Laman

Kamis, 17 Juli 2014

Pembahasan Pertama - Pada Mulanya Adalah Cahaya

Hakekat Segala Rahasia Kehidupan
[ Pembahasan Pertama - Pada Mulanya Adalah Cahaya ]

Semoga Allah memberi kalian keberhasilan dalam melakukan segala tindakan yang diridhai-Nya.

Pikirkanlah, tanamkanlah dalam pikiran, dan pahamilah segala yang kukatakan. Bahwa makhluk pertama yang diciptakan Allah dari Cahaya Ilahi Yang Maha Indah adalah cahaya Muhammad saw. Dalam sebuah hadits qudsi Dia menyatakan:
“Telah Aku ciptakan ruh Muhammad dari cahaya dzat-Ku (wajh).”

Pemimpin kita, Rasulullah saw pun menyatakan dalam sabdanya:
“Pertama-tama Allah menciptakan ruhku, yang diciptakan-Nya sebagai cahaya Ilahi.”

“Pertama-tama Allah menciptakan ‘Pena’.”

“Allah pertama-tama menciptakan ‘akal’.”

Ciptaan pertama yg dimaksudkan dalam hadits itu adalah hakekat Muhammad, yg dirahasiakan. Seperti Tuhannya, Muhammad juga memiliki nama-nama yg indah. Ia diberi nama Nur, Cahaya Ilahi, karena ia disucikan dari kegelapan yg tersembunyi di balik sifat kuasa dan keagungan Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Telah diturunkan kepadamu dari Allah cahaya dan Kitab yang terang” (al-Maidah: 15)

Ia disebut juga Akal Universal (‘aql al-kulli) karena ia melihat dan memahami segala sesuatu. Ia disebut Pena (al-qalam), karena ia menyebarkan hikmah dan ilmu, serta menorehkan ilmu ke hamparan alam huruf.

Ruh Muhammad adalah hakekat semua wujud. Ia adalah awal dan hakekat alam semesta. Nabi saw menyatakan hal ini dalam sabdanya, “aku berasal dari Allah dan orang beriman berasal dariku.” Allah menciptakan semua ruh dari ruhnya (Muhammad) di alam penciptaan pertama dengan sebaik-baik bentuk. Muhammad adalah nama semua manusia di alam arwah. Ia adalah sumber dan tempat kembali masing-masing dan segala sesuatu. Empat ribu tahun setelah penciptaan Nur Muhammad, Allah menciptakan ‘Arsy dari cahaya mata Muhammad. Dia menciptakan seluruh makhluk dari ‘Arasy.

Kemudian Dia mengutus ruh untuk turun kepada tingkatan penciptaan terendah, ke alam dunia ini, alam materi, atau alam jasadi.

“Kemudian Kami kembalikan dia kepada (tingkatan) yang terendah.” (Thin: 5)

Dia mengirim cahaya dari tempat penciptaannya, Alam Ketuhanan (alam Lahut), yakni alam manifestasi dzat, keesaan, wujud mutlak Allah, ke alam manifestasi nama-nama Allah, manifestasi sifat-sifat, alam kausal, alam Ruh Universal. Di sana, jiwa itu diberi pakaian jubah cahaya. Di sana pula jiwa itu diberi nama “jiwa sultan”. Berpakaian cahaya, mereka turun ke alam malaikat. Di sana mereka dipakaikan jubah terang para malaikat, lalu diberi nama “jiwa ruhani”. Kemudian Dia memerintahkan mereka untuk turun ke alam materi, alam air, api, tanah, dan eter, lalu mereka menjadi jiwa manusia. Dari alam inilah Dia menciptakan raga:
“Dan Kami ciptakan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan, lalu darinya Kami bangkitkan kamu sekalian untuk kedua kalinya.” (Thaha: 55)

Setelah semua tahapan ini, Allah merintahkan ruh untuk masuk ke dalam raga, dan atas kehendak-Nya, ia memasukinya:
“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadian dan Kutiupkan ke dalamnya ruh-Ku…” (Shad: 72)

Seiring bergulirnya waktu, ruh-ruh itu mulai terikat kepada daging serta melupakan asal dan sumpah yang mereka ucapkan di alam arwah. Di sana, Allah bertanya kepada mereka, “Apakah Aku Tuhanmu?” dan mereka menjawab, “Ya!” Mereka melupakan janji dan sumber mereka; lupa jalan pulang mereka. Namun, Allah Maha Penyayang, sumber segala pertolongan dan keselamatan bagi makhluk-Nya. Dia mengasihi mereka sehingga diturunkan-Nya kitab-kitab suci dan para rasul untuk mengingatkan mereka akan sumber azali mereka.

“Dan sungguh Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami (dan Kami perintahkan kepadanya): “Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang, dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah…” (Ibrahim: 5)
Maksudnya, “Ingatkanlah ruh-ruh itu akan masa-masa ketika mereka masih menyatu dengan Allah.”

Banyak rasul yg telah diutus ke dunia ini, melaksanakan tugas mereka dan kemudian wafat. Tujuannya adalah membawa pesan kepada umat manusia dan menyadarkan mereka dari kelalaian. Tetapi dari masa ke masa, orang yang mengingat-Nya, yang kembali kepada-Nya, yang ingin menyatu kepada sumber Ilahi mereka, dan yg tiba pada sumber azali mereka, jumlahnya semakin sedikit.
Para nabi datang dan pergi, dan pesan Ilahi terus disampaikan hingga datangnya risalah Muhammad saw, rasul terakhir yg menyelamatkan manusia dari kesesatan. Allah mengutusnya untuk membebaskan matahari dari kelalaian. Tujuan-Nya adalah membangkitkan mereka dari kealpaan dan menyatukan mereka dengan Keindahan Abadi, dengan dzat Allah sebagaimana firman-Nya:
“katakanlah, “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajakmu kepada Allah dengan hujjah yang nyata…” (Yusuf: 108)

Jalan yg dimaksud adalah jalan Nabi Muhammad saw.

Rasulullah, dengan maksud menunjukkan tujuan kita, bersabda, “Sahabat-sahabatku laksana bintang di langit. Siapa saja di antara mereka yg kamu ikuti, niscaya kamu akan mendapati jalan yg benar.”
Pandangan ini muncul dari mata jiwa, mata yg dapat membuka sanubari orang yg dekat kepada Allah, yakni para kekasih Allah. Pandangan semacam ini takkan dilahirkan oleh semua pengetahuan lahiriah. Hanya pengetahuan ruhani, yang berasal dan mengalir dari kesadaran Ilahi saja yg dapat melahirkannya: “yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (al-Kahfi: 65)

Untuk meraihnya, manusia harus mencari orang yg memiliki pandangan bathin, yang dibimbing oleh mata hatinya. Guru yg menanamkan ilmu seperti itu haruslah orang yg dekat kepada Allah dan mampu mencapai alam tertinggi.

Wahai kawan, bangunlah dan bertobatlah agar mendapat ilmu dari Tuhanmu. Berjuanglah! Allah memerintahkanmu:
“Dan bersegeralah kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yg luasnya seluas langit dan bumi yg disediakan untuk orang yang bertakwa. (Yaitu) Orang yg menafkahkan, baik di waktu lapang maupun sempit, dan yang menahan amarahnya, dan memaafkan orang. Allah menyukai orang yang berbuat kebaikan. (Al ‘Imran: 133-134)

Pilihlah jalan itu dan bergabunglah dengan kafilah ruhani yg menempuh jalan kembali kepada Allah. Sebentar lagi jalan itu akan ditutup, dan takkan kau dapati seorang pun teman seperjalanan. Kita tidak diturunkan ke dunia yg buas dan rusak ini untuk bersantai; kita tidak diutus ke sini hanya untuk makan, minum, dan buang hajat. Nabi kita, Muhammad saw selalu mengamatimu. Ia prihatin melihat keadaanmu. Ia tahu apa yg akan terjadi saat ia bersabda, “Rasa sakitku disebabkan oleh umatku di akhir zaman.”

Hanya ada 2 hal yang kita dapatkan, yaitu yang nyata dan yang gaib; yang nyata berbentuk ajaran-ajaran agama atau yang gaib dalam bentuk hikmah. Allah memerintahkan kita untuk menyelaraskan wujud lahiriah kita dengan ajaran agama dan menata wujud bathinian kita dengan hikmah. Jika yang lahir dan bathin telah menyatu, jika antara agama dan hikmah telah terpadu, kita akan meraih tingkatan hakikat. Perjalanan itu seperti pohon kebenaran yang menumbuhkan daun, lalu kuncup, dan kemudian bunga yang akhirnya menjadi buah.

“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang kemudian keduanya bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing.” (al-Rahman: 20)

Dua harus menjadi satu. Hakekat takkan bisa diraih hanya melalui pengetahuan inderawi, yang berkaitan dengan alam lahir. Tujuan akhir manusia, yaitu sumber azali, tidak dapat dicapai dengan cara itu. Ibadah sejati membutuhkan agama sekaligus pengetahuan. Allah berfirman:
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku.” (al-Dzariyat: 56)
Dengan kata lain, “Mereka diciptakan agar mengenal-Ku.” Bagaimana mungkin orang yang tidak mengenal Dia dapat sungguh-sungguh memuji-Nya, memohon pertolongan, dan mengabdi kepada-Nya?

Ilmu yg dibutuhkan untuk mengenal-Nya hanya dapat diraih dengan membuka tabir yang menutupi cermin hati, dan membersihkannya hingga berkilau. Barulah kemudian keindahan Ilahi yg selama ini tersembunyi akan memancar darinya.

Allah dalam sebuah hadis Qudsi, berfirman: “Aku adalah perbendaharaan tersembunyi. Aku ingin dikenal. Karena itulah Kuciptakan makhluk.” Jadi, manusia diciptakan oleh Allah agar ia berusaha memperoleh pengetahuan dan mengenal Penciptanya.

Ilmu ilahi terbagi ke dalam dua tingkatan. Tingkatan pertama adalah mengenal sifat-sifat dan manifestasi Allah. Tingkatan kedua adalah mengenal dzat Allah. Pada tingkatan pertama, manusia yg bersifat jasmani merasakan dunia ini maupun akherat. Namun yg menuntun kepada kepada pengetahuan tentang dzat Allah berada dalam ruh suci yang memungkinkan manusia mengetahui rahasia-rahasia akherat. Allah menegaskan ini dalam firman-Nya:
“…dan Kami perkuat dia dengan ruh kudus…” (al-Baqarah: 87)
Orang yang mengenal dzat Allah memperoleh kekuatan ini melalui ruh suci yg telah dianugerahkan kepada mereka.
Kedua jenis pengetahuan ini diperoleh melalui dua macam ilmu, yaitu ilmu bathin dan ilmu lahir. Setiap orang membutuhkan keduanya untuk meraih kebaikan. Rasulullah saw menjelaskan bahwa “Ilmu terbagi ke dalam dua bagian, yaitu ilmu yg berada dalam lidah yg menjadi hujjah atas keberadaan Allah, dan ilmu yg berada dalam hati. Ilmu inilah yang dibutuhkan untuk mewujudkan harapan-harapan kita.”

Manusia sangat membutuhkan ilmu agama untuk mengetahui manifestasi lahir dzat Allah yang tercermin pada alam sifat-sifat dan alam nama-nama. Setelah menguasainya, seseorang harus mendidik bathinnya untuk memahami berbagai rahasia sehingga ia dapat memasuki alam ilmu Ilahi dan mengenal hakekat. Pada tingkatan pertama, ia harus meninggalkan segala sesuatu yg bertentangan dengan ajaran agama. Bahkan, kaum sufi menganjurkan agar kita meninggalkan segala perilaku dan akhlak yg salah. Caranya adalah melatih diri melaksankan segala hal yg dibenci hawa nafsu, serta melakukan segala hal yg menahan hasrat jasmani. Untuk meraih semua tujuan ini, ia harus melatih dirinya secara sungguh-sungguh agar hawa nafsunya benar-benar lumpuh; tak dapat melihat ataupun mendengar. Lakukanlah semua itu semata-mata karena Allah dan demi keridaan-Nya. Allah berfirman:
“Siapa berharap akan pertemuan dengan Tuhan, hendaklah ia beramal shaleh dan tidak menyekutukan Tuhannya dalam beribadah kepada –Nya.” (al-Kahfi: 110)

Inilah alam tertinggi, alam yang pertama diciptakan. Alam ini adalah sumber azali, tanah air yang didambakan setiap manusia, kampung halaman setiap jiwa. Di alam itulah ruh suci –ruh manusia-diciptakan dalam bentuk yang terbaik.

Hakikat itu telah ditanamkan pada inti hati sebagai amanat Allah yang diserahkan kepadamu untuk kau jaga. Hakikat ini akan mewujud melalui pertobatan dan upaya sungguh-sungguh mempelajari ilmu agama. Keindahannya akan memancar ke permukaan ketika seseorang senantiasa membaca kalimat penyaksian: La ilaha illaLLAAH. Pada mulanya, ia membaca kalimat tauhid itu dengan lidahnya, lalu hatinya menjadi hidup, dan akhirnya ia membacanya secara sirr dalam hatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar