Laman

Rabu, 12 Februari 2014

CINTA DAN TASAWUF

Bismillahi Ar Rahmaani Ar Rahiimi

Benarkah cinta itu mengharapkan upah? Padahal cinta itu sendiri sudahlah upah bagi para pecinta.
Perasaan iman manusia itu bertingkat, maka bertingkat pula cara Tuhan memberikan tuntunan. Ada orang yang diberi ancaman dengan neraka, maka timbullah khauf. Ada orang yang diberi harapan dengan syurga, maka timbullah raja’a. Tetapi orang yang telah berpengalaman lebih tinggi, maka terpadulah raja’a dengan khaufnya kepada satu hal, yaitu CINTA.

Disinilah kita akan tahu sebuah pelajaran dari seorang Rabi’atul ‘Adawiyah (seorang Zahid perempuan yang telah menaikkan tingkat zuhud).

Cinta sejati tidak lagi mengenal berbagai hal. Kalau dalam hati kita masih ada rasa aku adalah aku, dan engkau adalah engkau, maka itu belumlah sampai pada inti cinta.
Kadang-kadang kita tak tahu apa yang harus kita bicarakan lagi, bahkan bisa jadi mulutpun “ngelantur”. Bahkan saking cintanya bisa jadi akan muncul kata-kata bahwa “Engkau adalah aku”. Kadang-kadang juga kemanapun kita menoleh, hanya Sang Kekasih itulah yang terlihat. Ke matahari terbit, ke bulan purnama kita melihat...hanya Sang Kekasih itulah yang tampak. Ke angin sepoi-sepoi sekalipun, Hangat hembusan Sang Kekasih itulah yang terasa. Bahkan juga jika rasa cinta itu telah memuncak, merasa ingin mati saja dalam cinta.

“Kalaupun engkau ingin hidup berbahagia, matilah dengan dan karena Sang Kekasih (dalam keadaan syahid)
Dan jika tidak begitu, rindu adalah ahlinya untuk menggantikan itu”.

Pada suatu hari, timbul Tanya jawab diantara burung satu dengan burung yang lain tentang keindahan dan kemesraan bila berjumpa dengan Nur dan Narr, Cahaya dan Api.
Masing-masing bercerita tentang pengalaman mereka. Seekor burung yang lebih tua menyuruh anak-anaknya merasakan kemesraan cahaya itu. Ada salah satu diantara anak-anak burung itu, dirasakannya cahaya itu dan dirasakannya pula panas itu, lalu ia pulang. Seekor lagi mendekat ke cahaya itu, dan tersentuh pula panas itu, hamper saja sayapnya terbakar. Ia pun pulang membawa bukti sayapnya yang nyaris terbakar itu. Kemudian maju satu ekor lagi ke muka, terbang menuju cahaya dan terbang menuju api lantas menghilang. Burung tua itupun berkata : “Ia yang hilang kedalam cahaya dan kedalam api, maka dialah yang sampai”.

Cinta akan melarutkan jiwa kita dalam cahaya yang tiada dua hangatnya, tak satu pun di hati kita yang lebih tinggi dari pada Sang Kekasih. Keindahan dan kemesraan bersama-Nya akan mengalirkan anggur cinta yang tiada dua rasanya. Menari dengan senandung cinta yang tiada dua merdunya. Terbang dengan sayap cinta yang tiada dua kuat kepakan sayapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar