yang paling tinggi! Tapi apakah sebenarnya Sirr
itu? Sebagian kaum ‘urafa menyebut Sirr (Rahasia) sebagai Habb, yang
secara harfiah berarti biji. Sirr atau Habb ini merupakan inti dari
Lubb . Dan Lubb ini adalah inti dari Qalb (hati) 12]
Jadi, Sirr adalah bagian yang terdalam dan terhalus dari hati. 13] .
Habb atau Sirr inilah tempat bersemayamnya Cinta yang bersifat ruhani.
(Hubb)
Adapun Zikir Sirr adalah Zikir yang muncul setelah tahapan
Zikir Ma’rifat terlampaui. Jika seorang pezikir telah sepenuhnya
berserah diri dan ridha kepada semua Qadla-Nya maka sampailah ia pada
tahapan memandang Yang Terkasih setelah berjumpa (liqa’ )dengan-Nya,
yang kemudian Cinta (Mahabbah ) pun bersemi.
Imam Ali al-Murtadha as bermunajat:
Ya Allah, Tuhanku…
Engkaulah yang paling terpaut pada pencinta-Mu
Dan yang paling bersedia menolong orang-orang
yang bertawakkal kepada-Mu.
Engkau melihat,
Engkau menguji rahasia-rahasia (saraa-i-rihim) mereka,
dan mengetahui apa yang bersemayam dalam kesadaran mereka,
dan menyadari sampai ke tingkat penglihatan batin mereka.
Akibatnya rahasia-rahasia mereka terbuka bagi-Mu,
dan kalbu-kalbu mereka memuji-Mu
dalam kerawanan yang sungguh-sungguh.
Dalam kesunyian, teman dan pelipur lara mereka
adalah dengan berzikir kepada-Mu
dan penderitaan, bantuan-Mu adalah pelindung mereka. 14]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar