Laman

Senin, 04 Agustus 2014

Renungan Cinta


Lalu perhatikan, sesudah itu, bagaimana Anda tidak mengakui adanya cinta kepada Sang Maha Pencipta?
Jika mata batin Anda tidak mampu menangkap dan mencermati secara seksama terhadap kemuliaan dan kesempurnaan Sang Maha Pencipta dan tidak mampu mencintai-Nya dengan kecintaan yang amat sangat, maka Anda jangan sampai tidak mencintai pemberi nikmat dan yang berbuat baik kepada Anda! Anda jangan sekali-kali lebih rendah dari seekor anjing, sebab anjing itu mencintai tuannya yang selalu berbuat baik padanya!
Renungkan hal ini dalam kaitannya dengan jagat raya! Adakah seseorang yang berbuat baik kepada Anda, selain Allah?

Apakah nasib, rasa lezat, rasa senang menikmati sesuatu, dan kelahapan menikmati nikmat yang Anda miliki itu tidak lain hanyalah Allah yang menciptakannya, memulai dan menetapkannya, serta bukankah Dia yang menciptakan rasa berselera kepada nikmat-nikmat tersebut dan rasa nyaman menikmatinya?
Renungkan pula tentang organ tubuh Anda dan kehalusan ciptaan Allah Swt. atas diri Anda dengan organ-organ tersebut, agar Anda mencintai-Nya karena kebaikan-Nya kepada Anda!
Jika Anda tidak mampu mencintai Allah sebagaimana para malaikat mencintai-Nya karena kemahaindahan, kemahaagungan dan kemahasempurnaan-Nya, cukuplah Anda menjadi orang awam saja.
Uraian di atas merupakan perwujudan dari sabda Rasulullah Saw, “Cintailah Allah, karena Dia mengaruniakan nikmat kepada kalian, dan cintailah aku karena cinta kepada Allah Azza wa Jalla!”

Anda bagaikan seorang budak berparas kurang menarik dalam kondisi demikian, sebab budak yang berparas kurang menarik itu cinta dan bekerja untuk mendapatkan upah (imbalan); sudah barang tentu kadar bertambah dan berkurangnya cinta Anda bergantung pada bertambah dan berkurangnya kebaikan, dan ini merupakan ragam cinta yang amat lemah. Yang sempurna adalah, orang yang mencintai Allah karena keindahan dan kemahaterpujian sifat-sifat-Nya yang tidak mungkin dapat disamai dan tiada dua-Nya. Itulah sebabnya, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Daud as.:
“Bentuk kecintaan kepada-Ku yang paling baik adalah, orang yang menyembah-Ku tanpa pamrih, bukan karena untuk memperoleh pemberian; tapi memenuhi hak rububiyah itu sendiri.”
Dalam kitab Zabur dijelaskan, “Termasuk orang zalim adalah, orang yang menyembah-Ku karena surga atau neraka. Kalau Aku tidak menciptakan surga dan neraka, apakah Aku tidak pantas untuk ditaati?”
Suatu saat Nabi Isa as. melintasi sekelompok ahli ibadat, mereka telah ber-khalwat untuk melakukan ibadat. “Kami takut pada api neraka dan mengharapkan surga,” kata mereka.
“Anda sekalian takut pada makhluk dan Anda sekalian berharap padanya?” komentar Nabi Isa as.
Selanjutnya beliau melewati sekelompok ahli ibadat lainnya.
“Kami menyembah-Nya sebagai rasa cinta dan pengagungan karena kemahamuliaan-Nya.”
“Anda sekalian benar-benar para kekasih Allah, aku diperintahkan mukim bersama kalian,” kata Nabi Isa as.

Cinta Orang Arif
Orang yang kenal Allah (al-arf) hanya cinta kepada Allah Swt. semata.
Apabila mencintai selain Allah, dia mencintainya demi dan karena Allah Swt. Sebab, bisa terjadi seorang pecinta itu mencintai hamba orang yang dicintainya, mencintai kerabat, negara, pakaian, anak angkat, karya dan ciptaannya, serta setiap yang berasal darinya dan dikaitkan kepadanya.

Seluruh yang ada di alam semesta ini adalah ciptaan Allah Swt. Seluruh makhluk adalah hamba Allah. Jadi, mencintai seorang Rasul identik dengan mencintai-Nya, sebab beliau adalah seorang utusan yang dicintai-Nya dan sekaligus merupakan kekasih-Nya. Lalu, mengapa harus mencintai para sahabat? Karena mereka dicintai oleh Rasulullah Saw. dan mereka pun mencintai beliau. Mereka berkhidmat dan tekun mematuhi beliau.

Cinta atau suka terhadap makanan, karena dapat menguatkan tubuh yang dapat mengantarkan kepada orang yang dicintainya. Mencintai dunia, semata karena merupakan bekal menuju Sang Kekasih.

