Laman

Kamis, 06 Maret 2014

Keutamaan Tawakkal Kepada Allah dan Larangan Tawakkal Kepada Selain Allah.


Sahabat Quran
Masalah bertawakkal atau menyerahkan segenap urusan kepada Allah merupakan masalah yang berkenaan dengan keyakinan atau ’aqidah Islamiyyah. Barangsiapa yang senantiasa menyerahkan segenap urusan hidupnya hanya dan hanya kepada Allah, maka selamatlah dia. Sebab sikap demikian merupakan perintah langsung dari Allah sendiri. Dan sikap tawakkal kepada Allah merupakan indikasi iman yang sebenarnya.

وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (QS AlMaidah ayat 23)



Ajaran Tauhid mengarahkan seorang hamba Allah agar senantiasa menggantungkan harapannya hanya kepada Allah. Islam melarang manusia untuk menggantungkan harapan kepada selain Allah. Mengapa? Karena selain Allah Sang Pencipta, maka semua yang ada di dunia hanyalah merupakan makhluk ciptaan Allah. Bagaimana mungkin seorang manusia yang telah mengimani bahwa Allah merupakan Pencipta segala sesuatu yang Maha Kuasa lagi Maha Perkasa akan berfikir untuk mengalihkan tempat bergantungnya kepada makhluk ciptaan Allah yang lemah dan juga sama-sama bergantung dan berharap kepada Allah?

Namun dalam mengarungi kehidupan fana di dunia tidak sedikit orang yang telah mengaku beriman kemudian menjadi terkecoh. Ada sebagian di antara mereka menyangka bahwa kemuliaan, kehormatan, kejayaan dan kemenangan dapat diraih melalui sikap menggantungkan harapan kepada selain Allah. Mereka kemudian menjadikan sebagian perhiasan dunia sebagai andalan utamanya. Mulailah mereka kemudian turut berlomba memperebutkan dunia sebagaimana orang-orang kafir memperebutkannya. Jika orang-orang kafir memperebutkan dunia karena berkeyakinan bahwa tanpa dunia ia tidak akan berjaya, maka ini sudah merupakan hal yang sewajarnya. Kenapa? Karena mereka memang tidak tahu apa-apa kecuali mengenai hal-hal lahiriah dari kehidupan dunia ini. Mereka samasekali tidak peduli bahkan tidak percaya adanya Allah sebagai tempat berharap yang semestinya. Mereka juga tidak meyakini adanya kehidupan lain yang lebih hakiki dan lebih pantas diperebutkan, yaitu kampung akhirat.

يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ

”Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS ArRuum ayat 7)

Jika orang-orang kafir memiliki sikap tawakkal kepada selain Allah, maka hal ini dapat dimengerti. Karena demikianlah Allah gambarkan ciri-ciri mereka. Namun yang kita sulit untuk fahami ialah bilamana ada sebagian orang yang mengaku beriman namun bersikap sebagaimana orang-orang kafir tersebut. Mereka menyerahkan ketergantungan mereka kepada dunia, kepada harta, popularitas dan kekuasaan untuk meraih kejayaan dan kehormatan. Mereka mengira bahwa kemenangan dan kejayaan ummat Islam hanya akan berhasil diraih bilamana sudah memiliki resources alias sumber-daya yang banyak (tanpa peduli bagaimana cara memperolehnya). Mereka menyangka bahwa hanya dengan jalan berkuasalah ummat Islam dapat dikatakan meraih kehormatan dan kemuliaan. Logika yang mereka kembangkan persis mirip logika orang-orang kafir. Hanya bedanya semua itu mereka bungkus dengan legitimasi yang bersumber dari ayat dan hadits.

Bahkan yang lebih memprihatinkan ialah sikap orang-orang ini dalam hal memperlakukan jalan hidup atau agama Allah, Al-Islam. Mereka tidak lagi memiliki keyakinan penuh bahwa dienullah (jalan hidup Allah) merupakan solusi tunggal untuk mengatasi berbagai problem hidup. Mereka tetap mengaku Muslim, namun dalam menerima Islam mereka memandang perlu untuk memberikan ajaran atau faham tambahan sebagai ”pelengkap” jalan hidup Allah. Mereka takut dan tidak sepenuhnnya yakin bahwa Islam merupakan dien syamil (komprehensif), kamil (sempurna) dan mutakaamil (saling menyempurnakan). Sehingga kadang-kadang mereka merasa perlu untuk menyatakan bahwa Islam yang diperjuangkan sejalan dengan Nasionalisme, Demokrasi, Humanisme atau Pluralisme. Berbagai faham bikinan manusia tadi disandingkan bersama Islam yang katanya mereka perjuangkan karena mereka perlu mendapatkan pengakuan dari manusia-manusia penganut sejati faham-faham bikinan manusia tersebut. Mereka sangat khawatir mendapat tuduhan kaum fanatik, ekstrimis, fundamentalis dan anti-HAM bilamana mengatakan Islam saja ideologi perjuangannya. Seolah mereka tidak yakin bahwa agama Allah sudah cukup untuk menjadi solusi tunggal problema kehidupan. Sikap ini sangat mirip dengan gambaran Allah mengenai kaum munafiqun dan orang-orang berpenyakit di dalam hatinya.

إِذْ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ غَرَّ هَؤُلَاءِ

دِينُهُمْ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

”(Ingatlah), ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata: “Mereka itu (orang-orang mu’min) ditipu oleh agamanya”. (Allah berfirman): “Barangsiapa yang tawakkal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS Al-Anfal ayat 49)



Ayat di atas turun berkenaan dengan sikap tawakkal orang-orang beriman kepada Allah Subhaanahu wa ta’aala saat akan berperang menghadapi pasukan musyrikin yang jumlahnya lebih banyak daripada orang-orang beriman. Maka dalam keadaan seperti itu kaum munafiqun dan orang-orang berpenyakit di dalam hatinya memandang orang-orang beriman sebagai menempuh jalan konyol karena tetap bersikeras hendak menghadapi kekuatan musuh yang tidak berimbang. Orang-orang beriman dianggap sebagai berlaku ”tidak realistik”. Sedemikian rupa cara pandang mereka sampai-sampai tega mengatakan: ”Mereka itu (orang-orang mu’min) ditipu oleh agamanya”. Tetapi pada saat itu Allah justru berfihak kepada sikap orang-orang beriman dengan firmanNya: “Barangsiapa yang tawakkal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Allah memberikan jaminan ketenteraman batin kepada orang-orang beriman dengan menegaskan bahwa barangsiapa menggantungkan harapannya (bertawakkal) kepada Allah berarti ia telah menyerahkan dirinya kepada Yang Maha Perkasa. Adakah fihak lain yang sanggup mengalahkan Yang Maha Perkasa? Tentunya tidak ada…!!!

Di zaman modern (baca: di zaman penuh fitnah) dewasa ini tidak sedikit kita jumpai kaum muslimin yang sedemikian rupa telah terjebak ke dalam logika berfikir kaum kuffar yang Allah taqdirkan sedang mendominasi dunia pada skala global. Mereka kehilangan sikap tawakkal-nya kepada Allah sehingga keyakinan bahwa Islam merupakan solusi tunggal berbagai problema hidup telah digantikan dengan sikap tawakkal kepada faham bikinan manusia seperti Demokrasi, Nasionalisme, Humanisme dan bahkan Pluralisme. Memang sih, mereka masih tetap menyatakan bahwa Islam merupakan jalan keselamatan. Namun bersama dengan ucapan itu mereka merasa wajib untuk menyatakan bahwa berbagai faham bikinan manusia tersebut tidaklah bertentangan alias selaras dengan ajaran Allah Al-Islam.

Lalu mereka memandang aneh kelompok orang-orang beriman yang tetap bersikeras dengan sikap Islam is the only solution. Bila orang-orang beriman berjuang dan berda’wah dengan menyatakan bahwa hanya dengan kembali kepada Allah sajalah, kembali kepada Syariat Islam sajalah kita akan selamat apalagi diiringi dengan ajakan untuk meninggalkan berbagai faham bikinan manusia, maka hal ini oleh kelompok tadi akan dikatakan sebagai sikap ”tidak realistik”. Mereka akan segera berkata: ”Bagaimana mungkin kita berjuang tanpa demokrasi dan nasionalisme? Ini kan sudah menjadi pandangan umum masyarakat… Bagaimana perjuangan kita akan didukung masyarakat luas bilamana kita belum apa-apa sudah menolak faham umum yang sudah berlaku…?” Tidakkah mereka menyadari bahwa ketika pertama kali Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengajak kaum Quraisy kepada kalimat Tauhid Laa ilaha illa Allah mereka segera menunjukkan penentangan akan ajakan beliau tersebut? Sampai-sampai ada yang berkata: ”Hai Muhammad, urusan ini (kalimat Tauhid) sangat dibenci oleh para raja-raja…!”



Oleh karenanya Allah mengabadikan bagaimana para Rasul berjuang. Dalam perjuangan da’wah Islam para rasul samasekali tidak menggunakan bukti-bukti melainkan yang diridhai dan diizinkan Allah. Sedikitpun para Rasul tidak bertawakkal melainkan kepada Allah semata. Sebab mereka merasa berhutang budi kepada Allah yang telah menunjuki mereka ke jalan yang benar.

قَالَتْ لَهُمْ رُسُلُهُمْ إِنْ نَحْنُ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَمُنُّ عَلَى

مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَمَا كَانَ لَنَا أَنْ نَأْتِيَكُمْ بِسُلْطَانٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ

وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ وَمَا لَنَا أَلَّا نَتَوَكَّلَ عَلَى اللَّهِ وَقَدْ هَدَانَا سُبُلَنَا

وَلَنَصْبِرَنَّ عَلَى مَا آَذَيْتُمُونَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ

”Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka: “Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal. Mengapa Kami tidak akan bertawakkal kepada Allah padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu berserah diri”. (QS Ibrahim ayat 11-12)



Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang hanya bertawakkal kepadaMu, orang-orang yang merasa cukup dengan Islam sebagai jalan hidup dan orang-orang yang merasa cukup menjadikan jalan perjuangan NabiMu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam sebagai teladan utama. Amiin ya Rabb.



رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا

“Aku ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai dien dan Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam sebagai Nabi.”

DO’A AGAR TERHINDAR DARI BAHAYA

Banjir bandang, Gunung meletus, Longsor, dan sebagainya, adalah salah satu bukti kekuasaan Allah atas semua makhluk ciptaan Nya. Sekaligus juga bukti betapa tidak berdayanya makhluk terhadap Sang pencipta, yaitu Allah swt.

Menurut Abu, bencana-bencana semua itu janganlah dianggap sebagai kemurkaan Allah kepada makhluknya semata. Melainkan hendaklah dimaknai sebagai peringatan atas kesalahan dan kelalaian yang sering kita perbuat, agar tidak terus menerus terjerumus ke dalam dosa dan maksiat. Berarti Allah masih sayang sama kita...kalau tidak sayang..pasti kita tidak akan diperingatkan. Ya kan...?

Barangkali kita semua sudah paham, bahwa segala yang terjadi di dunia ini adalah sudah menjadi ketetapan Allah. Dan tidak ada satu cara atau kekuatan apapun yang sanggup untuk menolak ketetapan Allah tersebut kecuali hanya dengan doa. Sebagaimana sabda rasululloh :

“ Sesungguhnya doa itu memberi manfaat kepada yang telah diturunkan dan kepada yang belum diturunkan. Dan tidak ada yang dapat menolak ketetapan Allah, melainkan doa. Karena itu, berdoalah kamu semua” (hadits Riwayat Turmudzi).

Karena itu tentu suatu perbuatan baik dan terpuji bila kita selalu membiasakan diri berdoa memohon kepada Allah swt agar diselamatkan dari berbagai musibah dan bencana yang akan menimpa umat manusia.

Berikut adalah macam-macam doa yang dapat kita pergunakan untuk memohon perlindungan kepada Allah dari berbagai macam musibah atau bencana:

Doa mohon perlindungan dari agar selamat dari bencana

“ Kaaf haa yaa ‘ain shood yaa siin saq funa wallohu miu waro ihim muhith
bal huwa qur aanum majiid Fi lauhim mahfuud”
(Catatan : huruf vocal dobel dalam satu kata dibaca panjang)

Artinya :

Kaf ha ya ain shod
Yaa siin
sebagai atap kami, dan Alloh meliputi di belakang mereka . bahkan yang didustakan mereka itu adalah Al Quran yang mulia yang tersimpan lauhin mahfud.

Keterangan :

Apabila seseorang membiasakan membaca doa seperti diatas setiap selesai mengerjakan sholat shubuh dan sholat maghrib, insya Allah ia akan selamat dari bencana atau musibah.( Dengan izin Allah swt.) Dan setelah membaca doa tersebut hendaklah dilanjutkan dengan membaca :

“ Azza robbi wa qoharo wallohul mu’in liman shobaro wala dzikrullohi akbar.
Allohumma jalla robbi waqoddaro ya rofi’asy syaqomi wa ya bari an nasami
Wa ‘alima bi jami’il alami irfa’ ‘annal ba la a wal waba a wal amrodho wal mautal fuj ati birohmatika ya arhamar rohimin
Washollallohu ‘ala syaiyidina Muhammad wa alihi washoh bihi wa sallam”

Artinya :

Tuhanku maha agung lagi Maha kuasa.
Tuhanku Maha Mulia lagi Maha Memaksa
Alloh menolong kepada orang-orang yang sabar.
Dan ingatlah Alloh yang maha Besar
Wahai Tuhanku, wahai dzat yang menghilangkan penyakit
Dzat yang melepaskan jiwa, dzat yang mengetahui segala macam penyakit
Juhknlah kami dari kekalahan, wabah penyakit, dan kematian yang mendadak, dengan Rahmat mu wahai dzat yang Maha Belas kasih.
Semoga Alloh swt. senantiasa melimpahkan rahmat dan salam kepada junjungan kita nabi Muhammad beserta segenap keluarga dan sahabat-sahabat nya”

Doa untuk melepaskan diri ketika tertimpa bencana

“Laa ilaa ha illa anta subhaa naka inni kun tu minad dholimin”
( Qur an Surat Al Anbiya’ : 87)

Artinya :
Tiada Tuhan yang patut disembah melainkan hanya Engkau. Maha suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk.
 semoga bermanffat
orang-orang

Semoga bermanfaat...

#Tausiyah Jumat 14 Rabiul Akhir 1435 H.
— bersama Farah Adibarazi dan 67 lainnya.

Hanya Allah

Islam mengajarkan agar seseorang hanya menggantungkan dan mengaitkan hatinya kepada ALLAH semata. ALLAH-lah yang telah menciptakannya. ALLAH jua yang mengarunainya rezeki. ALLAH yang mengatur alam ini. ALLAH yang menguasai jagat raya ini. ALLAH yang berkuasa atas segala sesuatu. ALLAH yang melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya. ALLAH Dzat yang Maha Mendengar. ALLAH Dzat yang Maha Melihat. ALLAH Dzat yang Maha Mengetahui. ALLAH yang mengabulkan permintaan dan permohonan hamba-Nya. ALLAH yang memberi manfa'at dan madhorot. ALLAH dengan segala kesempurnaan dzat dan sifat-sifat-Nya. Sungguh amat pantas dan memang sudah semestinyalah bagi seseorang untuk menggantungkan dan mengaitkan hatinya hanya kepada ALLAH semata, Dzat yang Maha Sempurna.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ

“Barang siapa yang bergantung kepada sesuatu maka dia serahkan kepadanya” (HR. Tirmidzi dihasankan oleh Asy Syaikh Al Albany rahimahullah)

Yaitu barang siapa yang bergantung kepada sesuatu dan menjadikannya sebagai tujuan, sehingga dia menggantungkan harapan kepadanya dan menjadikannya sebagai penghilang rasa takutnya, maka dia akan menyerahkan dirinya kepada sesuatu tersebut dan akan bersandar kepadanya. Begitu pula, apabila seseorang hanya bergantung kepada ALLAH, maka dia akan menjadikan ALLAH sebagai tujuannya, dia gantungkan harapannya kepada-Nya, dan ALLAH-lah yang menghilangkan rasa takut yang ada pada dirinya. Dia serahkan dan sandarkan dirinya, hanya kepada ALLAH Ta'ala.

Kisah Hikmah


Pada pertengahan tahun 1998, Fadiya lahir dengan selamat, betapa suka citanya Jannah, Rayyan dan Bang Ihsan menyambut kelahirannya. Perbedaan umur 6 tahun, tampaknya membuat Rayyan lebih siap menerima kehadiran seorang adik.
Jannah bersyukur dan bahagia sekali dikaruniai seorang bayi perempuan yang cantik dan sehat, lengkap sudah buah hatinya, sesuai dengan impiannya sejak dulu, anak pertama laki-laki dan anak kedua perempuan.
Lucunya, Rayyan lebih mirip dengannya, kulit putih dengan dagu lancip. Sedang Fadiya, banyak orang mengatakan “Benar-benar anak Papa”, “Takut nggak diaku sama Papa-nya ya”, “Papa-nya banget deh”, bahkan ada yang berkomentar “Nggak ngebuang”.
Jannah sempat bingung juga dengan komentar terakhir, akhirnya mengerti juga dia, maksudnya Fadiya mengambil semua ciri fisik ayahnya, tidak ada yang dibuang.
“Duh…ada-ada saja deh komentar orang”, pikir Jannah sambil tersenyum.
Konon, “nggak ngebuang” adalah istilah khas masyarakat Betawi bila seorang anak mirip sekali dengan salah satu orang tuanya.
Kelahiran Fadiya merupakan tonggak awal dari serangkaian peristiwa penting dalam hidup Jannah. Dengan lahirnya Fadiya dan mencermati kondisi anak-anak remaja saat itu, Jannah sering merenung dan berpikir, “Betapa ingin memiliki anak yang shalih dan shalihah. Supaya keinginan ini tercapai, apa yang saya lakukan?”
Seorang anak perempuan selayaknya akan melihat ibunya sebagai role model-nya, panutannya. Jannah pernah membaca sebuah artikel, bahwa anak adalah peniru yang ulung.
Jadi, sebetulnya kita sudah punya modal yang bagus, yaitu anak-anak akan meniru kita dengan mudah. Tinggal orang tuanya saja yang harus menjadikan dirinya menjadi panutan dan teladan yang benar.
Dan yang tak kalah penting adalah kesadaran orang tua bahwa mau tidak mau mereka itu dijadikan contoh oleh anak-anaknya, dan bertanggung jawab untuk menjadi panutan yang baik untuk anak-anaknya.
Jannah terus berpikir, “Kalau ingin anak perempuannya menjadi anak shalihah, berarti ibunya harus shalihah dulu dong, paling tidak berusaha sekuat tenaga menjadi perempuan shalihah”.
Maka, langkah pertama yang dilakukannya adalah dengan penuh kesadaran memutuskan untuk memanjangkan blus dan rok-nya hingga mata kaki, membuang rok-rok pendeknya dan baju-baju jahiliyah lainnya.
Dia mulai berbelanja aneka macam bentuk dan model jilbab (kerudung) dengan segala perlengkapannya. Sering di malam hari, Jannah mematut diri di depan cermin, mencoba pelbagai kerudung koleksinya, dan dia pun merasakan kenyamanan dan kebahagiaan yang sangat menyelinap dalam relung hatinya.
Dia ingin sekali berkerudung, keinginan itu begitu kuat, namun dia teringat cerita Ulfa, sahabatnya di kantor. Ulfa bercerita ketika dia meminta izin kepada atasan mereka untuk menunaikan ibadah haji, atasan mereka itu mengatakan, “Ingat ya Ulfa, sepulang kamu dari haji nanti, jangan pake tutup-tutup segala.”
Jannah tidak heran dengan ucapan itu, karena dia pernah mendengar selentingan bahwa atasan mereka memang tidak terlalu berkenan dengan kerudung atau jilbab, entah lah kenapa …., padahal dia juga seorang muslim.
***
Selama lebih dari 2 tahun sejak kelahiran Fadiya, kerudung koleksi Jannah semakin banyak saja, semakin beraneka ragam pula rupa dan warnanya, tetapi kerudungnya itu hanya tersusun rapi di lacinya, tertata dengan baik sesuai dengan jenis dan modelnya.
Semakin lama bukan hanya jumlah kerudungnya saja yang bertambah, tetapi pernak-perniknya, seperti daleman kerudung, pin, bros, dan asesoris lainnya.
Saat itu, hati Jannah memang masih gamang untuk mulai berkerudung, ternyata imannya belum kokoh benar untuk menegakkan kewajiban ini. Hatinya masih belum siap menerima segala konsekuensi yang akan diterimanya di kantor bila dia berkerudung.
Memang, tidak ada aturan di kantornya bahwa seorang karyawati muslimah tidak boleh berkerudung atau berjilbab. Sebenarnya, saat itu di kantornya sudah cukup banyak karyawati muslimah yang berkerudung, kebanyakan dari mereka adalah para sekretaris dan non-management staf lainnya, tapi belum ada seorang pun muslimah yang berkerudung dari kalangan manager.
Suatu ketika, Jannah terhenyak “Ya Allah…., bila ajalku tiba tanpa pernah menggunakan kerudung –kerudungku itu, akankah semua kerudung itu mendakwaku di akhirat kelak? Akankah kerudung-kerudung itu memberikan kesaksian yang memberatkan untukku di akhirat nanti? Ke manakah hilangnya keinginan untuk menjadi ibu shalihah itu?”
Jannah pun menangis dengan jiwa yang bergetar dan hati yang sangat pilu, dia segera beristighfar memohon ampunan kepada Allah, dan bertaubat. Dia takut sekali jika kerudung-kerudungnya itu akan mendakwanya di akhirat kelak, karena mereka dibeli tapi tidak pernah digunakan untuk menutup auratnya. Dia sadar, bila dia tidak segera berkerudung, percuma saja taubatnya.
Maka dia singkirkan segala kegalauan dan keresahan hatinya, dia luruskan niat berjilbabnya semata-mata untuk menyongsong ridha Allah, dia teguhkan hatinya, dia bulatkan tekadnya untuk berjilbab dengan istiqamah. Pikirnya, “Memang atasanku mau menanggung dosaku karena tidak tunduk pada perintah Allah untuk menutup auratku? Pastinya, di akhirat kelak, setiap orang akan sibuk dengan dosanya masing-masing. Memang kalau jadi karyawati teladan yang penurut – tapi tidak nurut pada perintah Allah – lebih punya jaminan masuk surga?”
Akhirnya, 1 Ramadhan 1422 Hijriah – di penghujung tahun 2001, “Bismillahirohmaanirrohim….” Jannah memutuskan mulai berkerudung, saat itu Fadiya baru berusia 3 tahun lebih, Insya Allah belum telat untuk menjadi teladan yang baik baginya, pikirnya.
Ketika melihat Jannah berkerudung, Bang Ihsan yang menyerahkan sepenuhnya keputusan berkerudung atau tidak kepada Jannah, bertanya, “Mama serius mau berjilbab terus? Inget ya…, jangan norak.” Tapi raut wajahnya menampakkan rona kebahagiaan.
“Loh…..kok pesannya jangan norak sih”, pikir Jannah.
Jannah pun berpikir kenapa Bang Ihsan berpesan begitu. Usut punya usut, rupanya Bang Ihsan beberapa kali mengalami kejadian yang kurang menyenangkan dengan oknum ibu-ibu berkerudung atau berjilbab. Dia bercerita, pernah suatu kali di pertokoan yang ramai pengunjung, Bang Ihsan tidak sengaja terdorong sehingga sedikit menyenggol seorang ibu berkerudung, ibu itu lalu marah-marah ke Bang Ihsan, walaupun Bang Ihsan sudah minta maaf, ibu itu tetap marah dan bersungut-sungut bahkan bahasa tubuhnya menunjukkan sepertinya dia jijik betul tersenggol Bang Ihsan.
Bang Ihsan tersinggung dengan sikap itu, dia betul-betul terdorong orang, tidak ada niat secuil pun dalam hatinya untuk bersenggolan, ada kesempatan pun dia tidak mau kok bersenggolan.
Bang Ihsan juga bercerita, beberapa kali masuk bilik kecil sebuah ATM (Automatic Teller Machine) setelah seorang ibu berjilbab keluar, maka aroma bilik kecil tercium kurang sedap.
Jannah hanya tersenyum mendengar cerita itu, dia pun berdo’a semoga Allah selalu membimbingnya untuk memiliki akhlaq yang luhur dan istiqamah.
***
Rayyan yang sejak TK bersekolah di sekolah Islam, terlihat sangat senang dan bahagia melihat sang bunda mulai berkerudung.
“Nah….gitu dong Ma, akhirnya Mama nurut juga sama Rayyan. Mama tambah cantik dengan berkerudung, sekarang Rayyan senang sekali dan tambah sayang sama Mama”, katanya.
“Alhamdulillah…sayang, Mama selalu sayang sama Rayyan sampai kapan pun,” kata Jannah dengan hati tersentuh.
“Iya…., Rayyan kan udah bilang sama Mama supaya berkerudung dari dulu”, kata Rayyan.
“Maafkan Mama, sayang, do’ain Mama selalu ya…Kasep 1) ” jawab Jannah dengan hati bergetar.
“Dulu kalau Mama ke sekolah jemput Rayyan, Rayyan suka malu Ma…” lanjut Rayyan.
“Loh…malu kenapa? Bukannya Rayyan senang kalo Mama jemput?” tanya Jannah heran.
“Rayyan malu …. Karena cuma Mama saja yang tidak pake kerudung. Mama-nya temen-temen Rayyan kan berkerudung semua. Untung Mama gak suka pake celana pendek.
Kalau sampai Rayyan lihat Mama pake celana pendek, Rayyan bakal lebih malu lagi. Rayyan gak mau kenal sama Mama! Rayyan gak bakalan nyapa Mama!” jawabnya dengan serius, dan Jannah menangkap ada letupan amarah di dalamnya.
Deg . . . , hati Jannah serasa akan copot terkaget-kaget, sekaligus merasa sangat terharu mendengar Rayyan bercerita dengan berapi-api.
Masya Allah, ternyata Rayyan yang di matanya hanya seorang anak kecil begitu peduli kepadanya, dia merasa malu karena sang bunda belum berkerudung, bahkan dia mengancam tak mau kenal dengannya bila sampai Jannah nekad pamer aurat dengan bercelana pendek.
Sejatinya sikap ini harus dimiliki oleh para muslimah, oleh para suami bila memang ia mengasihi istrinya, oleh para ayah bila ia mencintai anak gadisnya, juga oleh para pemuda bila ia menyayangi adik atau kakak perempuannya.
Sesungguhnya inilah bentuk kasih sayang yang seharusnya kita persembahkan kepada orang-orang yang kita cintai, sebuah cinta sejati karena Allah semata – yang akan berwujud menjadi suatu kegelisahan hati, kegundahan dan keprihatinan, bahkan berubah menjadi sebuah kemurkaan tatkala menyaksikan orang yang kita kasihi bermaksiat kepada Allah, yaitu melanggar hukum dan perintah Allah.
Mungkin Rayyan merasa cape, marah dan frustasi menunggu Jannah berkerudung. Boleh jadi dia sudah kesal dan ingin menumpahkan kemarahannya kepada sang bunda, namun sebagai anak yang masih kecil, dia merasa tak berdaya menghadapi supremasi orang tua.
“Astaghfirullahal ‘azhim…., jadi selama ini Rayyan menungguku untuk berkerudung, selama ini dia memendam rasa malu karena aku tidak berkerudung. Dan dia yakin bahwa dia sudah memintaku dan membujukku untuk berkerudung sejak dulu. Astaghfirullah…, ke mana saja aku selama ini, aku telah mengabaikan nasihat baik anakku? Ampunilah hamba-Mu yang telah zhalim ini ya Allah” renung Jannah dengan hati sedih.
Bisa jadi ini yang disebut egoisme orang tua, tidak mau mendengar nasihat baik dari anaknya, merasa gengsi dan tidak pantas untuk menuruti anak, merasa tidak perlu memperhatikan kata anak, apalagi seorang anak umur 9 tahun, padahal nasihat itu adalah sebuah perintah wajib dari Allah SWT.
“Rayyan…, anakku sayang, jagoan kecilku yang shalih, betapa sesungguhnya engkau mencintai ibumu dengan cara yang benar, cinta karena Allah. Terima kasih Kasep”, batin Jannah dengan penuh haru dan syukur.
Ternyata seorang anak kecil yang belum memahami arti kata “cinta karena Allah”, dengan kepolosan hati dan kemurnian jiwanya lebih mampu mengamalkan kalimat itu dengan baik. Naluri yang suci telah mendorongnya untuk protes dan marah ketika sang bunda bermaksiat kepada Allah. Subhanallah…..
***
Hari Senin pertama di bulan Ramadhan 1422 H – di penghujung tahun 2001, adalah hari pertama Jannah berangkat ke kantor dengan berkerudung. Jannah menguatkan hatinya untuk siap menghadapi segala kemungkinan yang terjadi di kantornya nanti, Allah pasti akan menolongku, pikirnya dengan keyakinan penuh.
Di depan lift, Jannah bertemu dengan asistennya yang aktivis masjid kantor, dia menyapa “Mbak Jannah…….!” Dari pandangannya Jannah merasa dia seperti terlihat lega dan senang sekali melihatnya berkerudung, mungkin dalam pikirannya, “Akhirnya sadar juga nih si mbak”. Senior manager Jannah saat itu, seorang ekspatriat dari Inggris, tampak tidak terlalu peduli dengan penampilan barunya. Mungkin baginya, yang penting tidak mempengaruhi hasil kerja.
Teman-teman dekatnya, terutama para sekretaris yang berkerudung, tampak senang, mereka memberi selamat dan mendoakannya semoga istiqamah.
Salah satu rekan kerjanya, bertanya dengan serius, “Berjilbabnya for good 2) mbak?”
“Iya, Insya Allah, mohon do’anya ya”, jawab Jannah.
Jannah mengira dia bertanya demikian, karena ada beberapa kejadian dimana seorang muslimah berjilbab atau berbusana lebih sopan dan tertutup hanya selama bulan Ramadhan saja dengan dalih menghormati bulan Ramadhan yang suci atau orang-orang yang sedang berpuasa, selepas Ramadhan mereka kembali dengan gaya busananya yang tidak islami.
Ada juga wanita yang berkerudung atau memakai scraf untuk menutup rambutnya sekedarnya saja selama 40 hari setelah kepulangannya dari beribadah haji. Pada hari ke-41, dia lepas kembali kerudung itu. Entah dari mana asal pemikiran ini, Jannah benar-benar terheran-heran dibuatnya.
Saat itu, Jannah adalah muslimah pertama yang berkerudung dari kalangan manager di kantornya yang berjumlah sekitar 300 orang. Rupanya, hal itu menarik perhatian orang nomor satu di kantornya hingga dia bertanya kenapa Jannah berkerudung. Direktur atasannya pun sampai perlu khusus memanggilnya ke ruangannya, dan menanyakan hal yang sama.
Sebelum Jannah menjawab lebih jauh, dia bertanya, “Di sini tidak ada larangan untuk berkerudung bukan?”
“Oh….tidak ada”, jawabnya.
Jannah pun merasa senang dan lega mendengarnya, sambil berpikir tampaknya kekhawatirannya agak berlebihan.
Jannah menjawab, “Alhamdulillah, saya sudah menyadari wajibnya seorang muslimah untuk menutup auratnya. Dengan berkerudung, saya berusaha untuk lebih baik lagi dalam segala hal, saya akan sangat malu bila tidak memberikan hasil kerja yang terbaik, saya akan malu kalau shalat saya ada yang terlewat, saya akan malu kalau ada perilaku saya yang buruk”.
***
Namun tak berapa lama kemudian, kekhawatiran Jannah mulai tampak. Mbak Ari, sekretaris di bagiannya, ketika ada kesempatan berdua saja dengan Jannah, mengajaknya bicara dan membesarkan hatinya.
“Jannah, yang sabar ya…” kata Mbak Ari dengan lembut.
Dengan terheran-heran Jannah menjawab, “Emang kenapa mbak…? Serius amat kelihatannya”.
“Tampaknya ada yang tidak berkenan melihatmu berjilbab, kamu tidak perlu tahu siapa orangnya. Dia bilang, ngapain sih si Jannah pake jilbab begitu, nanti kalau dipanggil nggak denger. Dan beberapa ungkapan lain yang tidak nyaman untuk didengar, saya tak sampai hati untuk menyampaikannya kepadamu.”
Ternyata walaupun Jannah sudah menyiapkan mental, tetap saja hatinya merasa sedih dan sedikit terguncang mendengarnya. Tapi tentu saja, hal itu tidak akan membuatnya mundur dengan keputusannya.
“Ya Allah, hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan. Kuatlah iman kami, teguhkan hati kami di atas agama-Mu, tundukkanlah hati kami agar senantiasa taat kepada-Mu.
Ya Allah…ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau, karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi”.

Ahli Surga yang Memiliki Derajat Tinggi dan Surga Kenikmatan Yang Kekal.



1. Para Syuhada
Diriwayatkan dari Nu’aim bin Hammar ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Para syuhada yang paling utama adalah mereka yang berperang di barisan terdepan. Mereka tidak pernah menoleh atau mundur sehingga mati terbunuh. Merekalah orang-orang yang akan masuk kamar-kamar tingkat tinggi di dalam surga. Allah akan tertawa melihat mereka. ketika Allah sudah tertawa menyaksikan seorang hamba saat penempatan, amal orang tersebut tidak akan perlu dihitung atau dihisab.”

2. Pengasuh Anak Yatim
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang mengasuh anak yatim, baik yang ada hubungan keluarga dengannya maupun tidak, aku dan orang ini kelak di surga seperti dua jari ini.” Malik bin Anas, perawi hadits ini memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah. (HR Muslim)

3. Orang-orang yang mengurus Janda dan Orang Miskin
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang mengurus janda dan orang miskin, bagaikan orang yang berjuang di jalan Allah.” Aku juga menduga beliau bersabda, “Bagaikan orang yang selalu shalat malam, tetapi tidak pernah merasa lelah, dan bagaikan orang yang berpuasa yang tidak pernah berbuka.” (HR Muslim)

4. Orang-orang yang hafal al-Qur’an dan Mengamalkannya
Dari Abdullah bin Amr bi Ash ra. bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, “Nanti di surga, akan diperintahkan kepada orang yang senang membaca al-Qur’an, ‘Bacalah al-Qur’an dengan baik dan tartil, sebagaimana kamu membacanya dengan tartil ketika kamu di dunia karena sesungguhnya tempatmu bergantung pada akhir ayat yang kamu baca.” (HR Abu Daud dan Turmudzi, Turmudzi berkata, “Hadits ini hasan shahih.”)

Pahala berjihad kaum Wanita

Rasululloh S.A.W bersabda : “AYYUMAA IMROATIN MAA TAT WAZAUJUHAA ‘ANHAA ROODHIN DAKHOLATILJANNATA”

Artinya: ”Siapa saja kaum wanita (istri) yang mati sedangkan suaminya meridhoinya, maka kelak ia masuk surga. ” (Diriwayatkan Tirmizdi Ibnu Majah, Hakim dari Ummu Salamah).

Rasululloh S.A.W bersabda : “IDZAA SHOLLATILMARATIU KHOMSAHAA WASHOOMAT SYAHROHAA WAFIDHOT FARJAHAA WA ATHOO’AT ZAUJAHAA QIILA LAHAA AYYIABWAABILJANNATISYI, TI. ” UDHULULJANNATA MIN MIN AYYI ABWABIL JANNATI SYAATC
Artinya: “Apabila seorang Isteri menunaikan shalat lima waktunya, berpuasa dibulannya, pandai-pandai memelihara kemaluannya dan mentaati suaminya, kelak akan dikatakan kepadanya:”Masuklah ke surga dari pintu mana saja yang kamu kehendaki.
”(Diriwayatkan oleh Ahma)

Tersebut dalam suatu riwayat ada seorang perempuan datang menghadap Nabi S.A.W seraya berkata :

“Wahai Rasululloh, aku ini utusan dari kaum wanita yang diminta menghadapmu. Yaitu menanyakan masalah jihad yang hanya diwajibkan Alloh kepada kaum laki-laki. Kalau merreka terluka mendapatkan pahala. Kalau mereka terbunuh, mereka bahkan sebagi orang orang yang hidup disisi Tuhannya seraya memperoleh rizki.

sedangkan kami dari golongan Wanita ini selalu setia mengikuti dan membantu mereka menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan. Namun demikian kenapa kami tidak memperoleh pahala berjihad seperti yang diberikan pada mereka

Rosulloh S.A.W Bersabda:”SAMPAIKAN KEPADA SIAPA SAJA KAUM WANITA YANG KAMU JUMPAI BAHWA, MENTATI SUAMI DENGAN MENGAKUI HA-HAKNYA SESENGGUHNYA TELAH MENYAMAI DENGAN PAHALA BERJIHAD.
TETAPI SEDIKIT SEKALI DIANTARAMU MELAKSANAKAN. ” (Diriwayatkan oleh Al Bazzar da Thabrani).

KETIKA NAZAK

.
Dan dalil yang menguatkan bahwa amal yang di tujukan kepada orang yang sudah meninggal akan tetap sampai.

Oleh:
Syed Abdul Rahim

Rasullullah S.A.W bersabda:
Apabila telah sampai ajal seseorang itu maka akan
masuklah satu kumpulan malaikat ke dalam
lubang-lubang kecil dalam badan dan kemudian
mereka menarik rohnya melalui kedua-dua telapak
kakinya sehingga sampai kelutut. Setelah itu
datang pula sekumpulan malaikat yang lain masuk
menarik roh dari lutut hingga sampai ke perut dan
kemudiannya mereka keluar. Datang lagi satu
kumpulan malaikat yang lain masuk dan menarik
rohnya dari perut hingga sampai ke dada dan
kemudiannya mereka keluar.
Dan akhir sekali datang lagi satu kumpulan
malaikat masuk dan menarik roh dari dadanya
hingga sampai ke kerongkong dan itulah yang
dikatakan saat nazak orang itu."

Sambung Rasullullah S.A.W. lagi:
“Kalau orang
yang nazak itu orang yang beriman, maka malaikat
Jibrail A.S. akan menebarkan sayapnya yang di
sebelah kanan sehingga orang yang nazak itu
dapat melihat kedudukannya di syurga.

Apabila
orang yang beriman itu melihat syurga, maka dia
akan lupa kepada orang yang berada di
sekelilinginya. Ini adalah kerana sangat rindunya
pada syurga dan melihat terus pandangannya
kepada sayap Jibrail A.S.

“Kalau orang yang nazak itu orang munafik, maka
Jibrail A.S. akan menebarkan sayap di sebelah
kiri. Maka orang yang nazak tu dapat melihat
kedudukannya di neraka dan dalam masa itu orang
itu tidak lagi melihat orang di sekelilinginya. Ini
adalah kerana terlalu takutnya apabila melihat
neraka yang akan menjadi tempat tinggalnya.

Apabila roh keluar dari jasad, ia akan berkata-kata
dan seluruh isi alam baik yang ada di langit atau bumi, semua
akan mendengarnya kecuali jin dan manusia.

Apabila mayat dimandikan, lalu roh berkata:
“Wahai orang yang memandikan, aku minta
kepadamu kerana Allah untuk melepaskan
pakaianku dengan perlahan-lahan sebab pada saat
ini aku beristirehat daripada seretan malaikat
maut”.

Selepas itu, mayat pula bersuara sambil merayu:
“Wahai orang yang memandikan, janganlah engkau
menuangkan airmu dalam keadaan panas. Begitu
juga jangan menuangnya dengan air yang dingin
kerana tubuhku terbakar apabila terlepasnya roh
dari tubuh”.

Apabila dimandikan, roh sekali lagi merayu :”Demi
Allah, wahai orang yang memandikan jangan
engkau menggosok aku dengan kuat sebab
tubuhku luka-luka dengan keluarnya roh”.

Setelah dimandi dan dikafankan, telapak kaki
mayat diikat dan ia pun memanggil-manggil dan
berpesan lagi supaya jangan diikat terlalu kuat
serta mengafani kepalanya kerana ingin melihat
wajahnya sendiri, anak-anak, isteri atau suami
buat kali terakhir kerana tidak dapat melihat lagi
sampai Hari Kiamat.

Sebaik keluar dari rumah lalu ia berpesan: “Demi
Allah, wahai jemaahku, aku telah meninggalkan
isteriku menjadi balu. Maka janganlah kamu
menyakitinya. Anak-anakku telah menjadi yatim
dan janganlah kalian menyakiti mereka.
Sesungguhnya pada hari itu aku telah keluar dari
rumahku dan aku tidak akan dapat kembali kepada
mereka buat selama-lamanya”.

Sesudah mayat diletakkan pada pengusung, sekali
lagi diserunya kepada jemaah supaya jangan
mempercepatkan mayatnya ke kubur selagi belum
mendengar suara anak-anak dan sanak saudara
buat kali terakhir.

Sesudah dibawa dan melangkah sebanyak tiga
langkah dari rumah, roh pula berpesan: “Wahai
Kekasihku, wahai saudaraku dan wahai anak-
anakku, jangan kamu diperdaya dunia
sebagaimana ia memperdayakan aku dan
janganlah kamu lalai ketika ini sebagaimana ia
melalaikan aku”.

“Sesungguhnya aku tinggalkan apa yang aku telah
aku kumpulkan untuk warisku dan sedikitpun
mereka tidak mahu menanggung kesalahanku”.

“Adapun didunia, Allah menghisab aku, padahal
kamu berasa senang dengan keduniaan. Dan
mereka juga tidak mau mendoakan aku”.

Ada satu riwayat daripada Abi Qalabah mengenai
mimpi beliau yang melihat kubur pecah. Lalu
mayat-mayat itu keluar dari duduk di tepi kubur
masing-masing. Bagaimanapun tidak seorang pun
ada tanda-tanda memperolehi nur di muka
mereka. Dalam mimpi itu, Abi Qalabah dapat
melihat tetangganya juga dalam keadaan yang sama.
Lalu dia bertanya kepada mayat tetangganya mengenai
ketiadaan nur itu.

Maka mayat itu menjawab: “Sesungguhnya bagi
mereka yang memperoleh nur adalah kerana
petunjuk daripada anak-anak dan teman-teman.
Sebaliknya aku mempunyai anak-anak yang tidak
soleh dan tidak pernah mendoakan aku”.

Setelah mendengar jawapan mayat itu, Abi
Qalabah pun bangun. Pada malam itu juga dia
memanggil anak tetangganya dan menceritakan apa
yang dilihatnya dalam mimpi mengenai bapa
mereka. Mendengar keadaan itu, anak-anak dari tetangganya
itu berjanji di hadapan Abi Qalabah akan mendoa
dan bersedekah untuk bapanya.

Seterusnya tidak
lama setelah itu, Abi Qalabah sekali lagi bermimpi
melihat tetangganya. Bagaimanapun kali ini tetangganya
sudah ada nur dimukanya dan kelihatan lebih
terang daripada matahari.


Dari sebuah hadis bahawa apabila Allah S.W.T.
menghendaki seorang mukmin itu dicabut
nyawanya maka datanglah malaikat maut.
Apabila
malaikat maut hendak mencabut roh orang
mukmin itu dari arah mulut maka keluarlah zikir
dari mulut orang mukmin itu dengan berkata:
“Tidak ada jalan bagimu mencabut roh orang ini
melalui jalan ini kerana orang ini sentiasa
menjadikan lidahnya berzikir kepada Allah S.W.T.”

Setelah malaikat maut mendengar penjelasan itu,
maka dia pun kembali kepada Allah S.W.T.dan
menjelaskan apa yang diucapkan oleh lidah orang
mukmin itu.

Lalu Allah S.W.T. berfirman yang bermaksud:
“Wahai malaikat maut, kamu cabutlah rohnya dari
arah lain.” Setelah malaikat maut mendapat
perintah Allah S.W.T . Maka malaikat maut pun
coba mencabut roh orang mukmin dari arah
tangan.
Tapi keluarlah sedekah dari arah tangan
orang mukmin itu, keluarlah usapan kepala anak-
anak yatim dan keluar penulisan ilmu.

Maka
berkata tangan kepada malaikat maut: Tidak ada jalan bagimu untuk
mencabut roh orang mukmin dari arah ini, tangan
ini telah mengeluarkan sedekah,tangan ini
mengusap kepala anak-anak yatim dan tangan ini
menulis ilmu pengetahuan(khususnya tentang agama)”

Kerana malaikat
maut gagal untuk mencabut roh orang mukmin dari
arah tangan maka malaikat maut coba pula dari
arah kaki. Malangnya malaikat maut juga gagal
melakukan sebab kaki berkata:
Tidak ada jalan
bagimu dari arah ini Kerana kaki ini sentiasa
berjalan berulang alik mengerjakan solat dengan
berjemaah dan kaki ini juga berjalan menghadiri
majlis-majlis ilmu.”

Apabila gagal malaikat
maut,mencabut roh orang mukmin dari arah kaki,
maka malaikat maut coba pula dari arah telinga.

Sebaik saja malaikat maut menghampiri telinga
maka telinga pun berkata: “Tidak ada jalan bagimu
dari arah ini kerana telinga ini sentiasa mendengar
bacaan Al-Quran dan zikir.”

Akhir sekali malaikat
maut coba mencabut orang mukmin dari arah
mata tetapi baru saja hendak menghampiri mata
maka berkata mata: “Tidak ada jalan bagimu dari
arah ini sebab mata ini sentiasa melihat beberapa
mushaf dan kitab-kitab dan mata ini sentiasa
menangis kerana takutkan Allah.”

Setelah gagal
maka malaikat maut kembali kepada Allah S.W.T.
Kemudian Allah S.W.T. berfirman yang
bermaksud:”Wahai malaikatKu, tulis AsmaKu
ditelapak tanganmu dan tunjukkan kepada roh
orang yang beriman itu.”

Setelah mendapat
perintah AllahS.W.T. maka malaikat maut
menghampiri roh orang itu dan menunjukkan Asma
Allah S.W.T.
Setelah melihat Asma Allah dan
cintanya kepada Allah S.W.T maka keluarlah roh
tersebut dari arah mulut dengan tenang.

Abu Bakar R.A. telah ditanya tentang ke mana roh
pergi setelah ia keluar dari jasad. Maka berkata
Abu Bakar R.A: “Roh itu menuju ketujuh tempat:-

1. Roh para Nabi dan utusan menuju ke Syurga
Adnin.

2. Roh para ulama menuju ke Syurga Firdaus.

3. Roh mereka yang berbahagia menuju ke Syurga
Illiyyina.

4. Roh para shuhada berterbangan seperti burung
di syurga mengikut kehendak mereka.

5. Roh para mukmin yang berdosa akan tergantung
di udara tidak di bumi dan tidak di langit sampai
hari kiamat.

6. Roh anak-anak orang yang beriman akan berada
di gunung dari minyak misik.

7.Roh orang-orang kafir akan berada dalam neraka
Sijjin, mereka diseksa berserta jasadnya hingga
sampai hari Kiamat.”

Telah bersabda Rasullullah S.A.W: Tiga kelompok
manusia yang akan dijabat tangannya oleh para
malaikat pada hari mereka keluar dari kuburnya:

1. Orang-orang yang mati syahid.

2. Orang-orang yang mengerjakan solat malam
dalam bulan ramadhan.

3. Orang berpuasa di hari Arafah