Laman

Jumat, 07 Maret 2014

Rindu Seorang Sufi


Syeikh Abul Qosim Al-Qusyairy
“Barangsiapa mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu pasti datang. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.s. Al-Ankabut: 5)

Ya Allah, hiasilah kami dengan keindahan iman. Ya Alah, jadikanlah kami sebagai pemberi petunjuk maupun penerima petunjuk’.”
Rindu adalah keadaan gairah hati yang berharap untuk berjumpa dengan Sang Kekasih. Kadar rindu tergantung besar volume cinta. Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq membedakan antara rindu dan hasrat yang bergolak, katanya, “Rindu ditentramkan oleh perjumpaan dan memandang. Sedangkan hasrat yang bergolak tidak sirna karena pertemuan.”
Mengenai konteks ini para Sufi bersyair:
Mata tak pernah berpaling ketika memandang-Nya,
Sehingga-kembali kepada-Nya, penuh gelora.

Abu Utsman menuturkan, “Tanda rindu adalah mencintai kematian dengan hati yang ringan.”
Yahya bin Mu’adz menyatakan, “Tanda rindu adalah membebaskan tubuh dari hawa nafsu.”
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menuturkan, “Pada suatu hari Daud as. pergi sendirian ke padang pasir, kemudian Allah Swt. menurunkan wahyu kepadanya, ‘Wahai Daud, Aku tidak memandangmu sebagai orang yang sendirian!’ Daud menjawab, ‘Tuhanku, aku terpengaruh oleh kerinduan dalam hatiku untuk bertemu dengan-Mu, lantas terhalang antara diriku untuk bergaul dengan sesama manusia.’

Maka Allah Swt berfirman: “Kembalilah kepada mereka. Sebab bila engkau mendatangi­-Ku bersama seorang hamba yang lari dari tuannya, Aku tetapkan dirimu di Lauh Mahfudz sebagai seorang arif yang bijak’.”

Diceritakan, ada seorang wanita tua yang didatangi oleh pemuda yang termasuk kerabatnya. Keluarga lainnya merasa gembira, namun wanita itu justru menangis tersedu. Ia ditanya, ‘Apa yang engkau tangisi?” Wanita itu menjawab, “Aku teringat kedatangan pemuda itu, jika kelak di hari kedatangan kita kepada Allah Swt.”

Ketika Ahmad bin Atha’ ditanya tentang rindu, dia menjawab, “Jiwa yang terbakar, qalbu yang berkobar, dan jantung yang berkeping-keping.”
Pada kesempatan lain dia ditanya, “Manakah yang lebih utama, rindu ataukah cinta?” Ibnu Atha’ menjawab, “Cinta, karena rindu terlahir dari cinta.”

Mengenai hal ini para Sufi bersyair:
Kami dalam puncak kegembiraan, Namun tak bisa sempurna, kecuali dengan kalian Cacat yang ada pada kami, wahai orang-orang yang kucintai, Engkau semua dighaibkan sedang kami telah hadir.
Mereka juga bersyair:
Siapakah yang memeriahkan pesta raya,
Padahal aku sungguh berduka, Kegembiraan telah penuh bagiku
bila kekasih-kekasihku tiba.

Dikatakan juga, “Para perindu saling merasakan manisnya kematian, ketika menjemputnya, semata karena jiwa pertemuan telah terbuka melebihi manisnya penyaksian.”

As-Sary menyatakan, “Rindu adalah maqam teragung bagi seorang ‘arif manakala telah terwujud di dalamnya. Manakala dia mencapai kerinduan, dia menjadi lupa akan segala sesuatu yang menjauhkan dari yang dirindukannya.”
Abu Utsman bin Sa’id al-Hiry berkomentar mengenai firman Allah Swt,
“Barangsiapa mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu pasti datang. “ (Q.s. Al-Ankabut: 5).
“Ayat ini sebagai penentram bagi para perindu. Tafsirnya: Aku tahu bahwa rindu kalian kepada-Ku begitu kuat. Aku telah menetapkan satu waktu bagi kalian untuk berjumpa dengan-Ku. Kalian semua akan segera datang kepada Yang kalian rindukan’.”
Dikatakan bahwa Allah Swt. mewahyukan kepada Nabi Daud as, “Katakanlah kepada para pemuda Bani Israil, ‘Mengapa kalian menaruh kepedulian selain kepada-Ku, sedangkan Aku merindukanmu? Dusta macam apa ini’?”

Allah Swt. juga menurunkan wahyu kepada Daud as, “Jika saja mereka yang telah berpaling dari-Ku mengetahui bagaimana Aku telah menunggu mereka, melimpahkan kasih sayang kepada mereka, dan kerinduan-Ku agar mereka meninggalkan kemaksiatan terhadap-Ku, pasti mereka mati semua karena rindu mereka, dan sendi-sendi mereka remuk karena cinta kepada-Ku. Wahai Daud, inilah Kehendak-Ku terhadap mereka yang telah berpaling dari-Ku, lalu bagaimana Kemauan-Ku terhadap mereka yang menghadap kepada-Ku?”
Dikatakan bahwa dalam kitab Taurat tertulis, “Kami sangat merin­dukan kalian semua, namun kalian tidak saling membalas rindu; Kami tanamkan rasa takut dalam dirimu, tapi kalian sendiri tidak merasa takut. Dan Kami memberi ratapan kepada kalian, sayangnya, kalian semua tidak pernah meratap.”

Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menuturkan, “Suatu ketika Syu’aib menangis hingga matanya buta. Allah Swt. mengembalikan penglihat­annya.

Dia menangis lagi sampai buta kembali, dan Allah Swt. mengembalikan lagi penglihatannya. Kemudian dia menangis sampai buta, lantas Allah Swt. mewahyukan,
‘Jika engkau menangis karena surga, maku Aku pun memperkenankannya. Jika engkau menangis karena neraka, maka Aku pun telah menjadikanmu selamat darinya.’
Syu’aib menjawab, `Bukan itu. Aku menangis karena rindu kepada­Mu.’
Lalu Allah berfirman padanya,’Karena itu Aku menunjuk Nabi­-Ku dan Kalimat-Ku untuk melayanimu selama sepuluh tahun’.”
Dikatakan, “Barangsiapa rindu kepada Allah Swt, maka segala sesuatu merindukannya.”

Dan dalam hadist disebutkan, “Surga merindukan tiga orang:
Ali, Ammar dan Salman.”
Malik bin Dinar mengatakan, “Aku membaca dalam Taurat begini, ‘Kami bangkitkan rindu dalam dirimu, tetapi kamu sekalian tidak rindu kepada Kami.

Kami mainkan seruling untukmu, tetapi engkau tidak menari :”
Al Junayd ditanya, “Apa yang membuat seorang pencinta menangis ketika bertemu dengan Kekasihnya?” Dia menjawab,
“Itu hanya karena kegembiraannya pada Sang Kekasih, dan kepesonaan karena kedahsyatan rindu kepada-Nya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar