Laman

Rabu, 07 Agustus 2013

Tajalli (3)

Perpaduan antara hati nurani dan akal itulah yang dapat sampai kepada hakikat dan dapat naik memperoleh tajalli tertinggi. Dengan akal saja orang tidak akan sampai memperoleh derajat itu, sebagaimana halnya orang juga tidak akan sampai ke derajat itu, kalau hanya dengan kalbu hati nurani tanpa akal. Manusia ulul albab adalah memadukan kedua daya rohani yang amat besar dan menentukan itu, yaitu daya akal dan daya kalbu hati nurani. Itulah manusia yang dapat melaksanakan pola ajaran dan amal Dienul Islam dengan utuh dan sempurna.
Sesungguhnya proses takhalli, tahalli dan tajalli itu, tidaklah harus selesai satu tingkat atau satu tahap baru memasuki tingkat atau tahap selanjutnya. Pelaksanaannya adalah bersama-sama, sesuai dengan riyadhah dan mujahadah yang dilaksanakan dan tergantung pula kepada rahmat dan karunia Allah. Dari kajian ini sesungguhnya setiap salik yang dengan ikhlas dan taslim melaksanakan zikir dengan metode tarekatullah, telah memperoleh hasil yang bertahap-tahap itu. Dengan kata lain, setiap salik dengan katagori ikhlas dan taslim disertai dengan riyadhah dan mujahadah yang sungguh-sungguh dan lestari, telah memperoleh tajalli, tetapi tingkatannya tidak tajalli tertinggi, seperti yang dijelaskan di atas tadi.
Bila sudah asyik beramal dan di dalam keasyikan itu kita meraskan keagungan dan kebesaran Allah mulai dari af’al, asma, sifat dan zat Allah, sesungguhnya kita sudah tajalli dalam maqam, derajat yang berbeda-beda. Yang sampai ke derajad wali tidak banyak, tetapi yang sampai ke derajat tingkat orang yang saleh dan taat pasti lebih banyak.
Salah satu kunci utama dalam peramalan tasauf dan tarekat, adalah cinta, dan rindu selalu kepada Allah dan Rasul-Nya. Cinta dan rindu kepada Allah dan Rasul, adalah berkat usaha seseorang dan karunia dari Allah SWT. Karena itu bagi orang yang telah memperoleh bibit-bibit cinta dan rindu itu, harus memelihara dan membinanya sungguh-sungguh dengan beramal ikhlas, baik yang wajib maupun yang sunat. Ibadah yang dilakukan harus pas / sesuai benar antara syariat dan hakikatnya, antara yang tersurat dan yang tersirat pada amal ibadat itu. Kalangan sufi berpendapat seseorang beribadat tanpa mengetahui makna yang tersirat, makna batin, ataupun makna hakikat dari ibadat itu, tak ubahnya seperti anak kecil yang membaca buku, tanpa mengetahui sama sekali pengertian dari apa yang dia baca.
Dalam pemeliharaan dan pembinaan selanjutnya, seorang sufi dalam hidup dan kehidupannya harus dapat mengendalikan dirinya, jangan sampai terjerumus kembali kepada hal-hal yang bias membatalkan amalnya. Karena itu dia harus selalu bersikap wara’, ridla, zikrul maut, dan sebagainya.                                                                                   
Demikian Penjelasan tentang Takhalli, Tahalli dan Tajalli yang saya kutip dari berbagai sumber, mudah-mudahan bermanfaat…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar