Hidup pastikan aman tenteram dunia wal akhirat kalau saja kita selalu bertafakur untuk mengingat Allah dan mengingat kehidupat akhirat, minimal 5 menit dalam sehari semalam
Minggu, 26 Januari 2014
Asal Kejadian (SYECH ABDUL QODIR JAELANI)
SYECH ABDUL QODIR JAELANI
Asal Kejadian
Allah SWT pertama kali menjadikan cahaya atau nur yang disebut Nur
Muhammad SAW, dari sifat jamalnya ( keindahanNya ). Rasulullah bersabda ;
bahwa yang mula2 diciptakan oleh Allah adalah ruh Muhammad, ia
diciptakan dari cahaya Ketuhanan, dan selanjutnya yang diciptakan
pertama kali adalah Qalam ( pena ) dan akal. Disinilah kita tahu bahwa
yang dilahirkan dan diciptakan pertama kali adalah suatu realitas ghaib
dan bersifat rohani yang disebut; Nur, Ruh, Qalam, dan Akal dan ini
merupakan realitas yang mempunyai banyak nama menurut fungsinya dan dari
sudut mana kita memandangnya ( al-Maidah : 15 )
Dalam dunia sufi
ini disebut Hakikat Muhammad ( realitas atau hakikat ) atau diberi gelar
Aql al-Kull ( akal Semesta ) karena ia tahu dan melihat segala sesuatu,
ia diberi gelar Qalam karena ia menyebarkan ilmu dan hikmah dan
menzahirkan ilmu dalam bentuk huruf dan perkataan, ia juga digelari ruh
karena ia hidup, bukan mati. Dan ruh itulah terbitnya segala yang hidup,
oleh karena ia hidup maka digelari Ruh.
Ruh Muhammadiyyah
Atau Ruh Muhammad adalah Dzat atau sumber segala ygberwujud. Dialah yg
awal dan menjadi hakikat alam semesta. Allah SWT menciptakan segala ruh
dari ruhnya. Muhammad adalah nama bagi insan dalam alam gaib ( alam
berkumpulnya ruh-ruh). Ia menjadi sumber dan asal segala perkara. Allah
menciptakan alam karena Allah akan menciptakan Muhammad SAW. Dan tanda2
ini tepat, seperti yg dilihat oleh bapak semua umat manusia, yaitu Adam
As, ketika selesai proses penciptaan, Adam melihat nama Muhammad di
pintu surga bersanding dengan nama Allah, dan mengertilah Adam bahwa
orang yg memiliki nama itu adalah semulia-mulia manusia yang akan
diciptakan Tuhan diantara semua ciptaanNyadi kemudian hari.
Setelah lahirnya Nur Muhammad, Allah menciptakan pula ‘ arsy’, dan
kelahiran Muhammad juga diikuti dengan penciptaan makhluk-makhluk yang
lain serta arsyNya. Peristiwa ini berlaku menurut kehendak Allah dan
masyi’ahNya, dan kemudian Allah menurunkan ruh atau makhluk-makhluk itu
ke peringkat yang paling rendah, yaitu Alam Ajsam atau alam kebendaan
yang konkret dan nyata, seperti disebutkan dalam ayat ini ;
” Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahNya”, (at-Tiin : 5 )
Allah turunkan Nur itu dari tempat asal kejadiannya, yaitu Alam Lahut (
alam ketuhanan) ke Alam Asma’ Allah ( nama-nama yaitu alam Penciptaan
sifat-sifat Allah atau alam Akal Ruh Semesta ). Dari alam Asma’ Allah
sana ruh-ruh itu turun ke alam Malakut. Disitu ruh-ruh itu dipakaikan
dengan pakaian kemalaikatan yang gemerlap. Kemudian mereka diturunkan ke
alam Kebendaan atau Ajsam yang terjadi dari unsur api, air, angin (
udara) dan tanah. Maka ruh itu dibentuk dengan diberi badan yang terjadi
dari darah, daging, tulang, urat dan sebagainya.
Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang
Tidaklah sekali2 pernah membiarkan ruh2 berada dalam kesesatan dan
kejahilan, untuk itulah diutus rsul2 dan kitab agar tidak lalai,
“ Dan sesungguhnya kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat2 Kami
(dan kami peritahkan kepadanya ) Keluarkanlah kaummu dari kegelapan
menuju cahaya terang benderang dan ingatkan mereka akan hari2 Allah “ (
Ibrahim : 5)
Manusia diharapkan dapat menegakkan sifat al jamal
( indah) karena Allah itu indah dan dari sinilah manusia akan
menjejakkan kakinya di titian hakikah untuk mengenal Allah serta ber
taqarub kepadaDzatNya yang maha besar ;
“ katakanlah; Inilah jalanku, aku dan orang2 yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata “9 Yusuf:108)
Basirah dan Mata hati
Allah memberi manusia mata kasar agar dapat melihat segala yang zaahir
atau lahir dan untuk melihat hal gaib, Allah telah mengaruniai suatu
penglihatan yang halus dalam hati yang dikenal denga basirah yakni mata
hati atau mata ruh, dan ini akan terbuka dalam hati orang2 yang dekat
atau kuat taqarrubnya dengan Allah dan tidak ada kekuasaan apapun di
bum,I ini dapat memberikan basirah…karena manusia sangat memerlukannya
untuk sampai kealam gaib yang merupakan rahasia2 Tuhan, dan hanya orang2
tertentu yang dikaruniai khusus olehNya,
“ …..yang telah kami
berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan yang telah Kami ajarkan
kepadanya ilmu dari sisi kami (al kahfi :65)
Dan masuklah
kembali menjadi golongan orang yang berjalan kembali meuju Allah, jangan
menunggu sampai jalan tersebut tidak bisa dilalui lagi .
“ Dan
bersegeralah kamu menuju ampunan Tuhanmu dan menuju surga yang luasnya
seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang2 yang bertaqwa.
Yaitu orang2 yang menafkanhkan (hartanya) baik diwaktu lapang maupun
diwaktu sempit, dan orang2 yang menahan amarahnya dan memaafkan
(kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang2 yang berbuat kebaikan “ (
Ali Imran :133-134)
Ajaran risalah yang disampaikan pada
manusia memiliki 2 kategori, nyata dan tidak, zahir dan batin, syariat
dan ilmu atau hikmah, dan bila zahir dan batin bersatu , barulah
seseorang itu dapat mencapai taraf hakikat,
“ Antara keduanya ada batas yang tidak dapat dilampaui oleh masing2 “( ar rahman :20)
Hakikat tidak dapat dicapai hanya melalui ilmu yang diperoleh Panca
Indera, karena dengan hanya mengandalkan ini manusia tidak akan mengenal
Yang asal atau Dzat.
Manusia dicipta untuk Mengenal Allah
Seandainya kita tidak mengenal Allah, bagaimana kita mau menyembahNya ? dan memohon pertolonganNya ?
Hikmah atau ilmu sangat diperlukan untuk mengenal Dia, dengan menyngkap
tirai hitam yang menutupi cermin hati. Allah ibarat harta yang
tersembunyi dan Ia ingin dikenali, maka dijadikanlah makhluk untuk
mengenal Dia.
Dalam sebuah hadits qudsi “ Aku laksana harta
yang tersembunyi. Aku ingin dikenali, karena itu Aku menciptakan makhluk
“, jadi merupakan kewajiban bagi kita untuk mengenalNya, dan jelas
bahwa tujuan Allah menciptakan insane adalah untuk mencari ilmu untuk
mengenaliNya, dan ada 2 peringkat ilmu ma’rifah. Pertama , ilmu untuk
mengela sifat2 Allah dan pendzahir kekuasaanNya, kedua, ilmu untuk
mengenal Dzat Allah dan ini berpegang pada ruh al qudz ( ruh suci) yang
diberikan pada insane agar dapat mengenali rahasia2 akhirat,
“ ……..dan kami memperkuatnya dengan ruh al quds…” (al baqarah :87).
Mereka yang mengenal Dzat Allah akan memperoleh ilmu melalui ruh suci
yang terpencam dalam diri mereka masing2, baik yang ada dilidah kita
ataupun hati kita.
Pentingnya ilmu Zahir
Harus diakui
bahwa manusia memerlukan ilmu keyakinan (agama)untuk mengenal Allah,
melalui agama manusia akan belajar pendzahiran (manifestasi) Dzat Allah
yang terbayang dalam alam sifat dan nama (asma) Allah yang ada dimuka
bumi ini. Dan seseorang harus berakhlak mulia dan menghindari dosa dan
harus melawan nafsu dan egonya dan ini merupakan perjalanan yang panjang
dan sulit …
“ …..maka barang siapa mengharapkan perjumpaan
dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia
menyekutukan Allah dalam ibadah kepadaNya “ ( al kahfi: 110)
Ruh al Qudz tersebut diciptakan dalam wajah yang paling indah, dan
keindahannya di hujamkan dalam hati dan di amamnahkan pada insane untuk
menjaganya dan tingkatan ini dapat dicapai dengan taubah nasuhan
…Laailahaillallah,
“ Ingatlah, bahwa dengan mengingat Allah maka hati menjadi tentram “ ( ar Ra;d :28)
Hati ibarat anak yang harus dijaga
Dalam dunia sufi, menyebut keadaan ruhani itu sebagai ‘tifli’ yang
berarti bayi atau anak-anak, dan bayi hati adalah kesadaran orang-orang
sufi yang diberikan karunia ilham tinggi oleh Ilahi. Kesadaran juga
adalah insane yang sebenarnya, yang tidak terpuisah dengan Khaliqnya.
Dan kesadaran inilah yang mewakili insane yang sebenarnya, didalamnya
tidak ada jism (kebadanan) dan tidak menganggap dirinya sebagai jism,
tidak ada hijab (tirai) karena nur yang memancar melalui pintu hati
terus menjurus menuju kehadirat Dzat Allah yang mencipta.
Rasulullah pernah bersabda, bahwa di waktu-waktu tertentu ketika baginda
hanya berduas dengan Allah, tidak ada sispapun menjadi pengantara atau
penghalang baik itu malaikat yang dekat dengan Allah (nur Muhammad) yang
merupakan pendzahiran pertama sekalipun ataupun nabi dan rasul,
“ Wajah-wajah pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannya mereka melihat “ ( al-Qiyamah: 22-23)
Nabi mengatakan, bila pada hari itu kita melihat Allah dengan sangat
jelas seperti bulan purnama dan inilah kesadaran tinggi yang bila
makhluk, malaikat, menghampirinya maka wujud jasmani atau fisiknya akan
hangus terbakar menjadi abu dan seandainya tirai yang menutup sifat
jalalNya itu disingkap sedikit saja oleh Allah, niscaya segalanya akan
hangus sejauh mata memandang, tapi tidak demikian bila itu dikehendaki
oleh Penciptannya seperti yang dialami oleh Rasulullah.
Kembali ke Asal
Manusia terdiri dari sifat jasmani dan ruhani, fisikal dan spiritual,
badan dan ruh, kebendaan dan kejiwaan, zahir dan batin. Dan pada segi
lahirnya umumnya sama saja tapi dari keruhaniannya pasti berbeda dan
tingkatan nya diukur menurut makrifatnya kepada Allah. Dan untuk
mencapai tingkatan tetrtinggi maka seseorang menetapkan 3 tujuan yang
sebenarnya adalah 3 sorga :
Ma’wa (surga tempat kedamaian dan ketenangan) ini adalah surga dengan cirri kebendaan
Na’im (surga tempat nikmat Allah) dalam peringkat kemalaikatan
Firdaus (surga tinggi dalam peringkat keesaan atau kesatuan (dengan
Allah), tempat tinggal para ruh, peringkat nama-nama (asma’) dan sifat
Allah
Taqarrub mendorong manusia untuk Bersuci
Hendaknya seseorang berusaha mencapai destinasi (tempat yang dituju)
dalam hidupnya dibumi ini, karena pada tingkat ini tidak ada perbedaan
antara terjaga dan tertidur, karena dalam keadaan tidurpun ruh dapat
melihat tempat asalnya, yaitu alam ruh dan kemudian kembali kejasad
dengan membawa berita. Inilah mimpi yang benar dan peristiwa semacam ini
ada 2 jenis, pertama secara peristiwa yang terjadi secara sebagian atau
setengah-setengah saja seperti dalam mimpi, kedua, peristiwa yang utuh
terjadi seperti Isra’ mi’raj nabi Muhammad SAW. Firman Allah :
“Allah memegang jiwa (orang) yang mati dan jiwa yang belum mati di waktu
tidurnya, maka ditahanNya jiwa (orang) yang telah ditetapkan matinya
dan ia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi kaum yang berpikir” (az-Zumar : 42)
Tidurnya orang
yang bijaksana lebih baik daripada ibadahnya orang yang jahil dan orang
yang bijaksana adalah orang yang mencapai tahap ma’rifatullah dan
semuanya dapat dicapai dengan Dzikrullah yang menenggelamkan dirinya de
dalam Nurullah dan dalam Keesaan Allah.
Cara manusia Ber-Taqarrub ?
Cara yang baik untuk mencapai martabat kedekatan adalah dengan meditasi
atau tafakur untuk mengenali hakikat Allah karena mengenali Dzat Allah
adalah wajib bagi orang yang mengaku beriman kepada Allah.
Nabi
bersabda, “Tafakur sesaat itu adalah lebih baik dari setahun ibadah,
lebih baik dari 70 tahun ibadah bahkan lebih baik dari 1000 tahun ibadah
“
Ada 3 perkara tentang tafakur atau meditasi ini :
Pertama : barang siapa bertafakur tentang suatu hal dan menyelidiki
sebanyam, ia akan mendapat setiap bagian dari hal itu dan mempunyai
banyak bagiannya yang lain pula, dan setiap bagian itu menerbitkan
banyak lagi hal-hal yang lain, dan inilah tafakur yang nilainya setahun
ibadah
Kedua : barang siapa bertafakur tentang ibadahnya dan
mencari sebabnya dan mengenal seba itu, maka tafakurnya bernilai 70
tahun ibadah
Ketiga : barang siapa yang tafakur tentang
mengenal Allah dengan azam yang kuat untuk mengenalNya, maka tafakurnya
itu bernilai 1000 tahun ibadah.
“ Orang yang cinta memiliki pandangan Mata Basirah
Orang yang tak cinta, buta matanya tak menentu arah
Cinta itu sayap bukan daging dan darah
Boleh menerbangkannya kea lam malaikat dan berjumpa Allah “
Kekasih dengan Kekasihnya
Hanya habib ( yang pengasih) dapat mengenal Mahbub (yang dikasihi)
dengan sempurnyanya. Orang yang dikasihi Allah itu serba indah
pandangannya, tetapi terhijab ( terlindungi) pada pandangan manusia
lain, tidak diketahui manusia tetapi dikenali oleh Allah dan mudahlah
bagi manusia ini untuk melayarkan bahteranya menuju pelabuhan induk
keruhanian taman Hazirah al-Quds. Karena orang yang mencintai Allah
adalah orang yang telah mengosongkan dirinya atau memfanakan dirinya,
tidak terasa wujud dirinya hanya yang wujud ialah Allah saja.
ZIKIR PARA ARIF BILLAH MENGGETARKAN ARSY
Hai manusia! Ketika dikatakan kepadamu untuk berzikir kepada Allah, maka bersegeralah engkau untuk berzikir kepada Nya. Karena Zikirmu kepada Nya akan membawamu lebih dekat lagi kepada Nya, dan zikirmu itu akan menggetarkan Arsy Tuhan mu sehingga para Malaikat Arsy bertanya-tanya ; ada apa ini ? begitu diketahui bahwa ada seseorang yang berzikir kepada Allah maka bersegeralah para Malaikat Bertasbih, bertahmid, bertahlil dan bertkbir seraya meohonkan Do’a ke Hadirat Allah untuk kebaikan dan ke’afiatan orang yang tenggelam di lautan zikir.
Hai Manusia! Ketahuilah olehmu bahwa tidak ada amalan yang paling disukai Allah dan yang lebih utama selain Zikrullah. Sebagaimana yang di Firmankan Allah :
“Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS, Al ‘Ankabuut : 45)
Tanamkan dihatimu bahwa apabila engkau berzikir kepada Allah (Ingat kepada Allah), maka sesungguhnya Allah hadir sertamu dan mengetahui apa yang kamu kerjakan. Karena itu apabila engkau berzikir kepada Allah maka sucikanlah jiwamu terlebih dahulu. Bukankah Allah Maha Suci? Dan pantaskah engkau menghadap kepada Nya dengan Jiwa yang belum tersucikan?
Sungguh! Kesucian jiwa itulah yang akan menjadi saksi bagi mu tatkala engkau berzikir. Tanpa jiwa yang tersucikan maka zikirmu kepada Allah bukan mengantarkanmu dekat kepada Nya akan tetapi akan membuatmu semakin jauh dengan Allah.
Zikir (ingat)mu kepada Allah tatkala di dasari oleh jiwa yang kotor menyebabkan engkau berzikir bukan karena Allah tapi karena sesuatu selain Allah, lisan berzikir kepada Allah tetapi yang ada di hatimu bukan Allah melainkan sesuatu selain Allah. Bukankah pahala, surga, kedudukan, kemuliaan (karomah) dll itu adalah sesuatu selain Allah? Bukankah itu semua sesuatu yang datang dari pada Allah dan Bukan Allah! Lalu pantaskah engkau berzikir kepada Allah tetapi hadap hatimu kepada sesuatu selain Allah?
Jika engkau berzikir kepada Allah tetapi hatimu mengharapkan sesuatu selain Allah maka engkau berzikir bukan karena Allah tetapi karena menurutkan Hawa Nafsu (keinginan) di dirimu. Dan itulah suatu tanda bahwa jiwamu masih kotor dan belum tersucikan.
Sadarlah wahai Manusia! Hidup matimu hanya untuk Allah, sholat dan ibadahmu hanya bagi Allah seru sekalian Alam, bukan kepada yang lain selain Allah.
Firman Allah : “Katakanlah: sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (QS, Al An’aam : 162)
Hai manusia! Kesucian jiwa itu tidak akan engkau dapatkan sebelum engkau mengenal kepada Allah. Jika engkau kenal kepada Allah maka Allahlah yang akan mensucikan jiwamu. Kenalilah Allah hai manusia sebelum engkau menemui kematian, sebelum Sakaratul Maut menjemputmu. Jika engkau belum mengenal akan Allah sedangkan kematian itu telah datang kepadamu maka kerugianlah yang akan engkau dapatkan.
Firman Allah :
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)”.(QS, Al Israa’ : 72)
Buta berarti tidak melihat, tidak melihat berarti tidak akan kenal, jika tidak kenal bagaimana mungkin engkau bisa mengatakan cinta kepada yang engkau sendiri tidak mengenalnya dan tidak melihatnya. Jika sudah demikian tidaklah rasa cintamu kepada yang engkau sendiri tidak mengenalnya maka itulah yang dinamakan “CINTA BUTA”.
Rosulullah Saw bersabda : “Seseorang itu beserta dengan siapa yang ia cintai”.
Jika cintanya kepada Allah dan Rosul Nya karena mengenal kepada Allah dan Rosul Nya maka ia akan beserta yang ia cintai.
Tetapi jika ia mencintai sedangkan ia sendiri tidak kenal kepada yang dicintai, lalu kemanakah ia kembali? Dan beserta siapakah ia?
REZEKI BERLIMPAH SETELAH KEYAKINAN SEMPURNA
"Abdullah ibn Utbah menuturkan, 'Ketika Usman bin Affan r.a.terbunuh, kekayaan yang dimilikinya sebanyak 100.000 dinar, sejuta dirham, seribu kuda, seribu budak, beserta sumur Aris, Khaibar, dan Wadil Qura yang nilainya sekitar 200.000 dinar.
Sedangkan Amr bin Ash meninggalkan 300.000 dinar. Lalu, harta Zubair Ibn Awwam mencapai 50.000 dinar, 1000 kuda dan 1000 budak.
Kekayaan Abdurrahman bin Auf r.a. sudah sangat terkenal dan tak perlu disebutkan lagi. Dunia berada di tangan mereka; tidak di hati mereka. Mereka bersabar ketika harta itu pergi dari mereka dan bersyukur ketika harta itu bersama mereka.
Pada awalnya, Allah menguji mereka dengan kefakiran sampai. Cahaya mereka sempurna dan jiwa mereka bersih. Barulah kemudian Allah melimpahkan mereka dengan berbagai anugerah. Jika harta itu diberikan lebih dini, bisa jadi mereka akan rusak akibat harta. Tapi, ketika mereka diberi harta sesudah memiliki keyakinan yang kuat maka mereka mempergunakannya dengan amanah. Mereka menjalankan perintah Allah yang berbunyi, "Keluarkanlah dari harta yang diamanahkan kepada kalian!" (QS Al-Hadid: 7)"
--Ibnu Atha'illah dalam kitab Taj Al-'Arus
Wali Allah
Penjelasan makna hadits
ﻭﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ: ﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ
ﻗﺎﻝ: ﻣﻦ ﻋﺎﺩ ﻟﻲ ﻭﻟﻴﺎ، ﻓﻘﺪ ﺁﺫﻧﺘﻪ ﺑﺎﻟﺤﺮﺏ،
"Barang siapa memusuhi wali-Ku maka
aku izinkan untuk diperangi"
Yaitu menjadikan
wali Allah sebagai musuh yang ia benci.
Para
ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dalam
hadits ini jika seseorang membenci wali Allah
karena agamanya.
Adapun, jika ia memusuhi
wali Allah karena perkara dunia sehingga terjadi
perselisihan di antara mereka, maka hal seperti
ini perlu dirinci.
Pertama, Jika perselisihan
tersebut menimbulkan kebencian maka
dikhawatirkan orang tersebut akan termasuk
dalam ancaman hadits ini. Kedua, jika
perselisihan tersebut terjadi tanpa menimbulkan
rasa kebencian, maka tidak termasuk dalam
makna hadits ini, yaitu orang tersebut tidak
menjadi orang yang diumumkan bahwa ia akan
diperangi.
Demikianlah, dulu penghulu para wali umat
ini pun saling berselisih. Abu Bakar dan Umar
pernah berselisih dalam beberapa kesempatan.
Sahabat Abbas pernah berselisih dengan
sahabat Ali sampai perkaranya dibawa ke
pengadilan dan beberapa kasus lainnya.
Terjadinya perselisihan tanpa diiringi kebencian
kepada wali Allah, bukanlah yang dimaksud
dalam hadits ini.
Adapun jika ia membenci salah
seorang wali Allah, maka orang ini layak
diperangi. Allah jalla wa ‘ala telah
mengizinkannya untuk diperangi dengan
peperangan yang berasal dari Allah.
Izin Allah
untuk memerangi maknanya adalah bahwa orang
tersebut diketahui akan mendapatkan hukuman
dari Allah.
Peperangan dari Allah maknanya
adalah diturunkannya azab dan siksa Allah pada
hamba-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda," Barang siapa memusuhi wali-
Ku" Istilah Wali menurut Ahlusunnah wal Jamaah
adalah setiap mukmin yang bertakwa dan bukan
Nabi.
Inilah definisi Wali menurut Ahlusunnah wal
Jamaah yaitu bahwa Wali adalah setiap orang
yang memiliki keimanan dan ketakwaan.
Karena derajat keimanan dan ketakwaan
bertingkat-tingkat, maka derajat kewalian –yaitu
kecintaan dan pertolongan Allah pada hamba-
Nya- juga bertingkat-tingkat. Yang dimaksud
dengan wali adalah orang yang senantiasa
menyempurnakan keimanan dan ketakwaan
sesuai dengan kemampuannya serta sebagian
besar kondisinya berada dalam keimanan dan
ketakwaan.
Allah menyebutkan bahwa wali-Nya adalah orang
yang beriman dan bertakwa.
Barang siapa yang
memusuhi orang mukmin, bertakwa yang selalu
menyempurnakan keimanan dan ketakwaan
sesuai dengan kemampuannya dan tidak
terdapat celaan yang mengurangi kesempurnaan
iman dan takwanya maka dia diizinkan untuk
diperangi.
Yaitu bahwa dia diketahui dan
diancam dengan siksaan dari Allah jalla wa ‘ala.
Karena Wali tersebut dicintai dan ditolong oleh
Allah jalla wa ‘ala dan kita wajib untuk mencintai
orang tersebut karena Allah cinta padanya
ﻭﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ: ﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ
ﻗﺎﻝ: ﻣﻦ ﻋﺎﺩ ﻟﻲ ﻭﻟﻴﺎ، ﻓﻘﺪ ﺁﺫﻧﺘﻪ ﺑﺎﻟﺤﺮﺏ،
"Barang siapa memusuhi wali-Ku maka
aku izinkan untuk diperangi"
Yaitu menjadikan
wali Allah sebagai musuh yang ia benci.
Para
ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dalam
hadits ini jika seseorang membenci wali Allah
karena agamanya.
Adapun, jika ia memusuhi
wali Allah karena perkara dunia sehingga terjadi
perselisihan di antara mereka, maka hal seperti
ini perlu dirinci.
Pertama, Jika perselisihan
tersebut menimbulkan kebencian maka
dikhawatirkan orang tersebut akan termasuk
dalam ancaman hadits ini. Kedua, jika
perselisihan tersebut terjadi tanpa menimbulkan
rasa kebencian, maka tidak termasuk dalam
makna hadits ini, yaitu orang tersebut tidak
menjadi orang yang diumumkan bahwa ia akan
diperangi.
Demikianlah, dulu penghulu para wali umat
ini pun saling berselisih. Abu Bakar dan Umar
pernah berselisih dalam beberapa kesempatan.
Sahabat Abbas pernah berselisih dengan
sahabat Ali sampai perkaranya dibawa ke
pengadilan dan beberapa kasus lainnya.
Terjadinya perselisihan tanpa diiringi kebencian
kepada wali Allah, bukanlah yang dimaksud
dalam hadits ini.
Adapun jika ia membenci salah
seorang wali Allah, maka orang ini layak
diperangi. Allah jalla wa ‘ala telah
mengizinkannya untuk diperangi dengan
peperangan yang berasal dari Allah.
Izin Allah
untuk memerangi maknanya adalah bahwa orang
tersebut diketahui akan mendapatkan hukuman
dari Allah.
Peperangan dari Allah maknanya
adalah diturunkannya azab dan siksa Allah pada
hamba-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda," Barang siapa memusuhi wali-
Ku" Istilah Wali menurut Ahlusunnah wal Jamaah
adalah setiap mukmin yang bertakwa dan bukan
Nabi.
Inilah definisi Wali menurut Ahlusunnah wal
Jamaah yaitu bahwa Wali adalah setiap orang
yang memiliki keimanan dan ketakwaan.
Karena derajat keimanan dan ketakwaan
bertingkat-tingkat, maka derajat kewalian –yaitu
kecintaan dan pertolongan Allah pada hamba-
Nya- juga bertingkat-tingkat. Yang dimaksud
dengan wali adalah orang yang senantiasa
menyempurnakan keimanan dan ketakwaan
sesuai dengan kemampuannya serta sebagian
besar kondisinya berada dalam keimanan dan
ketakwaan.
Allah menyebutkan bahwa wali-Nya adalah orang
yang beriman dan bertakwa.
Barang siapa yang
memusuhi orang mukmin, bertakwa yang selalu
menyempurnakan keimanan dan ketakwaan
sesuai dengan kemampuannya dan tidak
terdapat celaan yang mengurangi kesempurnaan
iman dan takwanya maka dia diizinkan untuk
diperangi.
Yaitu bahwa dia diketahui dan
diancam dengan siksaan dari Allah jalla wa ‘ala.
Karena Wali tersebut dicintai dan ditolong oleh
Allah jalla wa ‘ala dan kita wajib untuk mencintai
orang tersebut karena Allah cinta padanya
Datangi AKU dengan KelemahanMU
Wahai hamba-Ku: Datangilah Aku dengan segala kelemahanmu, niscaya Aku akan membawa kekuatan kepadamu. Dan datangilah Aku dengan segala kefakiranmu, maka Aku akan menyingkap tirai perbendaharaan langit dan bumi kepadamu. [Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah]
Untuk menuju kepada Allah, manusia harus punya niat dan usaha dalam bentuk harapan dan amal, serta zikir dan ibadah. Namun, seorang hamba perlu menyadari bahwa ilmu dan amal serta zikir dan ibadahnya itu tidak akan pernah menyampaikan dirinya kepada Allah kecuali bila Allah berkenan menyingkapkan diri-Nya. Untuk itu, dalam usaha menuju kepada Allah, seorang hamba tidak boleh mengandalkan ilmu dan amalnya atau mengandalkan zikir dan ibadahnya, tetapi ia harus tetap bergantung dan mengandalkan Allah Swt. Hanya Allah yang Maha Kuasa mengenalkan diri-Nya kepada hamba yang dikehendaki-Nya.
Seorang hamba mutlak mengakui kelemahannya dan ketidakmampuannya menuju Allah, tetapi dia harus maksimal dalam berniat dan berusaha. Mengandalkan niat dan usaha menuju kepada Allah merupakan bentuk ego yang menjadi hijab dan mustahil untuk ditembus.
Ketika Nabi Ibrahim a.s. mengakui segala kelemahannya kepada Zat Yang menciptakan langit dan bumi, mengakui kepasrahannya dengan tulus, mengakui bahwa shalat, ibadah, hidup, dan matinya semua milik Allah, maka di situlah beliau berada posisi titik nol dan kehampaan. Shalat dan ibadah yang dilakukannya diakui Ibrahim a.s. sebagai bukan miliknya, melainkan milik Allah. Dalam menuju kepada Allah, Ibrahim a.s. hanya punya harapan dan ketergantungan kepada Allah semata. Pada saat itulah Allah membuka tirai perbendaharaan langit dan bumi kepadanya, dan membukakan hijab sehingga Ibrahim a.s. menemukan Allah, Tuhan Yang Satu dan Nyata.
Semoga Allah tetap memberikan rasa penasaran kepada kita untuk selalu berharap hendak berjumpa dengan-Nya serta memberikan kekuatan dalam berusaha secara maksimal menuju kepada-Nya. “Sesusungguhnya Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.”
Jika ingin berdalil dengan suatu ayat, maka dia bisa berkata,
Bismillaah..
Jika ingin berdalil dengan suatu ayat, maka dia bisa berkata, Qaalallahu Ta’ala kadza (Allah telah berfirman demikian) dan dia bisa berkata, Allaahu Ta’ala Yaquulu kadza (Allah berfirman demikian).
Tidak ada makruhnya sesuatu pun dalam hal ini. Ini adalah pendapat yang sahih dan yang terpilih yang didukung bersama oleh ulama Salaf dan Kalaf.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dawud dari Mutharif bin Abdullah Ibn Asy-Syakhiir seorang tabi’in yang masyhur, katanya: Janganlah kamu katakan, Innallaaha Ta’ala Yaquulu, tetapi katakanlah, InnAllah subhaanahu wa Ta’ala qaala. Apa yang diingkari oleh Mutharif rahimahullah ini bertentangan dengan apa yang disebut di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dilakukan oleh para sahabat serta para ulama setelah mereka-mudah-mudahan Allah swt meridhaoi mereka.
Allah berfirman:
“Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).” (QS Al-Ahzab 33:4
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Abu Dzarr ra katanya: Rasulullah saw bersabda, Allah berfirman:
“Barangsiapa berbuat baik, maka dia mendapat ganjaran sepuluh kali lipat.” (QS Al-An’am 6:60)
Diriwayatkan dalam shahih Muslim dalam bagian Tafsir; “Lan Tanaalul birra hattaa tunfiquu mimmaa tuhibbuun.”
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS Ali-Imran 3:92)
Ini adalah pendapat Abu Thalhah di hadapan Nabi saw Diriwayatkan dalam hadits sahih dari Masruq rahimahullah, katanya:
Aku berkata kepada Aisyah ra, bukankah Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Tuhan di ufuk yang terang.” (QS At-Takwir 81:23)
Maka Aisyah menjawab, tidaklah engkau mendengar bahwa Allah berfirman:
Terjemahan:
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu.” (QS Al-An’am 6:130)
Atau tidakkah engkau mendengar bahwa Allah berfirman:
“Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berbicara dengan dia, kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir.” (QS Asy-Syuura 26:51)
Kemudian Aisyah berkata dan Allah berfirman:
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.” (QS Al-Maidah 5:67)
Kemudian Aisyah berkata dan Allah berfirman:
“Katakanlah! Tidak ada seorang pun di langit dan dibumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah.” (QS An-Naml 27:65)
Pendapat ini lebih banyak ditemukan dalam pandangan ulama Salaf dan Kalaf. Wallahua’lam
Jika ingin berdalil dengan suatu ayat, maka dia bisa berkata, Qaalallahu Ta’ala kadza (Allah telah berfirman demikian) dan dia bisa berkata, Allaahu Ta’ala Yaquulu kadza (Allah berfirman demikian).
Tidak ada makruhnya sesuatu pun dalam hal ini. Ini adalah pendapat yang sahih dan yang terpilih yang didukung bersama oleh ulama Salaf dan Kalaf.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dawud dari Mutharif bin Abdullah Ibn Asy-Syakhiir seorang tabi’in yang masyhur, katanya: Janganlah kamu katakan, Innallaaha Ta’ala Yaquulu, tetapi katakanlah, InnAllah subhaanahu wa Ta’ala qaala. Apa yang diingkari oleh Mutharif rahimahullah ini bertentangan dengan apa yang disebut di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dilakukan oleh para sahabat serta para ulama setelah mereka-mudah-mudahan Allah swt meridhaoi mereka.
Allah berfirman:
“Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).” (QS Al-Ahzab 33:4
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Abu Dzarr ra katanya: Rasulullah saw bersabda, Allah berfirman:
“Barangsiapa berbuat baik, maka dia mendapat ganjaran sepuluh kali lipat.” (QS Al-An’am 6:60)
Diriwayatkan dalam shahih Muslim dalam bagian Tafsir; “Lan Tanaalul birra hattaa tunfiquu mimmaa tuhibbuun.”
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS Ali-Imran 3:92)
Ini adalah pendapat Abu Thalhah di hadapan Nabi saw Diriwayatkan dalam hadits sahih dari Masruq rahimahullah, katanya:
Aku berkata kepada Aisyah ra, bukankah Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Tuhan di ufuk yang terang.” (QS At-Takwir 81:23)
Maka Aisyah menjawab, tidaklah engkau mendengar bahwa Allah berfirman:
Terjemahan:
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu.” (QS Al-An’am 6:130)
Atau tidakkah engkau mendengar bahwa Allah berfirman:
“Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berbicara dengan dia, kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir.” (QS Asy-Syuura 26:51)
Kemudian Aisyah berkata dan Allah berfirman:
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.” (QS Al-Maidah 5:67)
Kemudian Aisyah berkata dan Allah berfirman:
“Katakanlah! Tidak ada seorang pun di langit dan dibumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah.” (QS An-Naml 27:65)
Pendapat ini lebih banyak ditemukan dalam pandangan ulama Salaf dan Kalaf. Wallahua’lam
Langganan:
Postingan (Atom)