Ketika memandangi bunga-bunga, sungai-sungai, cahaya dan keindahan-keindahan dengan penuh cinta, karena semua itu adalah ciptaan Allah Swt. Semua itu (bunga-bunga, sungai-sungai, cahaya dan keindahan) merupakan tanda-tanda keindahan dan kemuliaan-Nya, serta mengingatkan akan sifat-sifat-Nya yang terpuji yang memang dicintai dan disayangi.

Jika mencintai orang yang berbuat baik kepada dirinya dan mencintai orang yang mengajarinya ilmu-ilmu agama, semata karena dia itu merupakan perantara antara dirinya dan yang dicintainya (Allah), yakni dalam menyampaikan ilmu dan hikmah-Nya kepada dirinya. Dia tahu bahwa Allah-lah yang menakdirkan sang guru mengajari dan membimbingnya, menyuruhnya untuk menginfakkan sebagian hartanya. Kalau tidak karena faktor-faktor yang mendorong sang guru untuk mengajari dan membimbingnya serta menyuruhnya untuk berinfak, tentu dia tidak melakukannya.

Orang yang paling banyak dan terbesar dalam berbuat baik terhadap diri kita adalah Rasulullah Saw. Milik Allah-lah segala keistimewaan, keutamaan dan anugerah dengan menciptakan dan mengutus beliau; sebagaimana difirmankan-Nya:

“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah.” (Q.s. Al-Jumu’ah: 6).
Karena itu pula Allah swt. berfirman:
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” (Q.s. Al-Qashash: 56).

Coba Anda renungkan Surat Al-Fath dan firman Allah Swt. berikut ini:
“Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat.” (Q.s. An-Nashr: 2-3).

“Jika kalian menyaksikan banyak hamba Allah yang masuk ke dalam agama-Nya,“ sabda Rasul Saw, “maka ucapkanlah puja-puji kepada Allah, bukan memuji-mujiku!”. Itu adalah pengertian tasbih dengan memuji Tuhannya. Jika perhatian kalbu Anda terarah kepada diri dan usaha Anda, segeralah Anda meminta ampunan kepada-Nya agar Dia memberi ampunan dan tobat. Hendaklah Anda tahu, bahwa tidak ada sedikit pun campur tangan Anda dalam semua urusan.

Bertitik tolak dari hal inilah Umar bin Khaththab r.a. ketika melihat surat Khalid bin Walid kepada Abu Bakar r.a. setelah penaklukan kota Mekkah, (yang diantaranya berbunyi), “Dan Khalid, Sang Pedang Allah yang terhunus kepada orang-orang musyrik, kepada Abu Bakar, Amirul Mukminin.” Maka Umar r.a. berkata, “Karena pertolongan Allah kepada kaum Muslim, Khalid memandang dirinya dan menyebutnya dengan Si Pedang Allah yang terhunus kepada kaum musyrik.”

Andaikata dia mencermati kebenaran sebagaimana mestinya, niscaya dia tahu bahwa kemenangan itu bukan karena pedangnya. Namun Allah memiliki rahasia tersendiri dengan kemauan (iradat)Nya dengan memenangkan Islam.

Karena itu, Allah menolong Islam dengan satu getaran, yaitu getaran rasa takut yang diselinapkan ke dalam hati orang kafir sehingga dia terpukul mundur, sementara yang lain pun melihatnya, sehingga mereka mundur dan kekalahan pun tersebar luas. Khalid bin Walid dan yang semisal, melihat kemenangan Islam karena keberanian dan ketajaman pedangnya.

Sedang Umar r.a. dan orang-orang yang jujur dengan kebenaran (as-shiddiqin) serta para auliya’ mencermati hakikat persoalan yang sebenarnya. Beliau juga tahu bahwa Khalid bin Walid perlu mengucapkan istighfar dan bertasbih dengan memuji Tuhannya jika menyaksikan hal yang demikian itu, sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah Saw.

Jadi, motivasi cinta (mahabbah) itu hanya dua: Pertama, ihsan. Kedua, puncak kemuliaan dan keindahan Allah yang berwujud kesempurnaan kemahamurahan, hikmah, ketinggian, kemahakuasaan dan kemahasucian Allah dari segala bentuk cacat dan kekurangan.

Tiada satu pun bentuk kebaikan dan perlakuan baik, kecuali bersumber dari-Nya. Tidak ada kemuliaan, keindahan dan kesucian kecuali milik-Nya. Seluruh kebaikan dan perilaku baik di alam semesta ini hanyalah satu di antara bentuk kemahamurahan-Nya, yang diarahkan kepada hamba-hamba-Nya dengan satu getaran, yang Dia ciptakan dalam kalbu seorang muhsin.

Seluruh keindahan, gambar yang bagus, bentuk-bentuk yang elok dan indah yang diindera oleh mata, pendengaran dan penciuman di alam jagat ini tidak lain merupakan salah satu pengaruh dari kekuasaan-Nya, itu merupakan sebagian dari nilai-nilai keindahan Diri-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar