Laman

Rabu, 07 Agustus 2013

SEJARAH TAREKAT SAMMANIYAH



            Nama Tarekat ini terambil dari nama seorang guru tasawuf yang masyhur yaitu Muhammad ibn ‘Abdul Karim al-Madani al-Syafi’i, yang dikenal dengan al-Sammani (1718 - 1775 M/1130 – 1189 H). Ia dilahirkan di Madinah dari keluarga Quraisy. Dia melewatkan hidupnya di Madinah dan tinggal di dalam rumah bersejarah milik Abu Bakr al-Siddiq.
            Syekh Muhammad Samman mempelajari berbagai tarekat kepada guru-guru terbesar pada zamannya. Guru tarekatnya yang paling mengesankan adalah Mustafa ibn Kamal ad-Din al-Bakri, pengarang produktif dan syekh tarekat Khalwatiyah dari Damaskus, yang pernah menetap di Madinah dan wafat di Kairo pada 1749. menurut beberapa sumber, Syekh Samman semasa kunjungannya ke Mesir (tahun 1760) pernah belajar pada dua guru Khalwatiyah lainnya, Muhammad ibn Salim al-Hifnawi dan Mahmud al-Kurdi, tetapi pengaruh keduanya tidak terlihat dalam karya-karya Syekh Samman sendiri dan ‘Abd as-Samad al-Palimbani. Dalam silsilahnya, ‘Abd as-Samad hanya menyebut rantaian guru Khalwatiyah, mulai dengan Mustafa al-Bakri, sehingga tarekat Sammaniyah lazim dianggap cabang dari tarekat Khalwatiyah.
Kemunculan Tarekat Sammaniyah bermula dari kegiatan Syekh Muhammad Samman mengajarkan Tarekat di Madinah. Syekh Muhammad Samman juga menjabat sebagai pintu makam Nabi di Madinah. Dalam rangka jabatan ini, ia menerima tamu dari seluruh dunia Islam, sehingga tidak mengherankan bila ajaran tasawufnya menggabungkan tradisi dari berbagai wilayah dan benua: dari Maghrib dan Afrika Timur sampai ke India dan Nusantara. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika Tarekat ini tersebar luas dan terkenal dengan nama Tarekat Sammaniyah.
Sebagaimana guru-guru besar tasawuf, Syekh Muhammad Samman terkenal akan kesalehan, kezuhudan dan kekeramatannya. Salah satu keramatnya adalah ketika Abdullah Al-Basri – karena melakukan kesalahan – dipenjarakan dengan kaki dan leher dirantai. Dalam kedaan yang tersiksa, Al-Basri menyebut nama Syekh Muhammad Samman tiga kali, seketika terlepaslah rantai yang melilitnya. Kepada seorang murid Syekh Muhammad Samman yang melihat kejadian tersebut, Al-Basri menceritakan, “kulihat Syekh Muhammad Samman berdiri di depanku dan marah. Ketika kupandang wajahnya, tersungkurlah aku pingsan. Setelah siuman, kulihat rantai yang melilitku telah putus.”
Perihal awal kegiatan Syekh Muhammad Samman dalam Tarekat dan Hakikat, menurut kitab Manaqib Tuan Syekh Muhammad Samman adalah sejak pertemuannya dengan Syekh Abdul Qadir Jailani. Kisahnya, si suatu ketika Syekh Muhammad Samman berkhalwat di suatu tempat dengan memakai pakaian yang indah-indah. Pada waktu itu datang Syekh Abdul Qadir Jailani membawakan pakaian jubah putih. “ini pakaian yang cocok untukmu”. Ia kemudian memerintahkan Syekh Muhammad Samman agar melepas pakaiannya dan mengenakan jubah putih yang dibawanya. Konon semula Syekh Muhammad Samman menutup-nutupi ilmunya sampai datanglah perintah dari Rasulullah SAW menyebarkannya dalam kota Madinah.
Di antara karya-karya Syekh Muhammad Samman yaitu :
  1. An-Nafakhat al-Ilahiyah fi as-Suluk at-Tariqah al-Muhammadiyah . ( النفحة الإلهية فى كيفية السلوك الطريقة المحمدية). Buku ini berisi tentang ajaran tatacara atau thariqah yang harus dilalui oleh salik untuk sampai kepada hadrah al-Rahman, yaitu terbukanya tabir yang menghalangi penglihatan untuk sampai kepada musyahadah dengan Tuhan. Tarekat yang diajarkannya berisi ajaran mengenai tata cara berzikir, berkhalwat, bergaul, berguru, dan menjadi wali Allah.
  2. Ratib Samman (رواتب السمان). Ratib ini berisi tentang ajaran zikir dan doa-doa kepada Tuhan yang dibaca sesudah sembahyang isya.
  3. Igsya lil hafa wal mu’nisat al-Walhan (إغشى اللحفاوالمؤنسات الولهان). Naskah ini berisi tentang metode zikir dan muraqabah agar fana dan baqa dapat dicapai.
  4. Risalah fi Ahwali al-Muraqabah (رسالة فى أحوال المراقبة). Naskah ini berisi tentang tarekat atau metode yang dilalui oleh sufi untuk sampai kepada maqam al-fana.
  5. Jaliyah al-Kurab wa Manilah al-‘Arab (جلية الكرب ومنيلة العرب). Naskah ini adalah syarah dari kitab yang berisi tentang ajaran zikir dan doa yang disusun dalam bentuk qasidah dan sebagai pedoman bagi ahl al-irfan (ahli ma’rifah) untuk sampai kepada Tuhan. Naskah ini ditulis oleh murid Syekh Muhammad Samman, yaitu Syekh Abdul Hamid.
Mengenai riwayat hidup Syekh Muhammad Samman secara terperinci tidak diketahui, hanya ada ditulis oleh salah seorang muridnya atau khalifah yang bernama Syekh Siddiq al-Madani dalam sebuah Manaqib Tuan Syekh Muhammad Samman, tetapi buku tersebut tidak banyak menceritakan tentang kesalehannya dan kezuhudannya, serta keramat dan keanehan-keanehannya, yang terdapat pada dirinya. Dalam buku tersebut dijelaskan latar belakang penulisannya bahwa kisah-kisah wali-wali Allah dan Hadis Nabi yang menjanjikan rahmat Allah bagi orang-orang yang suka membaca Manaqib wali-wali itu disamping membaca Al-Qur’an, membaca tahlil, dan bersedekah, berdasarkan hal itu ia tertarik untuk menulis sebuah Manaqib gurunya yang dianggap sebagai ahli syari’at, tarekat dan hakikat.
            Syekh Samman mempelajari berbagai tarekat kepada guru-guru terbesar pada zamannya. Ia bukan ahli tasawuf saja; ia juga mempelajari ilmu Islam lainnya. Suatu sumber Arab hampir sezaman dengannya, Sulaiman al-Ahdal dalam bukunya al-Nafs al-Yamani, sebagaimana dikutip oleh Martin Van Bruinessen menyebut lima gurunya merupakan ulama fiqih terkenal: Muhammad al-Daqqaq, Sayyid ’Ali al-’Aththar, ’Ali al-Kurdi, ’Abd al-Wahab al-Thanthawi (di Mekkah) dan Sa’id Hilal al-Makki. Di bidang Tasawuf dan Tauhid, gurunya yang paling mengesankan adalah Mustafa ibn Kamal ad-Din al-Bakri, pengarang produktif dan Syekh Tarekat Khalwatiyah dari Damaskus, yang pernah menetap di Madinah dan wafat di Kairo pada 1749. Menurut beberapa sumber, Samman semasa kunjungannya ke Mesir tahun 1760 pernah belajar pada guru Khalwatiyah lainnya, Muhammad ibn Salim al-Hifnawi dan Mahmud al-Kurdi, tetapi pengaruh keduanya tidak terlihat dalam karya-karya Samman sendiri dan ’Abd as-Samad al-Palimbani. Dalam silsilahnya, ’Abd as-Samad hanya menyebut rantai guru Khalwatiyah, mulai dengan Mustafa al-Bakri, sehingga Tarekat Sammaniyah lazim dianggap cabang dari Khalwatiyah. Padahal Syekh Samman memasuki Tarekat Naqsyabandiyah dan Tarekat Qadiriyah pula, dan oleh karenanya orang sezaman sering menyebut Muhammad ibn Abd al-Karim al-Qadiri as-Samman. Syekh lain yang sangat berpengaruh terhadap ajaran dan praktek-praktek Sammaniyah, walaupun Samman tidak bertemu langsung dengannya, adalah ’Abd al-Ghani an-Nabulusi (w. 1143 H/1731 M), salah seorang guru Mustafa al-Bakri, tokoh besar Tarekat Naqsyabandiyah dan pengarang sangat produktif, pembela Ibn ’Arabi dan ’Abd al-Karim al-Jili. Tarekat keempat yang diambil Samman adalah Syadziliyah, yang mewakili tradisi tasawuf Maghrib dan terkenal dengan hizib-hizibnya.
            Samman mulai mengajar perpaduan dari teknik-teknik zikir, bacaan-bacaan lain, dan ajaran metafisika semua tarekat ini dengan beberapa tambahan (qasidah dan bacaan lain susunannya sendiri), yang kemudian dikenal dengan nama baru Sammaniyah. Meski Sammaniyah bukanlah satu-satunya tarekat yang merupakan gabungan dari berbagai tarekat yang asli. Karena tidak lama kemudian, Muhammad ’Usman al-Mirghani mendirikan Tarekat Khatmiyah (perpaduan dari Naqsyabandiyah, Qadiriyah, Syadziliyah, Junaidiyah dan Mirghaniyah), sedangkan Ahmad Khatib Sambas membuat perpaduan sejenis dengan nama Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Kitab Fath al-’Arifin yang secara singkat menguraikan ajaran Ahmad Khatib Sambas begitu jelas menyamakan tarekat ini dengan Sammaniyah. Tarekat Khatmiyah kemudian menyebar, utamanya Afrika Timur, sedangkan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah tersebar ke Indonesia.
            As-Samman semasa hidupnya mengajar di Maderasah Sanjariyah yang didatangi banyak murid dari negeri-negeri jauh. Diriwayatkan bahwa dia pernah bepergian ke Yaman dan Mesir pada tahun 1174 H/1760 M untuk mendirikan cabang-cabang Sammaniyah dan mengajar murid-muridnya mengenai Zikir Sammaniyah. Ia juga mendirikan Zawiyah Sammaniyah di berbagai kota di Hijaz dan Yaman. Hikayat Syekh Muhammad Samman menceritakan bahwa salah satu zawiyah di kota Jeddah, dibangun atas biaya Sultan Palembang, dua tahun setelah wafat Syekh Samman yakni pada tahun 1191 H/1777 M.
            Dalam kitab Sair as-Salikin, ’Abd as-Samad menyebut tiga murid Syekh Samman yang diizinkan mengajar Tarekat Sammaniyah, yang paling terkenal diantaranya Siddiq ibn Umar Khan dan Muhammad Nafis. Di dalam kitab Hikayat Syeikh Samman juga disebutkan sejumlah nama murid terkemuka Syekh Samman. Disamping Syekh Siddiq dan Syekh Abdurrahman, kitab ini menyebut Syekh Abd al-Karim (putra Syekh Samman), Mawla Sayyid Ahmad al-Baghdadi, Shur ad-Din al-Qabili (dari Kabul Afganistan) dan Abd al-Wahab Afifi al-Misri. Sebagai orang Nusantara, penulis menyebut M. Arsyad al-Banjari, Abd al-Rahman al-Fathani, dan tiga orang Palembang: Syekh Abd as-Samad, Tuan Haji Ahmad dan dirinya, M. Muhyiddin ibn Syihabuddin.
            Murid-murid Syekh Samman dan banyak ulama di sekitarnya menganggapnya sebagai seorang wali yang luar biasa keramatnya. Dalam Hikayat Syekh Muhammad Samman ia disebut Khatam al-Wilayah al-Khashshah al-Muhammadiyah dan  martabatnya disamakan dengan martabat Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Keajaiban yang diriwayatkan dalam kitab Manaqib ini memang melebihi keajaiban wali-wali lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar