Laman

Senin, 04 Agustus 2014

Pesta Para Penempuh Jalan Sufi


Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary
”Datangnya kebutuhan yang mendesak, merupakan pestaraya para penempuh.”
AL-FAAQOH, adalah kebutuhan yang sangat mendesak, merupakan sifat substansial hamba. Karena itu disebutkan oleh Ibnu Ath-Thaillah sebaik-baik waktu adalah waktu dimana anda melihat wujud sifat butuh anda yang sangat mendesak itu. Sehingga anda melihat diri anda serba salah dan serba gagal. Karena dengan rasa butuh yang mendesak itulah anda memutuskan dari yang lain, dan mengembalikan diri anda kepada Allah azza wa-Jalla. Itulah sampai disebut sebagai pestanya para penempuh dan Ahlullah.
Kenapa disebut sebagai pesta? Karena ia menikmati buah dari Musyahadah kepadaNya. Dalam sebuah syair sufi disebutkan:
Esok hari raya, apa yang kau pakai?
Kukatakan, ”Hidangan seteguk cintaNya Fakir dan sabar adalah pakaianku Di bawahnya ada qalbu yang memandang Rasa butuh yang mendesak, Sungguh hari raya dan pertemuan Pakaian yang paling halus ketika engkau bertemu Sang kekasih di hari saling berziarah
Pada baju yang saling terpakai Tahun-tahun begitu lamban bagiku Bila engkau pergi wahai harapanku Sedang pesta raya tiba jika dirimu Selalu tampak di cermin dan mendengarku.
Ibnu Athaillah melanjutkan:
”Terkadang anda meraih anugerah yang bertambah ketika dalam rasa butuh yang mendesak, yang tidak anda jumpai ketika anda puasa dan sholat.”
Terkadang seseorang meraih anugerah luar biasa, berupa pengetahuan, ma’rifat dan hakikat, justru ketika berada dalam kondisi sangat terdesak kebutuhannya, sebab ketika itulah sifat ubudiyahnya muncul, sementara sifat klaim lewat-lewat pengakuan-pengakuannya mulai menjauh. Nafsu, dalam situasi sangat butuh itulah begitu dekat dengan Allah Azza wa-Jalla dan jauh dari kesombongannya.
Terkadang di bali sholat dan puasa sering muncul klaim dan pengakuan akan amalnya, dan pengakuan itu bisa merusak pahalanya, disebabkan wujud riya’ dibalik klaim tadi. Namun rasa butuh yang sangat mendesak membuat nafsu harus luluh di hadapan Tuhannya, ia ingin lebih menjauhi hal-hal yang tak berguna. Bahkan dalam kitab Lathaiful Minan, Ibnu Athaillah mengatakan:
”Dalam bencana dan situasi yang serba butuh ada rahasia kasih sayang yang tidak bisa dimengerti kecuali oleh orang yang memiliki mata hati. Tidakkah anda tahu, bahwa bencana itu mematikan hawa nafsu, meredakan dan mengeluarkan dari tuntutan seleranya, dan dibalik bencana itu ada rasa hina dina yang muncul, sedangkan pada rasa hina itulah pertolongan tiba.
”Sungguh, Allah benar-benar menolongmu di saat perang Badar, sedangkan saat itu kalian dalam keadaan hina dina.” (Ali Imran: 123)
”Rasa butuh itulah hamparan-hamparan bagi anugerah-anugerahNya.”
Abu Yazid al-Bizthamy Qs, mengatakan, “Kekayaan rahasia kami dipenuhi dengan khidmah, bila anda menginginkan, maka anda harus berikap hina dina dan penuh rasa butuh kepadaNya.”
Syeikh Abdul Qadir al-Jilany menambahkan, “Aku mendatangi semua pintu Allah Azza wa-Jalla, dan yang kudapati penuh sesak, namun ketika aku datangi Pintu hina dina dan rasa butuh, rasanya begitu sunyi. Ketika aku masuki memalui pintu tersebut, tiba-tiba aku sudah berada di paling depan mendahului kaum sufi dan aku tinggalkan mereka yang berdesak-desak memasuki pintu-pintuNya yang lain.”
Namun rasa butuh yang mendesak itu, tidak ada gunanya bagi pelakunya, kecuali dengan mewujudkan sikap kehambaan (ubudiyah). Dan hal tersebut berada dalam empat perkara:
Ridha pada realita, tanpa kontra dan menentang.
Menegakkan hak-hak ubudiyah itu melalui ibadah dan yang lainnya.
Lari dari tuntutan nafsu dan klaim-klaimnya, bahkan dari klaim manusia lainnya, dengan semangat penuh hanya bagi Allah Tra’ala.
Menghadap pada Allah Ta’ala dengan bersimpuh hati kepadaNya dan mewujudkan apa yang ada pada diri anda berupa rasa butuh dan sangat fakir kepadaNya.
Inilah yang tersirat dibalik ayat, berupa munajat Nabi Musa as, : ”Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat membutuhkan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (Al-Qashash, 24).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar