a. Pengertian
Arti talqin secara bahasa adalah Tafhim (memberikan pemahaman),
memberi peringatan dengan mulut, mengajarkan sesuatu. Secara istilah
talqin adalah mengajarkan kalimat tauhid terhadap orang – orang yang
baru saja dikubur serta mengajarinya tentang pertanyaan – pertanyaan
kubur.
b. Dalil dan Talqin
Hukum talqin menurut mayoritas ulama Syafi’iyah adalah sunnah. Di dasarkan pada sabdaNabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Nabi Umamah:
عَنْ أَبِي أَمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ اِذَا اِذَا مُتُّ
فَاصْنَعُوْا بِي كَمَا اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ اَنْ نَصْنَعَ بِمَوْتَانَا. اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ
فَسَوَّيْتُمُ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ فَلْيَقُمْ اَحَدٌ عَلَى رَأْسِ
قَبْرِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ : يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُهُ
وَلَا يُجِيْبُ ثُمَّ يَقُوْلُ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ
يَسْتَوْى قَاعِدًا. ثُمَّ يَقُوْلُ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ
يَقُوْلُ: أَرْشَدَنَا يَرْحَمُكَ اللهُ وَلَكِنْ لَاتَشْعُرُوْنَ فَلْ
يَقُل اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَتَ اَنْ
لَااِلَهَ اِلَّااللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وُاِنَّكَ
رَصَيْتَ بِااللهِ رَبًّا وَبِااْلاِسْلَامِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ
نَبِيًّا وَبِااْلقُرْاَنِ اِمَامًا فَاِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا
يَأْخُذُ كُلَ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ. وَيَقُوْلُ اِنْطَلِقْ
بِنَا مَا يُقْعِدُنَا عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتُهُ. فَقَالَ رَجُلٌ
يَارَسُوْلَ اللهِ فَاِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمُّهُ؟ قَالَ يَنْسِبُهُ اِلَى
أُمِّهِ حَوَّاءَ: بَا فُلَانُ بْنُ حَوَاءَ (رواه الطبرني في المعجم
كبير،٧٩٧٩، ونقله الشيخ محمد بن عبد الوهاب في كتابه احكام تمني ٩ بدون اي
تعليق).
“Dari Abi Umamah RA,beliau berkata, “Jika aku kelak
telah meninggal dunia, maka perlakukanlah aku sebagaimana Rosulullah SAW
memperlakukan orang – orang yang wafat diantara kita. Rosulullah SAW
memerintahkan kita, seraya bersabda, “Ketika diantara kamu ada yang
meninggal dunia, lalu kamu meratakan tanah diatas kuburannya, maka
hendaklah salah satu diantara kamu berdiri pada
bagian kepala
kuburan itu seraya berkata, “Wahai fulan bin fulanab”. Orang yang berada
dalam kubur pasti mendengar apa yang kamu ucapkan, namun mereka tidak
dapat menjawabnya. Kemudian (orang yang berdiri di kuburan) berkata
lagi, “Wahai fulan bin fulanab”, ketika itu juga si mayyit bangkit dan
duduk dalam kuburannya. Orang yang berada diatas kuburan itu berucap
lagi, “Wahai fulan bin fulanab”, maka si mayyit berucap, “Berilah kami
petunjuk, dan semoga Allah akan selalu memberi rahmat kepadamu. Namun
kamu tidak merasakan (apa yang aku rasakan disini).” (Karena itu)
hendaklah orang yang berdiri diatas kuburan itu berkata, “Ingatlah
sewaktu engkau keluar kealam dunia, engkau telah bersaksi bahwa tidak
ada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad SAW adalah hamba serta Rosul
Allah. (Kamu juga telah bersaksi) bahwa engkau akan selalu ridho
menjadikan Allah sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agamamu, Muhammad SAW
sebagai Nabimu, dan al – Qur’an sebagai imam (penuntun jalan )mu.
(Setelah dibacakan talqin ini ) malaikat Munkar dan Nakir saling
berpegangan tangan sambil berkata, “Marilah kita kembali, apa gunanya
kita duduk ( untuk bertanya) dimuka orang yang dibacakan talqin”. Abu
Umamah kemudian berkata, “Setelah itu ada seorang laki – laki bertanya
kepada Rosulullah SAW, “Wahai Rosulullah, bagaimana kalau kita tidak
mengenal ibunya?” Rosulullah menjawab, “(Kalau seperti itu) dinisbatkan
saja kepada ibu Hawa, “Wahai fulan bin Hawa.”(HR. al – Thabrani dalam al
– Mu’jam al – Kabir :7979, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab juga
mengutip hadits tersebut dalam kitabnya Ahkam Tamanni al – Mawt hal. 9
tanpa ada komentar).
Mayoritas ulama mengatakan bahwa hadits
tentang talqin ini termasuk hadits dha’if, karena ada seorang perawinya
yang tidak cukup syarat untuk meriwayatkan hadits. Namun dalam rangka
fadha’il al – a’mal, hadits ini dapat digunakan. Sebagian ahli hadits
mengatakan bahwa Hadits Abi Umamah ini Hasan Lighoirihi sebab sudah
diperkuat dengan hadits lain yang senada sebagai syahid.
Hadits diatas juga sesuai dengan al – Qur’an surat Adariyat ayat 55:
وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَ تَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ (الذارريات:٥٥)
“Dan berilah peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang – orang yang beriman”.
Imam Nawawi dalam kitab al – Majmu’li an Nawawy juz 7, halaman 254 dan
Imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim juz 1, halaman 63, memberikan
komentar tentang hadits Abi Umamah yaitu:
قُلْتُ: حَدِيْثُ
اَبِي أُمَامَةَ رَوَاهُ أَبَو الْقَاسِمِ الطَّبْرَنِي فِي مُعْجَمِهِ
بِاسْنَادِ ضَعِيْفٍ وَلَفْظُهُ: عَنْ سَعِيْدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ
الْاَزْدِى قَالَ: شَهِدْتُ أَبَا أُمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَهُوَ
فِي نَزَعٍ فَقَالَ اِذَا مُتُّ فَاصْنَعُوْا بِي كَمَا أَمَرَنَا رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: “اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ
اِخْوَانِكُمْ فَسَوَيْتُمُ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ فَالْيَقُمْ
اَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ : يَافُلَانُ بْنُ
فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيْبُ.(الحديث) اِلَى اَنْ قَالَ
اِتَّفَقَ عُلَمَاءُ اْلمُحَدِّثِيْنَ وَغَيْرُهُمْ عَلَى اْلمُسَامَحَةِ
فِى اَحَادِيْثِ الْفَضَائِلِ وَالتَّرْغِيْبِ وَالتَّرْهِيْبِ وَقَدِ
اعْتَضَدَ بِشَوَاهِدَ مِنَ اْلاَحَادِيْثِ كَحَدِيْثِ وَاسْئَلُوْا لَهُ
التَّثْبِيْتَ وَوَصِيَّةُ عَمْرُو بْنُ اْلعَاصِ وَهُمَا صَحِيْحَانِ
سَبَقَ بَيَانُهَا قَرِيْبًا.
Hadits Abu Umamah, riwayat abu
Qasim at – Thabrani dalam kitab Mu’jam – nya dengan sanad dhaif, teksnya
demikian : Dari Said ibnu Abdullah al – Azdi, ia mengatakan : Saya
melihat Abu Umamah dalam keadaan naza’(sekarat), kemudian ia berpesan:
Jika saya meninggal maka berbuatlah seperti yang teleh diperintahkan
Rosulullah SAW. Rosul pernah bersabda : Jika ada yang meninggal diantara
kalian, ratakanlah tanah kuburannya, dan hendaknya berdiri salah
seorang dari kalian diarah kepalanya, lalu katakan: Hai fulan bin Fulan
……sesungguhnya ia (mayit) mendengar dan dapat menjawab (al – Hadits).
Sampai kata – kata : para ulama pakar hadits sepakat dapat menerima
hadits – hadits tentang keutamaan amal untuk menambah semangat
beribadah. Dan telah dibantu bukti – bukti adanya hadits – hadits lain
seperti hadits “Mintalah kalian kepada Allah kemampuan (menjawab
pertanyaan Munkar da Nakir) dan “wasiat Amr bin ‘Ash” tentang memberi
hiburan ketika ditanya malaikat di mana kedua hadits tersebut sahih
seperti yang telah disinggung sebelumnya .
Dalam kitab Dalil al Falihin, juz 71, halaman 57 disebutkan :
وَفِي مَتْنِ الرَّوْض لِابْنِ اْلمُقْرِى مَا لَفْظَهُ: يُسْتَحَبُّ
اَنْ يُلَقِّنَ اْلمَيِّتُ بَعْدَ الدَّفْنِ بِاْلمَأْثُوْرِ. قَالَ
شَارِحُهُ شَيْخُ اْلاِسْلَامِ بَعْدَ اَنْ بَيَّنَ ذَلِكَ مَا لَفْظُهُ:
قَالَ النَّوَاوِيُّ وَهُوَ ضَعِيْفٌ لَكِنْ اَحَادِيْثَ اْلفَضَائِلِ
يَتَسَامَحُ فِيْهَا عِنْدَ اَهْلِ اْلعِلْمِ. وَقَدِ اعْتَضَدَ هَذَا
الْحَدِيْثِ شَوَاهِدَ مِنَ اْلاَحَادِيْثَ الصَّحِيْحَةِ كَقَوْلِهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَسْأَلُ اللهَ التَّثْبِيْتَ. وَوَصِيُّ
عَمْرُو بْنَ اْلعَاصِ السَّابِقِيْنَ. قَالَ بَعْضُهُمْ وَقَوْلُهُ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ
دَلِيْلٌ عَلَيْهِ لِاَنَّ الْحَقِيْقَةَ اْلَمِّيتِ مَنْ مَاتَ. وَاَِمَّا
قَبْلَ اْلمَوْتِ وَهُوَ مَا جَرَى عَلَيْهِ كَمَا مَرَّ فَجَازَ. ثُمَّ
قَالَ بَعْدَ كَلَامٍ. وَمُعْتَمَدُ مَذْهَبِ الشَّافِعِيَّةِ سُنَّةُ
النَّلْقِيْنِ بَعْدَ الدَّفْنِ كَمَا نَقَلَهُ الْمُصَنِّفُ فِي
اْلمَجْمُوْعِ عَن جَمَاعَاتٍ مِنَ اْلاَصْحَابِ. قَالَ وَمِمَّنْ نَصَّ
عَلَى السْتِحْبَابِهِ اْلقِاضِى حُسَيْنُ وَمُتَوَالِى وَالشَّيْخُ نَصْرُ
الْمُقَدَّسِ وَالرَّافِعِي وَغَيْرُهُمْ. وَنَقَلَ اْلقَاضِى حُسَيْنُ
عَنْ اَصْحَابِنَا. مُطْلَقًا. وَقَالَ ابْنُ الصَّلاَحِ هُوَ اَّلَذِي
نَخْتَارُهُ وَنَعْمَلُ بِهِ. وَقَالَ السَّخَاوِيْ وَقَدْ وَافَقَنَا
الْمَالِكِيَّةِ عَلَى اسْتِحْبَابَِهِ اَيْضًا وَمِمَّنْ صَرَّحَ بِهِ
مِنْهُمْ القَاضِى اَبُوْ بَكْرِ اْلغَزِى. قَالَ وَهُوَ فِعْلُ اَهْلِ
اْلمَدِيْنَةِ وَالصَّالِحِيْنَ وَاْلاَخْيَارِ وَجَرَى بِهِ اْلعَمَلُ
بِقُرْطُوْبَةِ وَاَمَّااْلحَنِيْفَةَ فَاخْتَلَفَ فِيْهِ مَشَايِخُكُمْ
كَمَا فِى اْلمُحِيطِ وَكَذَا احْتَلَفَ فِيْهِ الْحَنَابِلَةُ.
Disunahkan mentaqlin mayit setelah dikubur berdasarkan hadis. Syaikhul
Islam sebagai persyarahnya menjelaskan: Imam an – Nawawi berkata bahwa
hadits tersebut dho’if, ia termasuk hadits Fadhail al-‘Amal yang di
kalangan pakar ilmu hadits ditoleransikan bias digunakan. Hadits
tersebut diperkuat oleh banyak hadis-hadis sahih yang lain, seperti:
asal Allah at-tatsbit (mohonlah kepada Allah agar tetap di dalam
keimanan ) dan wasiatnya kepada Amr bin Ash dari kalangan orang pertama
yang masuk Islam. Sabda Rosulullah: Laqqinu mautakun la Illallah
(Bacakan la ilaha Illallah kepada seorang mati diantara kalian). Menurut
pendapat sebagiaan ulama, hadis ini merupakan dalil di bolehkannya
talqin bagi seorang yang sudah mati karena hakekat “al – mayyit”
sebagaimana tertera dalam hadis itu adalah seorang yang sudah mati.
Sedangkan sebelum mati juga boleh dibacakan talqin seperti yang banyak
dilakukan para ulama. Menurut madzhab Syai’i, kesunnahan talqin itu
setelah dikuburkan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan pula dalam
al-Majmu’ berdasarkan pendapat dari banyak ulama. Di antara yang
menyatakan kesunnahannya itu adalah al-Qadhi Husain, al-Mutawalli,
Syaikh Nashir al- Muqaddasi, Rafi’I, Ibnu Shalah dan Sakhawi. Pendapat
kami tentang kesunnahan talqin tersebut sesuai dengan pendapat dari
kalangan al-Maliki, seperti yang dinyatakan di antaranya al-Qadhi Abu
Bakar Al- Azzi yang menyebutkannya sebagai amalan penduduk Madinah dan
orang-oarang saleh serta yang banyak dilakukan oleh umat Islam di
Spayol. Sedang di kalangan al-Hanafi, para tokoh mereka saling bersilang
pendapat sebagaimana tertera dalam al-Mubith sebagaimana silang
pendapat yang terjadi di kalangan ulama Hambali.
Dalil lain juga menerangkan dalam kitab Nihayat al-Muhtaj, Juz III,hal. 4:
وَيُسْتَحَبُّ تَلْقِيْنُ اْلمَيِّتِ اْلمُكَلَّفِ بَعْدَ تَمَامِ
دَفْنِهِ لِخَبَرِ اَنَّ اْلعَبْدَ اِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَتَوَلَّى
عَنْهُ اَصْحَابٌ اَنَّهُ يَسْمَعُ قَرْعُ نِعَالِهِمْ. فَاِذَانْصَرَفُوْا
اَتَاهُ مَلَكَانِ-الحديث.
Disunnahkan mentalqin mayyit yang
sudah mukallaf usai dikuburkan berdasarkan hadits: Seorang hamba ketika
ia diletakan dikuburnya dan para pengirimnya pulang,ia mendengar suara
alas kaki mereka. Kalau para pengantar sudah pulang semua, ia segera di
datangi dua malaikat.
Dalm kitab al- Hawy li al – Fatawa li al – Hafizh as- suyuthy, Juz II, halaman 176 – 177: juga diterangkan.
وَعِبَارَةُ التَّتِمَّةِ اْلاَصْلُ فِى التَّلْقِيْنِ مَا رَوَى اَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا دَفَنَ اِبْرَاهِيْمَ
قَالَ:قُلْ “الله رَبِّي”- اِلَى اَنْ قَالَ –وَيَدُلُّ عَلَى صِحَّةِ مَا
قُلْنَاهُ مَا رَوَى عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اَنَّهُ لَمَّا دَفَنَ وَلَدَهُ اِبْرَاهِيْمَ وَقَفَ عَلَى قَبْرِهِ
فَقَالَ: يَابُنَيَّ، اَلْقَلْبُ يَحْزُنُ وَاْلعَيْنُ تَدْمَعُ وَلَا
نَقُوْلُ مَا يَسْحُطُ الرَّبُّ-اِنَّاللهِ وَاِنَّا اِلَيْهِ
رَاجِعُوْنَ-يَابُنَيَّ قُلْ الله رَبِّي وَاْلاِسْلَامُ دِيْنِي
وَرَسُوْلُ اللهِ اَبِي فَبَكَتِ الصَّحَابَةُ وَبَكَى عُمَرُ بْنُ
اْلخَطَّابِ بُكَاءً اِرْتَفَعَ لَهُ صَوْتَهُ.
Teks lengkap
mengenai Talqin ini seperti yang diriwayatkan bahwa Rosulullah saat
mengubur anaknya, Ibrahim, mengatakan: Katakanlah: Allah Tuhankn….sampai
kata – kata: Hal itu menunjukan atas benarnya apa yang aku ucapkan, apa
yang diriwayatakan dari Nabi, sesungguhnya saat dia menguburkan
anaknya, Ibrahim, dia berdiri diatas kubur dan bersabda: Hai anakku,
hati ini sedih, mata ini mencucurkan air mata, dan aku tidak akan
berkata yang menjadikan Allah marah kepadaku. Hai anakku, katakana Allah
itu Tuhanku, Islam agamaku, dan Rosulullah itu bapakku ! Para sahabat
ikut menangis, bahkan Umar bin Khoththob menangis sampai mengeluarkan
suara yang keras.
Dalam kitab Hasyiah Umairah bi Asfali
Hasyiah Qalyuby Mahally, Juz I, halaman 353: Menegaskan tenteng
kesunnahan Hukum mentalqin mayit.
يُسَنُّ اَيْضًا
اَلتَّلْقِيْنُ-فَيُقَالُ لَهُ يَا عَبْدُ اللهِ ابْنِ اَمَةِ اللهِ
اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ اَنْ لَااِلَهَ
اِلَّااللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَاَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ
وَاَنَّ النَّارَ حَقٌّ وَاَنَّ الْبَعْثَ حَقٌّ وَاَنَّ السَّاعَةَ
آتِيَةٌ لَارَيْبَ فِيْهَا وَاَنَّ اللهَ يُبْعَثُ مَنْ فِى اْلقُبُوْرِ
وَاِنَّكَ رَضَيْتَ بِااللهِ رَبًّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنًا
وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا وَبِااْلقُرْآنِ
اِمَامًا وَبِاالْكَعْبِة قِبْلَةً وَبِااْلمُؤْمِنِيْنَ
اِخْوَانًا-لِحَدِيْثٍ وَرَدَ فِيْهِ-فِى الرَّوْضَةِ الْحَدِيْثِ وَاِنْ
كَانَ ضَعِيْفًا لَكِنَّهُ اعْتَضَدَ بِشَوَاهِدِهِ.
Talqin itu
disunnahkan maka dikatakan kepadanya (mayitt): Hai hamba Alla, ingatlah
engkau telah meninggal, bersaksilah tiada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah, surga adalah haq (benar adanya), neraka
adalah haq, dan kebangkitan di Hari Kiamat juga haq. Hari Kiamat pasti
akan dating, tidak bias diragukan lagi, Allah akan membangkitkan kembali
manusia dari kuburnya, dan hendaknya engkaun rela Allah sebagai Tuhan,
Islam sebagain agama, Muhammad sebagi Nabi, al – Qur’an sebagi kitab
suci, Ka’bah sebagi kiblat, dan kaum muslimin sebagai saudra. Hal ni
berkenaan dengan danya hadits dalam masalah ini, dan dalam kitab ar –
Raudhah ditambahkan: Hadits ini, meskipun dhaif, tapi lengkap panguat –
penguatnya.
Dalam kitab I’anah al – Thalibin karya Sayid Abu Bakar Syatha al – Dimyati, juz ll hal 140 dijelaskan:
(قَوْلُهُ وَتَلْقِيْنُ بَالِغٍ) مَعْطُوْفٌ عَلَى اَنْ يُلَقِّنَ
اَيْضًا اَيْ وَيُنْذَبُ تَلْقِيْنُ بَالِغٍ الخ. وَذَالِكَ لِقَوْلِهِ
تَعَالَى: وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَتَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ
(الذاريات:55) وَاَحْوَجَ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ اِلَى التَّذْكِيْرِ فِيْ
هَذِهِ الْحَاَلِة.
“Yang dimaksud dengan membacakan talqin
bagi orang yang baligh yaitu, disunnahkan men – talqin – kan orang yang
sudah baligh (ukallaf). Hal itu berdasarkan firman Allah SWT: Dan
tetaplah memberi perihgatan, karena sesungguhnya peringatan itu
bermanfaat bagi orang – orang mukmin (al – Dzariyat : 55) dan yang
paling diperlukan oleh seorang hamba untukl mendapat peringatan pada
saat ini (setelah dikubur).”
Dalam kitab ‘I’anatul Thalibin juz ll hal 140 disebutkan :
(قَوْلُهُ وَتَلْقِيْنُ بَاِلغٍ) اَيْ وَيُنْذَبُ تَلْقِيْنُ بَالِغٍ الخ
وَذَالِكَ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَ تَنْفَعُ
اْلمُؤْمِنِيْنَ. وَاَحْوَجُ مَا يَكُوْنُ اْلعَبْدُ اِلَى التَّذْكِيْرِ
فِي هَذِهِ الْحَالَةِ (اعانة الطالبين قبيل باب الزكاة ٢/١٤٠)
Dan disunnahkan orang yang sudah baligh……demikian itu sesuai dengan
firman Allah Swt :“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya
peringatan itu bermanfaat bagi orang – orang yang beriman”. (al –
Dzariyat : 55). Dalam keadaan seperti ini lah seorang hamba sangat
membutuhkan terhadap peringatan tersebut.
Dalam kitab Nihayatul Muhthaz juz lll hal 4 disebutkan :
وَيُسْتَحَبُّ تَلْقِيْنُ اْلمَيِّتِ اْلمُكَلَّفِ بَعْدَ تَمَامِ
دَفْنِهِ لِخَبَرِ اَنَّ اْلعَبْدَ اِذَا وُضِعَ فِيْ قَْرِهِ وَتَوَلَّى
عَنْهُ اَصْحَابٌ اَنَّهُ يَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ. فَاِذَانْصَرَفُوْا
اَتَاهُ مَلَكَانِ. الحديث ( نهاية المحتاج ٣/٤).
Disunahkan
mentalqini mayyit yang sudah mukallaf setelah selesai dikuburkan,
berdasarkan hadits: “Sesungguhnya seorang hamba ketika sudah diletakkan
dikuburnya dan para pengiringnya berpaling pulang, ia mendengar suara
gema alas kaki mereka. Jika mereka sudah pergi semua, kemudian ia
didatangi oleh dua malaikat ……Al Hadits”.
Dalam kanzu al – ‘Umal karya Syaih Ibnu Hisammudin Al Hindi Al Burhanfuri, jilid 15 hal 737 disebutkan sebagai berikut;
عَنْ سَعِيْدِاْلاُمَوِىِّ قَالَ: شَهِدْتُ اَبَا أُمَاَمةَ وَهُوَ فِى
النِزَاعِ اِذَا اَنَا مُتُّ فَافْعَلُوْا بِيْ كَمَا اَمَرَنَا رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ
فَسَوَيْتُمْ عَلَيْهِ التُّرَابُ فَلْيَقُمْ رَجُلٌ مِنْكُمْ عِنْدَ
رَأْسِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُ
وَلَكِنَّهُ لَايُجِيْبُ ثُمَّ لْيَقُلْ يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ
فَاِنَّهُ يَسْتَوِى جَالِسًاثُمَّ لْيَقُلْ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ
فَاِنَّهُ يَقُوْلُ اَرْشَدَنَا رَحِمَكَ اللهُ ثُمَّ لْيَقُلْ اُذْكُرْ
مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّا
اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَِنَّكَ رَضَيْتَ بِاللهِ
رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ نَِيًّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنًا وَبِالْقُرْآنِ
اِمَامًا فَاِنَّهُ اِذَا فَعَلَ ذَالِكَ أَخَذٌ مُنْكَرٌ وَنَكِيْرٌ
اَحَدُهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ ثُمَّ يَقُوْلُ لَهُ اُخْرُجْ بِنَا مِنْ
عِنْدِهَذَا مَا نَصْنَعُ بِهِ قَدْ لَقَّنَ حَجَّتَهُ فَيَكُوْنُ اللهُ
حَجِيْجَهُ دُوْنَهُمَا. فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ فَاِنْ
لَمْ يَعْرِفْ أُمُّهُ؟ قَالَ: اِنْسِبْهُ اِلَى حَوَاءَ.
“Diceritakan “dari Said al – Umawi, ia berkata: Saya menyaksikan Abu
Umamah sedang naza’ (sakaratul maut). Lalu ia berkata kepadaku : Hai
Said ! Jika aku mati, perlakukanlah olehmu kepada diriku sebagaimana
yang diperintahkan oleh Rosulullah Saw kepada kita. Rosulullah SAW
bersabda kepada kita : Jika diantara kamu meninggal dunia maka timbunlah
kuburannya dengan tanah sampai rata. Dan hendaknya salah seorang
diantara kamu berdiri disamping arah kepalanya, lalu ia berkata : Hai
fulan bin Fulanah, sesungguhnya mayit itu mendengar, akan tetapi tidak
dapat menjawab. Kemudian hendaklah ia brkata : Hai Fulan bib Fulanah,
maka ia akan duduk tegap. Kamudian hendaklah ia berkata : Hai Fulan bin
Fulanah, lalu ia berkata: Semoga Allah Swt . memberikan petunjuk kepda
kita dan juga memberikan rahmat kepadamu. Kemudian hendaklah ia berkata:
Ingatlah bahwa engkau telah keluar dari alam dunia ini:Dengan bersaksi
bahwa tiada yang berhak disembah selain Allah dan bahwasanya Muhammad
adalah hamba dan Rosul – Nya, dan bahwasannya engkau rrela Allah sebagai
Tuhanmu, Muhammad sebagai Nabimu, Islam sebagai agamamu, dan al –
Qur’an sebagai imammu. Sesungguhnya jika seseorang mengerjakan itu maka
malaikat munkar dan Nakir akan menyambut salah satunya dengan tangan
sahabatnya yang kemudian ia berkata : Keluarlah bersama kami dari tempat
ini. Kami tidak akan memperlakukan apa yang telah ia nyatakan. Maka
Allah Swt akan memenuhi keperluannya tanpa kedua malaikat itu. Lalu
seseorang bertanya kepeda Rosulullah SAW: Wahai Rosulullah, bagai mana
jika saya tidak mengetahui ibunya? Rosulullah SAW menjawab : “Hendaklah
kamu menasabkannya kepada (ibu) Hawa.”
Orang yang sudah
meninggal dunia sebenarnya masih mendengar ucapan salam dan bias
menerima doa orang lain. Rosulullah SAW selalu mengucapkan salam kepada
ahli kubur pada saat ziaroh kubur atau melintasi kuburan. Demikian juga
Rosulullah Saw pada saat putranya Ibrahim wafat mentalqinkannya dengan
kalimat tauhid. Logikanya, seandainya talqin itu tidak berguna niscaya
Rosulullah SAW tidak akan mengerjakannya. Kesimpulannya hukum
mentalqinkan mayit yang sudah mukallaf hukumnya adalah sunnah.
Keterangan tentang kesunnahan talqin ini juga dapat dilihat dalam kitab sebagai berikut:
a. At – Tukhfah juz ll, hal 19
b. Al – Mughni juz lll, hal 207
c. Al – Majmu Syarah Muhadzab juz 7, hal 303
d. Al – Iqna’juz l, hal 183
e. Tassyikhil Mustafidin 142
f. Busro al Karim juz ll, hal 38
g. Nikhayah al – Zain 162
h. Al – Anwar juz l, hal 124
i. Fathul Barri juz l, hal 449
j. Irsyadus syari juz ll, hal 434
k. Matan al – Raodhoh
Kaitannya dengan firman Alla Swt:
وَمَا اَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِى اْلقُبُوْرِ (فاطر : ٢٢ )
“Dan engkau (wahai Muhammad) sekali – kali tiada sanggup menjadikan
orang yang didalam kubur dapat mendengar.” (QS. Fathir: 22).
Firman Allah diatas sering dijadikan untuk menolak hokum sunnah talqin
namun dalam Tafsir al – Khazim diterangkan bahwa yang dimaksud denan
kata Man Fi al – Qubur (orang yang berada didalam kubur) dalam ayat ini
ialah orang –orang kafir yang diserupakan orang mati karena sama – sama
tidak menerima dakwah. Kata mati tersebut adalah metaforis (bentuk
majaz)dari hati mereka yang mati (tafsir al –Khazim, juz 7, hal 347).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang beriman itu dalam
kubur bias mendengar suara orang yang membimbimg talqin tersebut dengan
kekuasaan Allah Swt. Hal ini dapat diperkokoh dengan kebiasaan
Rosulullah SAW apabila berziarah kekuburan selalu menguicapkan salam.
Seandainya ahli kubur tidak mendengar salam Rosulullah SAW, tentu
Rosulullah SAW melakukan sesuatu yang sia – sia dan itu tidak mumgkin.
Wallahu A’lam .
Ass. Wr. Wb.
BalasHapusAdanya perbedaan dalam Islam, sebenarnya tidak perlu dipertajam. Sebab dengan memperuncing perbedaan itu tak ubahnya seseorang yang suka menembak burung di dalam sangkar. Padahal terhadap Al-Qur’an sendiri memang terjadi ketidak samaan pendapat. Oleh sebab itu, apabila setiap perbedaan itu selalu dipertentangkan, yang diuntungkan tentu pihak ketiga. Atau mereka sengaja mengipasi ? Bukankah menjadi semboyan mereka, akan merayakan perbedaan ? Hanya semoga saja jika pengomporan dari dalam, hal itu bukan kesengajaan. Kalau tidak, akhirnya perpecahan yang terjadi.
Apabila perbedaan itu memang kesukaan Anda, salurkan saja ke pedalaman kepulauan nusantara. Disana masih banyak burung liar beterbangan. Jangan mereka yang telah memeluk Islam dicekoki khilafiyah furu’iyah. Bahkan kalau mungkin, mereka yang telah beragama tetapi di luar umat Muslimin, diyakinkan bahwa Islam adalah agama yang benar. Sungguh berat memang.
Ingat, dari 87 % Islam di Indonesia, 37 % nya Islam KTP, 50 % penganut Islam sungguhan. Dari 50 % itu, 20 % tidak shalat, 20 % kadang-kadang shalat dan hanya 10 % pelaksana shalat. Apabila dari yang hanya 10 % yang shalat itu dihojat Anda dengan perbedaan, sehingga menyebabkan ragu-ragu dalam beragama yang mengakibatkan 9 % meninggalkan shalat, berarti ummat Islam Indonesia hanya tinggal 1 %.
Terhadap angka itu Anda ikut berperan, dan harus dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT. Astaghfirullah.
Wass. Wr. Wb.
hmjn wan@gmail.com