Hakekat Segala Rahasia Kehidupan
[ Pembahasan Kelima - Ilmu dan Kesempurnaan Manusia ]
Ilmu dan kesempurnaan manusia terbagi ke dalam dua belas bagian, begitu
pun ilmu batin. Semua bagian ilmu ini dianugerahkan kepada orang dan
hamba Allah yg sangat istemewa sesuai dengan potensi dan kemampuan
mereka.
Aku sendiri membagi ilmu itu ke dalam empat bagian. Bagian pertama berkaitan dengan kewajiban dan
aturan agama mengenai segala sesuatu dan segala perbuatan di dunia ini.
Bagian kedua berkaitan dengan makna batin dan sebab di balik semua
ajaran ini. Bagian ini disebut tasawuf—pengetahuan konseptual mengenai
segala sesuatu yg bersifat zhanni (tidak pasti). Bagian ketiga adalah
falsafah, yg mengkaji rahasia hakekat nurani. Bagian keempat membahas
hakikat batin ilmu ini, yakni ilmu mengenai kebenaran. Manusia sempurna
harus mempelajari dan mengetahui semua ilmu ini dan mencari jalan untuk
meraihnya.
Rasulullah saw bersabda, “Agama adalah pohon,
tasawuf adalah cabangnya, falsafah adalah daunnya, kebenaran adalah
buahnya. Dan semua itu terkandung dalam Al-Qur’an, dengan tafsir,
uraian, dan takwilnya.”
Dalam kitab al-Majma’, kata
tafsir—penjelasan, dan ta’wil—tafsir dengan analogi didefinisikan
sebagai berikut: “Tafsir Al-Qur’an merupakan penjelasan untuk memberikan
pemahaman kepada kaum awam, sedangkan takwil adalah uraian terhadap
makna batin melalui ilham yg diterima seorang mukmin sejati, takwil
hanya diperuntukkan bagi hamba Allah yg istimewa, yg berpendirian teguh,
setia kepada cita-cita ruhani, dan menguasai ilmu untuk memilah antara
yg benar dan yg salah. Layaknya pohon kurma yg akarnya menghujam ke
bumi, kaki mereka berdiri kokoh di alam materi ini; dan bagaikan pohon
kurma yg rantingnya menjulang ke angkasa, hati dan pikiran mereka pun
menjulang meraih ilmu samawi.” Berkat rahmat Allah, keteguhan yg tanpa
keraguan bertahta di pusat hati mereka. Tingkat keteguhan ini sejajar
dengan paruh kedua kalimat tauhid: la ilaha illallaah—illallah, “kecuali
Allah”, yg menegaskan keesaan.
“Dialah yg menurunkan Al-Kitab
kepadamu. Di antara isinya ada ayat-ayat yg muhkamat, itulah pokok-pokok
Al-Qur’an dan yg lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Orang yg hatinya
condong kepada kesesatan mengikuti sebagian ayat-ayat yg mutasyabihat
untuk menimbulkan fitnah dan mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada
yg mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang yg mendalam ilmunya
beriman kepada ayat-ayat yg mutasyabihat, “semuanya dari sisi Tuhan
kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (darinya) kecuali orang yg
berakal.” (al ‘Imran: 7)
Seorang mufasir menjelaskan ayat ini bahwa seandainya pintu ayat ini dibuka, semua pinu rahasia alam batin juga akan dibuka.
Jamba sejati wajib melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi
segala larangan-Nya. Ia juga wajib melawan hawa nafsu dan syahwatnya.
Nafsu melawan agama dengan memunculkan khayalan yg bertentangan dengan
kenyataan. Pada tataran tasawuf, nafsu yg licik membujuk manusia untuk
menerima dan mengikuti sebab-sebab dan konsep-konsep yg seolah-olah
benar, mengikuti pesan kenabian dan ucapan para wali yg tidak sahih,
serta mengikuti para guru atau pemikiran yg sesat. Pada tataran
falsafah, nafsu selalu berupaya mendorong manusia untuk mengaku-aku
sebagai wali atau bahkan Tuhan—dosa terbesar karena menjadi sekutu bagi
Allah:
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yg menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya…” (al-Furqan: 43)
Berbeda dengan ketiga tingkatan ilmu yg pertama, nafsu maupun setan
tidak akan sampai pada tataran kebenaran, atau hakikat—bahkan para
malaikat pun tak dapat menyentuhnya. Siapa pun, kecuali Allah, yg
mendekati kawasan itu akan hancur menjadi debu, sebagaimana dikatakan
oleh Jibril a.s, kepada Nabi Muhammad ketika ia tiba di tepi kawasan
itu, “Jika aku melangkah satu langkah lagi, aku akan hancur menjadi
debu.”
Hamba sejati Allah terlindungi dari setan dan perlawanan hawa nafsunya karena ia memiliki perisai keikhlasan dan kesucian.
“Iblis menjawab, “Demi kekuasaan-Mu, akan kusesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba-Mu yg ikhlas.” (Shad: 82-83)
Manusia takkan bisa menapai hakikat kecuali dengan menyucikan dirinya,
karena sifat-sifat duniawi tidak akan meninggalkannya hingga ia meraih
hakikat. Itulah kebenaran dan kebaikan sejati. Ketika ia mencapai ilmu
tentang hakikat Allah, semua kebodohannya sirna. Tingkatan ini takkan
bisa dicapai melalui pembelajaran. Hanya Allah yg dapat mengajarkannya,
tanpa perantara. Dialah satu-satunya guru yg memberikan pengetahuan
seperti yg diberikan kepada Khidir. Orang yg dianugerahi pengetahuan
akan meraih tingkatan makrifat sehngga ia mengenal Tuhannya dan
menyembah-Nya.
Ia akan dapat melihat ruh suci dan kekasih Allah
yakni Nabi Muhammad saw, yg akan berbincang dengannya mengenai segala
sesuatu, dari awal hingga akhir. Semua nabi dan orang suci akan
memberinya kabar gembira mengenai janji persatuan dengan Sang Kekasih.
Allah menguraikan keadaan ini dalam ayat Al-Qur’an:
“Dan siapa saja
yg menaati Allah dan rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan
orang yg dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddiqin,
syuhada, dan orang saleh. Dan mereka itulah teman yg sebaik-baiknya. “
(al-Nahl: 69)
Orang yg tak dapat menemukan ilmu itu dalam
dirinya tidak akan menjadi orang bijak meskipun membaca jutaan kitab.
Hasil yg dapat diharapkan dari pencapaian ilmu lahir tentang berbagai
hal yg bersifat pasti adalah surga: semua yg akan dilihatnya di sana
adalah manifestasi sifat-sifat Allah dalam bentuk cahaya. Sesempurna apa
pun pengetahuannya mengenai hal-hal yg nyata dan abstrak takkan bisa
membantunya memasuki kawasan suci, yg dekat kepada Allah. Seseorang
harus terbang menuju ke sana. Agar bisa terbang, ia butuh dua sayap.
Hamba sejati Allah adalah orang yg terbang ke sana dengan sayap ilmu
lahir dan batin, tak pernah berhenti di tengah jalan, dan tak pernah
terhambat. Dalam sebuah hads qudsi, Allah berfirman:
“Hamba-Ku, jika
kau ingin berada di dekat-Ku, jangan menaruh perhaian terhadap dunia
ini, atau alam malakut, atau bahkan alam yg lebih tinggi tempat kau
menerima sifat-sifat ketuhanan-Ku.”
Alam materi ini adalah
godaan atau setan bagi orang berilmu. Alam malakut adalah godaan bagi
kaum bijak, dana alam sifat-sifat Ilahi adalah godaan bagi ahli hakikat.
Siapa saja yg merasa puas pada salah satunya, ia tertolak dari karunia
Allah yg akan membuatnya lebih dekat kepada-Nya. Jika seseorang
terperdaya oleh semua godaan ini, ia akan berhenti, tak bisa meneruskan
langkah, dan tak kuasa bergerak ke tempat yg lebih tinggi lagi. Meskipun
bertujuan unuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta ia takkan pernah
bisa mencapainya. Ia terhalang; ia hanya memiliki sebelah sayap.
Namun, para ahli hakikat menerima karunia itu dari Allah; anugrah yg
tak dapat dilihat mata, tak didengar telinga, atau tak terlintas dalam
hati. Itulah surga kedekatan; anugerah keintiman. Di sana tak ada istana
yg terbuat dari permata, juga tak ada pelayan-pelayan yg cantik belia.
Setiap orang harus mengetahui bagiannya dan tak menghendaki apa yg bukan
haknya. Hadrah ‘Ali r.a. berkata, “Semoga Allah menunjukkan rahmat-Nya
kepada orang yg mengetahui bagiannya, yg sadar untuk tetap berada di
batas-batasnya, yg mengendalikan lisannya, dan yg tidak menghabiskan
usianya dalam kesia-siaan.”
Orang yg mengetahui harus menyadari
bahwa anak ruh yg dilahirkan di dalam hatinya merupakan hakikat sejati
kemanusiaan. Ia harus mendidik anak hati ini dengan ajaran tauhid dan
melatihnya agar senantiasa mengingat keesaan, menjauhkan diri dari alam
materi dan kemajemukan ini, serta mencari alam ruhani, alam rahasia, yg
hanya ditempati oleh dzat Alalh. Pada hakikatnya, tak ada tempat lain
selain tempat itu; tempat yg tak memiliki awal maupun akhir. Sang anak
hati mencapai kawasan yg tak terbatas itu seraya melihat segala sesuatu
yg tak pernah dilihat siapa pun, yg tak terkatakan lisan siapa pun, dan
yg tak pernah diceritakan siapa pun. Tempat itu adalah tanah air orang
yg telah mencampakan diri mereka sendiri merasakan kebersatuan dengan
Tuhan, mata keesaan. Ketika melihat keindahan dan karunia Tuhan, wujud
mereka yg fana tak lagi bersisa. Seseorang yg menatap matahari takkan
bisa melihat sesuatu yg lain. Jika keindahan dan karunia Allah
mengejawantah, masih adakah diri? Tentu tak ada.
Nabi ‘Isa a.s.
bersabda, “Manusia harus dilahirkan dua kali untuk mencapai alam
malakut, bagaikan burung yg dilahirkan dua kali.” Kelahiran yg kedua
adalah kelahiran makna dari perbuatan, kelahiran jiwa dari daging.
Kemungkinan itu ada dalam diri manusia. Itulah rahasia manusia. Ia lahir
dari persekutan ilmu agama dengan kesadaran akan hakikat, sebagaimana
semua anak lahir karena perpaduan dua jenis air.
“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yg bercampur; Kami
hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu, Kami
jadikan dia mendengar dan melihat.” (al-Insan: 2)
Ketika makna
mengejawantah dalam wujud, ia dapat melewati bagian yg dangkal menuju
samudra penciptaan dan menyelam di kedalaman perintah Allah.
Dibandingkan alam ruhani, seluruh alam materi ini hanyalah seperti
setetes air samudra. Hanya jika semua ini dapat dipahami, kekuatan
ruhani dan cahaya rahasia sifat Ilahi, hakikat sejati, akan memancar ke
dunia nirkata dan nirswara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar