Laman

Kamis, 17 Juli 2014

Pembahasan Kedua - Kembali ke Sumber Azali

Hakekat Segala Rahasia Kehidupan
[ Pembahasan Kedua - Kembali ke Sumber Azali ]

Keberadaan manusia dapat diihat dari dua sudut pandang, jiwa dan raga. Dari sisi raga, semua manusia secara umum sama. Semua orang memiliki ciri-ciri khas manusia. Dari sisi jiwa, yang tersembunyi dalam raga, setiap orang berbeda-beda. Karena itu diperlukan penjelasan yg lebih khusus.

Kaidah umum menyatakan, setiap orang dapat kembali ke sumer azalinya dengan mengikuti langkah-langkah tertentu. Dalil-dalil agama yg jelas dan tegas merupakan petunjuk bagi siapa saja untuk perjalanan kembalinya. Dengan menapaki satu tingkatan ke tingkatan lainnya, ia sebenarnya tengah mendaki jalan ruhani, untuk mencapai alam ilmu-tingkatan tertinggi. Rasulullah saw memuji tingkatan ini dalam sabdanya, “Ada satu tingkatan yg di dalamnya semua dari segala sesuatu dihimpun, yaitu ma’rifat-ilmu.”

Untuk mencapai tingkatan itu, pertama-tama orang harus meninggalkan keburukan dan kemunafikan dalam amalnya sehingga orang lain dapat menjadi saksi atas dirinya. Setelah itu, ia harus menetapkan 3 macam tujuan bagi dirinya sendiri. Ketiga macam tujuan itu sebenarnya merupakan 3 macam surga. Tujuan pertama disebut Ma’wa – surga menjadi tempat tinggal yg tentram atau surga duniawi. Tujuan kedua disebut Na’im – taman keridaan Allah bagi para makhluk-Nya, yaitu surga yang berada di alam malaikat. Tujuan ketiga disebut surga Firdaws – surga samawi, yaitu surga yg di alam ketunggalan akal sebab, tanah air jiwa, Nama-Nama dan Sifat-Sifat Ilahi. Itulah 3 macam imbalan, yg merupakan keindahan Allah, bagi manusia yg berusaha menempuh tingkatan-tingkatan ilmu ini, mengikuti ajaran agama, menghilangkan kemajemukan dalam dirinya, serta memerangi hawa nafsunya untuk mencapai persatuan dan kedekatan dengan Sang Pencipta (thariqah). Itulah imbalan atas perjuangannya meraih tingkatan ma’rifat, tingkatan yg memungkinkannya mengenal Tuhan.

Rasulullah saw –setelah mengatakan, “Ada satu tingkatan ilmu yg di dalamnya semua dan segala sesuatu dihimpun dalam ilmu Allah”- bersabda, “Dengannya seseorang mengetahui kebenaran yg menghimpun dalam dirinya semua jalan dan kebaikan. Ia harus mengamalkan kebenaran itu dan harus mengenal kesalahan serta meninggalkannya. Selanjutnya Rasulullah saw bersabda, “Ya Allah, tunjukkan kepada kami kebenaran dan bantulah kami untuk mengikutinya, dan ajarkan kami tentang kesalahan lalu mudahkan kami untuk menjauhinya.” Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, “Siapa mengenal dirinya sendiri dan sungguh-sungguh menentang nafsunya, niscaya akan mengenal Tuhannya dan mengikuti kehendak-Nya.”

Tujuan mulia itu mungkin saja dicapai di dunia ini. Bagi orang yg telah mencapainya, tak ada bedanya antara tidur dan jaga, karena dalam tidur, jiwa dapat kesempatan untuk berjalan ke rumah sejatinya yaitu alam ruh, lalu kembali ke alam jasad dalam keadaan yg baru. Keadaan seperti ini kami sebut mimpi sejati. Layaknya mimpi, kejadian yg dialami mungkin terpecah-pecah, tetapi mungkin juga bersifat utuh, sebagaimana yg dialami Nabi Muhammad saw dalam peristiwa Mikraj. Allah menegaskan hal ini dalam firman-Nya:
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang (jiwa) (orang) yang belum mati di waktu tidurnya. Dia tahan jiwa (orang) yg telah Dia tetapkan kematiannya, dan Dia lepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada hal itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.” (al-Zumar: 42)

Keadaan seperti itu dijelaskan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya, “Tidurnya orang berimu lebih utama daripada ibadah orang bodoh.” Orang berilmu yang dimaksud di sini adalah yang telah meraih pengetahuan sejati yg tak mengenal huruf maupun suara. Pengetahuan itu diperoleh dengan terus menerus membaca kalimat tauhid, dengan lidah dan hatinya. Hatinya telah masuk ke dalam cahaya Ilahi melalui cahaya tauhid. Allah berfirman dalam sebuah hadits qudsi:
“Manusia adalah rahasia-Ku dan Aku adalah rahasianya. Pengetahuan batin mengenai ilmu batin adalah relung rahasia-Ku, jika Ku-masukkan pengetahuan ini ke dalam hati hamba-Ku yang sholeh, takkan ada yg dapat mengetahui keadannya kecuali Aku.”

Dalam hadis qudsi lainnya Dia berfirman:
“Aku seperti sangkaan hamba-Ku. Jika ia mencari dan mengingat-Ku, Aku bersamanya. Jika ia mengingat-Ku dalam hati, Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku dan menyebut nama-Ku dalam kelompok, Aku akan mengingatnya dan menyebutnya sebagai hamba-Ku yang saleh dalam kelompok yg lebih baik.”

Jadi, satu-satunya cara untuk mencapai tujuan jalan ini adalah tafakur, suatu laku yg jarang dijalankan kaum awam. Rasulullah saw bersabda, “Tafakur sesaat lebih utama daripada ibadah setahun. “ Atau, “Sesaat tafakur lebih utama daripada ibadah seribu tahun.”

Nilai setiap amal terletak pada hakekatnya. Sesaat tafakur dalam hadits di atas tampaknya mengandung tiga nilai yg berbeda.

Orang menafakuri suatu urusan dan berusaha menelusuri sebabnya, niscaya akan menyadari bahwa setiap bagian urusan itu memiliki banyak cabang dan bahwa setiap penggalan peristiwa menjadi sebab bagi peristiwa-peristiwa lainnya. Tafakur seperti inilah yg dianggap lebih utama daripada seribu tahun ibadah.

Sama halnya, tafakur mengenai makrifat, yg disertai tekad kuat untuk mengenal Allah, dianggap lebih utama daripada seribu tahun ibadah. Sebab, tafakur seprti itu adalah pengetahuan yg sejati.
Pengetahuan sejati adalah maqam tauhid. Seorang pecinta sejati akan menyatu dengan Kekasihnya. Dari alam materi ini, ia terbang dengan sayap ruhani ke alam karunia. Ia dianggap lebih mulia daripada orang yg beribadah karena ahli ibadah berjalan kaki menuju surga, sedangkan ia terbang ke berbagai alam yg dekat kepada Tuhannya.

Setiap pecinta memliki mata dalam hati mereka
Berkat cinta, mereka melihat, saat orang lain buta
Mereka memiiki sayap, bukan dari daging dan darah
Terbang menuju para malaikat, mencari Tuan mereka

Para pecinta itu terbang ke alam batin. Merekalah orang yg berilmu. Mereka dianugerahi gelar sebagai manusia sejati, para kekasih, dan orang yang sangat dekat kepada Allah. Bayazid al-Bisthami, semoga Allah meridainya, berkata, “Orang ang berilmu adalah kekasih Allah.” Sufi lain mengatkan bahwa mereka dekat kepada Allah karena mereka adalah kekasih Allah.

Hanya para pecintalah yg akan mengenal Sang Kekasih dengan sangat dekat. Mereka menjadi sahabat dekat Allah. Hakikat mereka adalah keindahan meskipun tampak seperti orang kebanyakan. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman, “Sahabat-sahabat dekat-Ku tersembunyi di bawah jubah-Ku. Tak ada yg mengenal mereka kecuali Aku.” Jubah itu adalah penampilan mereka yg sederhana dan bersahaja. Mereka tersembunyi bagaikan pengantin wanita yang ditabiri tirai pelaminan; dapatkah kau melihat kecantikannya?

Yahya ibn Muaz al-Razi, semoga Allah menyucikan ruhnya, berkata, “Para kekasih Allah adalah minyak wangi bagi dunia ini. Namun, hanya mukmin yg ikhlas yg dapat mencium wangi mereka.” Kaum mukmin sejati itu mencium wangi mereka, dan kemudian mengikuti keharuman itu. Minyak wangi itu membangkitkan kerinduan kepada Tuhan dalam hati mereka. Seluruh perilaku mereka semakin meneguhkan langkah, upaya, dan kesungguhan mereka. Tingkatan kerinduan, kesungguhan dan kecepatan melangkah mereka meningkat pesat sesuai dengan semakin cemerlangnya cahaya mereka dan sejauh keberpalingan mereka dari dunia. Semakin jauh seseorang dari pakaian dunia, semakin dekat ia kepada Sang Kekasih. Alih-alih merasa dingin dan kesepaian, ia rasakan kehangatan Sang Pencipta. Semakin dekat pula ia dengan hakekat batin yg dicarinya. Kedekatan kepada hakekat tergantung pada kekuatan tekadnya untuk meninggalkan dunia. Semakin jauh dari dunia dan kemajemukan, semakin dekat ia kepada hakikat yg tunggal.

Kekasih Allah adalah orang yg berjalan menuju ketiadaan hingga ia menyaksikan eksistensi hakikat. Ia telah menyerahkan seluruh dirinya sehingga ia tak lagi memiliki pilihan. Tak ada lagi “Aku”, yg tersisa hanyalah eksistensi, Sang Hakiki. Berbagai keajaiban yg ia tampilkan membuktikan ketinggian derajatnya. Namun, semua mukjizat itu tak ada kaitannya dengan maqam ruhaninya. Pada maqam, seperti ini, tak ada pengungkapan rahasia, karena penyingkapan rahasia ketuhanan dianggap sebagai kemaksiatan.

Dalam kitab yg berjudul Mirshad dikatakan, “Karamah, atau kemampuan menampilkan sesuatu yg luar biasa merupakan hijab yg membuat seseorang lengah akan keadaan dirinya. Karena itu, saat-saat kemunculan karomah dianggap sebagai masa haid pada kaum wanita. Para wali, yg merupakan kekasih Allah, harus melewati sekurang-kurangnya seribu anak tangga. Dia ntara anak tangga yg pertama adalah karomah. Jika dapat melewatinya, ia dapat mendaki anak tangga lainnya,. Jika tidak, langkahnya terhenti di sana.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar