Laman

Sabtu, 08 Februari 2014

“ Sufi adalah orang yang hatinya tulus (shafa) terhadap Tuhan.”

“Para sufi
dikatakan demikian hanya karena kemurnian
(shafa) hati dan kebersihan tindakan mereka
(atsar).”

Bisyr ibn al-Harits mengatakan “ Sufi
adalah orang yang hatinya tulus (shafa) terhadap
Tuhan.”

Yang lain mengatakan : “ Sufi adalah
orang yang tulus terhadap Tuhan dan mendapat
rahmat tulus dari Tuhan.” Sebagian mereka
telah mengatakan : “Mereka dinamakan sebagai
para sufi karena berada pada baris pertama
(shaff) di depan Tuhan, karena besarnya
keinginan mereka kpda Dia(Allaah) kecenderungan hati
mereka terhadap-Nya dan tingginya bagian-
bagian rahasia dalam diri mereka di hadapan-
Nya.”

Yang lain telah mengatakan : “mereka
dinamakan Sufi karena sifat-sifat mereka
menyamai sifat orang-orang yang tinggal di
serambi masjid (shufffah), yang hidup pada
masa Nabi saw.” Yang lain-lain lagi telah
mengatakan : “Mereka dinamakan Sufi hanya
karena kebiasaan mereka mengenakan baju
bulu domba (shuf).”

Orang-orang yang menisbahkan orang-orang
Sufi dengan orang-orang yang tinggal di serambi
masjid dan dengan bulu domba, manampakkan
aspek lahiriah keadaan meraka; sebab meraka
adalah orang-orang yang telah meninggalkan
dunia ini, pergi dari rumah-rumah mereka, dan
dari sahabat-sahabat mereka. Mereka berkelana
ke sluruh negeri, menganggap tabu hasrat-
hasrat jasmani dan menelanjangi tubuh mereka;
mereka mengambil benda-benda dunia hanya
asal cukup untuk menutupi ketelanjangan
mereka dan menghilangkan kelaparan.

Karena
kepergian mereka dari rumah, mereka
dinamakan “orang-orang asing”. Karena
banyaknya pengembaraan yang mereka lakukan,
mereka dinamakan “Pengembara”; karena
perjalanan mereka di padang-padang pasir dan
pengungsian mereka di gua-gua pada waktu
terdesak, orang-orang tertentu di negeri itu
(diyar) menamai mereka Syikaftis, sebab kata
syikaft dalam bahasa mereka berarti “Gua” atau
gua besar.” Orang-orang syria menamai
mereka : “Orang-orang yang lapar”, sebab
mereka hanya makan asal cukup untuk
mempertahankan kekuatan mereka pada waktu
terdesak.

maka Nabi saw. mengatakan :
“Cukuplah bagi putra-putra Adam biji-bijian
yang bisa menjaga kekuatan mereka.” Sarri as
Saqathi melukiskan mereka begini : Makanan
mereka adalah makanan orang sakit, tidur
mereka adalah tidur orang yang tenggelam,
pembicaraan mereka adalah pembicaraan orang
bodoh.”

Karena mereka tidak memiliki apa-apa,
maka mereka dinakamakan “Pengemis”. Salah
seorang dari mereka ditanya “Siapakah Sufi
itu?” Dia menyahut : “Orang yang tidak memiliki,
tak pula dimiliki.” Dengan sahutan itu
dimaksudkan bahwa dia bukan budak nafsu.
Yang lain mengatakan : “Sufi adalah orang yang
tidak memiliki apa-apa, atau kalau dia memiliki,
dihabiskannya.” Dikarenakan baju dan cara
mereka memakainya, maka mereka dinamai
orang-orang Aufi; sebab, mereka tidak
mengenekanakn pakaian yang lembut atau
indah, demi menyenangkan jiwa; mereka
berpakaian hanya untuk menyembunyikan
ketelanjangan mereka, memuaskan diri mereka
sendiri dengan kain dan bulu domba yang
kasar.

Nah, semua ini merupakan kenyataan keadaan
hidup oarng-orang yang tinggal di serambi
masjid di masa Nabi saw. sebab mereka semua
adalah orang-orang asing, melarat, terbuang,
teusir dari tempat tinggal dan harta milik
mereka. Abu Hurairah dan Fudhalan ibn ‘Ubadi
melukiskan mereka sebagai berikut : “Mereka
hampir mati kelaparan, sehingga orang-orang
Badui menganggap mereka gila.” Pakaian
mereka dari bulu domba, sehingga bila mereka
berkeringat, bau mereka seperti bau domba
kehujanan. Begitulah sesungguhnya mereka
dilukiskan orang. Uyainah ibn Hisn berkata
kepada Nabi saw. : “bau orang-orang ini
menyusahkan saya.” Tidakkah itu menyusahkan
Anda juga?” Bulu domba addalah juga pakaian
para Nabi dan Wali. Abu Musa al-Asy’ari
menceritakan kisah berikut dari Nabi : “Di dekat
karang di Rawha, tujuhpuluh orang Nabi
bertelanjang kaki, berpakaian “aba” (baju dari
kulit domba) kembali dari Rumah Lama (Ka’bah)
. Al-Hasan a-Bashri mengatakan : “Isa .s. biasa
mengenakan kain, makan buah dari pepohonan
dan melewatkan malam di mana saja beliau
kebetulan berada.” Abu Musa al-Asy’ari
mengatakan : “Nabi saw. biasa mengenakan
bulu domba, mengendarai keledai dan
menerima undangan orang-orang jelata (untuk
makan bersama mereka).” Hasan al-Bashri
mengatakan : “Saya mengenal tujuh puluh orang
yang ikut bertempur di Badr, yang bajunya dari
bulu domba.”

Nah, karena kelompok ini memiliki sifat-sifat yag
sama dengan orang-orang yag tinggal di
serambi masjid, seperti yang telah kami lukiskan
dan berpakaian seperti mereka, maka mereka
dinamakan “Shuffiyah-shuffiyah.”. Orang-orang
yag menghubungkan mereka dengan serambi
masjid dan “Barisan Pertama” menceritakan
hati dan batin mereka sebagai berikut : “Sebab
kalau orang-orang meninggalkan dunia ini dan
kemudian menjauhi minuman keras dan
menyisih darinya, Tuhan menyucikan (shaffa)
hati nuraninya (sirr) dan menerangi hatinya.
Nabi saw. telah mengatakan : “Kalau cahaya
merasuk hati, dia akan meluas dan membesar.”
Mereka berkata : “Dan apabila tandanya, wahau
Rasul Allah?”
Beliau menjawab : “Mengelak dari kebohongan,
beralih kepda kekekalan dan bersiap untuk mati
sebelum kematian datang.”
Maka Nabi saw. mengatakan bahwa jika
seseorang mengelak dari dunia ini, Tuhan akan
menyinari hatinya.
Nabi saw. bertanya kepada Haritshah : “Apakah
buktinya keimananmu?
Dia menjawab : “Saya telah menjauhkan jiwa
saya dari dunia ini, saya selalu berpuasa di
siang hari dan berjaga di malam hari, dan
seolah-olah saya melihat singgasana Tuhan, dan
para penghuni surga saling berkunjung-
mengunjungi dan penghuni neraka saling
membenci satu sama lain.” Dengan begitu dia
memberi tahu kita bahwa kalau dia menjauhkan
jiwanya dari dunia ini, maka Tuhan akan
menyinari hatinya, sehingga apa yang (secara
normal) tidak bisa dilihatnya muncul dalam
pandangannya. Nabi juga berkata : “Jika aa
orang yang ingin melihat seorang hamba yang
hatinya telah disinari Tuhan, suruhlah dia
melihat Haritsah.” Karena sifat-sifat tersebut,
kelompok ini juga dinamai kelompok “Yang
diterangi” (nuriyah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar